Museum Nasional Republik Indonesia dikenal juga dengan nama Museum Gajah. Museum di Jakarta ini adalah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang terletak di Jalan Merderja Barat 12, Jakarta Pusat. Koleksi Museum Nasional terdiri dari benda-benda kuno dari seluruh nusantara. Koleksi Museum Nasional dikelompokkan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numimistik, relik sejarah, buku langka, dan benda berharga. Berdasarkan data dari website resmi Museum Nasional, hingga saat ini (tahun 2019) koleksi yang dikelola berjumlah 140.000 benda. Baca juga koleksi Museum Lampung, koleksi Museum Satria Mandala, dan koleksi Museum Mpu Tantular.
Pada awalnya, koleksi Museum Nasional juga meliputi naskah-naskah manuskrip kuno. Setelah gedung Perpustakaan Nasional RI didirikan, maka naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah lainnya kini disimpan di Perpustakaan Nasional. Koleksi museum ini banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda, dan pembelian. Koleksi etnografi Indonesia dan koleksi keramik di museum ini terbilang cukup lengkap. Baca juga koleksi Museum Benteng Vredeburg, koleksi Museum Geologi Bandung, dan koleksi Museum Fatahillah.
Koleksi Museum Nasional diantaranya adalah:
Patung Bhairawa adalah patung tertinggi di Museum Nasional, yakni setinggi 414 cm. Patung ini adalah manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di Bumi. Patung tersebut adalah patung laki-laki yang berdiri di atas mayat dan deretan tengkorak. Patung ini memegang cangkir yang terbuat dari tengkorak di tangan kiri dan memegang keris pendek dengan gaya Arab di tangan kanannya. Patung ini ditemukan di Padang Roco, Sumatra Barat dan diperkirakan berasal dari abad ke 13 – 14.
Arca Buddha Dipangkara adalah koleksi arca Buddha tertua di Museum Nasional. Arca ini terbuat dari perunggu dan disimpan dalam Ruang Perunggu dalam kotak kaca tersendiri.
Arca Wisnu Cibuaya adalah arca Hindu tertua di Nusantara, yang berasal dari sekitar abad ke-4 Masehi. Arca ini terletak di Ruang Arca Batu dan dipajang tanpa teks label serta terhalang oleh arca Ganesha dari Cando Banon.
Sertali adalah ornamen kepala yang masih digunakan oleh kaum bangsawan Batak Karo, Sumatra Utara. Ornamen kepala ini dibuat dari lempeng perak yang dibuat tanduk kerbau dan rumah tradisional. Ornament kepala ini dikenakan oleh pengantin dan dukun pada acara-acara tertentu.
Cili berasal dari Bali dan digambarkan dengan bentuk wanita bergelung yang dianggap sebagai simbol “Dewi Sri”. Cili biasanya dibuat dari anyaman daun lontar atau daun pandan. Cili akan ditempatkan di atas sesaji dan dibawa pada upacara tertentu, misalnya upacara atau sebagai hiasan pada lamak (salah satu dekorasi bebantenan di Bali).
Mamuli terbuat dari emas dan berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Mamuli merupakan lambang jati diri seseorang dalam kehidupan dalam kehidupan masyarakat Sumba. Benda ini sering digunakan dalam ritual adat yang sangat sakral seperti perkawinan ataupun kematian, bahkan dijadikan simol status sosial seseorang. Mamuli juga dijadikan benda pusaka yang disimpan secara khusus bagi keluarga keturunan darah biru Sumba. Dalam bahas daerah disebut omma, yakni perhiasan yang dipakai oleh perempuan. Kaum laki-laki juga menggunanakan mamuli sebagai aksesoris untuk upacara adat tertentu.
Fungsi pertamanya adalah untuk bekal kubur dan simbol status sosial dari orang yang meninggal. Bekal kubur bertujuan untuk menjamin kesejahteraan arwah pada kehidupan setelah mati dan selamat dalam perjalanan menuju alam nirwana untuk bisa berkumpul bersama leluhurnya. Fungsi kedua adalah untuk mahar pernikahan. Mamuli dianggap sebagai lambang perdamaian antara pihak wanita dan laki-laki serta simbol kesuburan dan kewanitaan. Mamuli wajib ada dalam pernikahan, jika pihak pria tidak dapat memenuhinya maka dapat diganti dengan benda lain yang setara. Fungsi ketiga yakni sebagai perhiasankaum perempuan Sumba. Mereka memodifikasi mamuli layaknya anting-anting yang dipakai sehari-hari.
Kain bentenan motif ka’iwu pantola dipengaruhi oleh motif patola India. Menurut Hetty Nooy Palm, seorang peneliti Belanda, kain bentenan jenis ii terakhir ditenun pada tahun 1880. Kain bentenan dibuat dengan teknik ikat yang rumit. Mulai dari pemintalana benang, pengikatan dan pewarnaan benang, dan penjemuran. Kain selanjutnya akan ditenun tanpa terputus hingga berbentuk silinder (sarung) dengan alat tenun tradisional yang telah punah. Bahkan sebelum menenun, penenun akan melantunkan lagu “Ruata” yang berarti Tuhan. Hal ini dilakukan agar mereka dapat menghasilkan kain tenun yang indah.
Padrao adalah batu peringatan perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugis. Gubernur Portugis di Malaka, Jorge d’Alberqueque, mengutus Henrique Leme pada tahun 1522. Hal ini dilakukan untuk mengadakan hubungan dagang dengan Raja Sunda yang bergelar “Samiam”. Perjanjian antara kedua pihak dibuat pada 21 Agustus 1522. Isi perjanjian tersebut adalah Portugis diizinkan mendirikan kantor dagang berupa benteng di wilayah Kalapa dan di tempat tersebut didirikan batu peringatan (Padrao) dalam Bahasa Portugis.
Kerajaaan Sunda menyetujui perjanjian tersebut karena selain hubungan perdagangan, Portugis memberikan bantuan untuk menghadapi Kerajaan Islam Demak. Perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik, karena pada tahun 1527 Fatahillah berhasil menguasai Sunda Kelapa.
Arca Bodhisattwa Manjusri ketika masih muda, yang menguasai masa akan datang. Tangan kanan arca ini bersikap waramudra, yang berarti memberi anugerah. Sementara tangan kirinya memegang tangkai bunga teratai biru (utpala) setengah terbuka dan diatasnya terletak sebuah pustaka (buku) yang melambangkan pencerahan.
Prasasti Hantang 1057 Saka atau 1053 Masih berasal dari periode awal Kediri. Prasasti ini menggunakan istilah “panji” dan menyebutkan nama raja Sri Maharaja Apanji Jayabhaya. Para pejabat kerajaannya menggunakan gelar panji, misalnya Mapanji Mandaha, Mapanji Kabandha, dan Mapanji Daguna.
Jaap Kunstt adalah seorang Belanda yang meninggalkan Belanda menuju Hindia Belanda. Jaap Kunst mempelajari gamelan Jawa dan juga membuat dokumentasi foto serta rekaman suara gamelan dalam bentuk wax cylinder (silinder lilin ) untuk pertama kalinya di tahun 1922. Kurst mengelilingi Indonesia sepanjang tahun 1930 dan melakukan penelitain dan pendokumentasian kegiatan seni di wilayah tersebut. Misalnya, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Kepulauan Kei (Maluku), Nusa Tenggara Timur, dan Papua.
Tahun 1932, ia tinggal di Batavia dan menjadi kurator tidak remsi di Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (kini Museum Nasional) sebelum akhirnya kembali ke Belanda. Peninggalan-peninggalan Jaap Kunst diantaranya koleksi alat musik, rekaman silinder lilin, positif kaca (berisi dokumen foto-foto), dan piringan hitam.
Inilah penjelasan mengenai koleksi Museum Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah. Baca juga sejarah Museum Gajah, koleksi Museum Dirgantara, dan sejarah Museum Lubang Buaya . Semoga bermanfaat.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…