Pada awal di abad ke-16, ulama bernama Fatahillah dari Pasai datang ke Banten karena perintah dari Sultan Trenggana dengan tujuan untuk mempeluas wilayah Kerajaan Demak. Pada tahun 1527, Fatahillah merebut Sunda Kelapa dan diganti namanya menjadi Jayakarta. Perebutan yang dilakukan ini juga semakin mempermudah penyebaran agama Islam dan ia juga dibantu sang anak yang bernama Sultan Hasanuddin. Pada saat tersebut, Banten masih merupakan kadipaten atau daerah bawahan dari Kerajaan Demak dan saat Trenggana gugur saat perang merebut Blambangan di Pasuruan Jatim, akhirnya kemelut perebutan kekuasaan kekuasaan Demak dipindahkan ke Pajang oleh Joko Tingkir sehingga Hasanuddin memproklamirkan Banten menjadi Kesultanan yang merdeka dan independen selepas dari kekuasaan Demak.
Sejarah Kerajaan Banten
Jika dilihat dari letak geografisnya, Kerajaan Banten ada di bagian utara yang sekarang merupakan provinsi Banten. Kerajaan Banten ada di wilayah Banten pada bagian paling ujung Pulau Jawa dan pada awalnya wilayah dari Kesultanan Banten masuk ke dalam wilayah Kerajaan Sunda.
Raja-Raja Kerajaan Banten
Kerajaan Banten memiliki beberapa pemimpin di masanya dan dari beberapa pemimpin itu menghasilkan kehidupan rakyat Banten yang baik dan juga kehidupan sosial yang semakin merosot dan akhirnya menyebabkan hancurnya Kerajaan Banten Tersebut.
1. Sultan Hasanuddin
Maulana Yusuf memerintah Banten dari tahun 1570 sampai dengan 1580 M. Pada tahun 1579, Maulana Yusuf berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran di Pakuan, Bogor dan juga menyingkirkan Raja Pajajaran yakni Prabu Sedah sehingga membuat banyak rakyat Pajajaran yang mengungsi ke pegunungan dan sampai sekarang dikenal dengan Suku Badui di Rangkasbitung, Banten.
Maulana Yusuf yang wafat lalu digantikan oleh putranya yakni Maulana Muhammad yang naik tahta saat usianya masih 9 tahun sehingga pemerintahan dijalankan oleh Mangkubimu Jayanegara sampai Maulana Muhammad beranjak dewasa dan memerintah tahun 1580 sampai dengan 1596. Sesudah 16 tahun kemudian, Sultan Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang yang didirikan Ki Gendeng Sure, bangsawan Demak. Kerajaan Banten yang juga merupakan keturunan dari Demak juga merasa memiliki hak atas Palembang, namun Banten kalah dan Sultan Maulana Muhammad tewas di dalam pertempuran tersebut.
Pangeran Ratu yang saat itu masih berumur 5 bulan akhirnya menjadi Sultan Banten ke-4 tahun 1596 sampai dengan 1651. Sementara menunggu Pangeran dewasa, pemerintahan dijalankan oleh Mangkubumi Ranamanggala. Pada waktu tersebut, Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Banten tanggal 22 Juni 1596. Pangeran Ratu lalu mendapat gelar Kanjeng Ratu Banten dan saat wafat ia digantikan oleh anaknya yakni Sultan Ageng Tirtayasa.
Pada tahun 1674, Sultan menunaikan ibadah haji dengan rombongan dan selama Sultan pergi, kekuasaan dipegang sementara oleh adiknya yakni Pangeran Purbaya dan Sultan pergi ke Mekkah selama 2 tahun sehingga ia dikenal dengan nama Sultan Haji tersebut. Namun ternyata sifatnya tidak berubah justru lebih mudah dipengaruhi Belanda sehingga akhirnya timbul konflik antara Sultan Ageng dengan Sultan Haji. Dalam perpecahan ini, VOC mendukung Sultan Haji dengan memberikan beberapa persyaratan yakni Banten harus menyerahkan Cirebon untuk VOC, monopoli lada di Banten dikuasai VOC dan Persia, India serta Cian harus disingkirkan sebab merupakan saingan dari VOC, Banten juga diharuskan membayar 600.000 ringgit jika ingkar dengan janji dan pasukan Banten yang menguasai pantai serta pedalaman Priyangan juga harus ditarik.
Perjanjian ini disetujui Sultan Haji dan dengan bantuan VOC, Sultan Haji menyerang Keraton Tirtayasa dan sebagai rasa terima kasih, Sultan Haji memberikan ucapan selamat pada pergantian Gubernur Jenderal Belanda yang membuat hati Sultan Ageng Tirtayasa sangat sakit. Pada 27 Februari 1682, Sultan Ageng lalu memberikan perintah untuk menyerang Surosowan yakni dengan membakar kampung-kampung dekat Keraton Surosowan sehingga membuat belanda yang tinggal disitu menjadi gentar.
Pembakaran kampung ini terjadi selama 1 malam dan Sultan Haji melarikan diri dengan meminta perlindungan orang Belanda yakni Jacob de Roy dan saat siang akhirnya pertempuran berhenti. Belanda kemudian menambah pasukan sehingga perang yang sudah dikuasai Sultan Ageng berbalik di pegang oleh Belanda kemudian Keraton Tirtayasa di kepung belanda sampai beberapa bulan sehingga timbul kelaparan dan pengikut Sultan Ageng bersama Sultan Ageng melarikan diri. Pada tanggal 14 Maret, Sultan Ageng tiba di Keraton Surosowan dan kemudian di penjara di Batavia sampai ia menutup usia. Baca Artikel terkait lainnya Asal Usul Nusantara, Sejarah Minangkabau, dan Sejarah Candi Kalasan.
Peninggalan Kerajaan Banten
Selama 3 abad masa Banten berkuasa, Kerajaan ini meninggalkan beberapa peninggalan kerajaan di Pulau Jawa yang sebagian masih berdiri kokoh hingga sekarang dan sebagian lagi tinggal berupa reruntuhannya saja.
Seni budaya bisa dilihat dari bangunan masjid Agung Banten [Tumpang Lima] dan juga beberapa bangunan gapura yang ada di Kaibon Banteng. Selain itu, istana yang di bangun Jan Lukas Cardeel seseorang berkebangsaan Belanda yang merupakan pelarian dari Batavia dan memeluk agam Islam. Istana ini terlihat seperti istana Eropa dan situs peninggalan lainnya juga tersebar di beberapa kota lain seperti Serang, Tangerang, Pandeglang dan juga Cilegon.
Istana Keraton Kaibon juga merupakan peninggalan dari Kerajaan Banten yang dulu dipakai sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah, ibu Sultan Syaifudin. Bangunan ini sekarang sudah runtuh hancur dan hanya meninggalkan reruntuhan karena bentrokan yang sempat terjadi dari Kerajaan Banten dengan Belanda tahun 1832.
Istana Keraton Kaibon ju merupakan peninggalan dari Kerjaan Banten yang merupakan tempat tinggal dari Sultan Banten dan juga pusat pemerintahan. Istana yang dibangun pada tahun 1552 ini juga sudah hancur dan tertinggal reruntuhannya saja serta sebuah kolam pemandian untuk putri kerajaan.
Benteng Speelwijk merupakan poros pertahanan maritim pada jama kerajaan yang memiliki tinggi 3 meter dan di bangun pada tahun 1585. Benteng ini berguna untuk pertahanan dari serangan laut dan juga sebagai tempat mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Pada benteng ini terdapat mercusuar dan beberapa meriam di bagian dalam serta terowongan yang menghubungkan benteng dengan Istana Keraton Surosowan.
Danau yang merupakan danau buatan ini terletak di sekitar Istana Keraton Kaibon yang dibuat pada tahun 1570 sampai dengan 1580 masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Danau ini memiliki lapisan ubin serta batu bata dengan luas 5 hektar namun sekarang ini semakin menyusut sebab tertimbun tanah sedimen di sekitar pinggir danau yang terbawa dari air hujan serta sungai di sekitar danau. Danau ini berguna sebagai sumber air utama keluarga kerajaan di Istana Keraton Kaibon dan juga sebagai saluran air irigasi sawah di sekitar Banten.
Kerajaan Banten memang merupakan kerajaan Islam, akan tetapi toleransi beragamnya sangat tinggi sehingga Vihara tempat beribadah umat Budha ini juga bisa didirikan. Vihara ini masih berdiri sampai sekarang dengan utuh yang pada dinding vihara terdapat relief tentang legenda siluman ular putih.
Dalam Benteng Speelwijk ada beberapa bua meriam dan meriam yang memiliki ukuran terbesar dinamakan dengan meriam ki amuk sebab meriam ini bisa menembak dengan jauh dan daya ledaknya juga besar. Meriam ini merupakan rampasan dari pemerintah Belanda saat perang. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Cetho, Candi Peninggalan Budha, dan Candi Peninggalan Agama Hindu.
Politik Kerajaan Banten
Sultan Hasanuddin yang merupakan Sultan pertama di Banten dan memerintah dari tahun 1522 sampai dengan 1570 merupakan putra dari Fatahillah, panglima tentara Demak dan pernah diutus Sultan Trenggana untuk menguasai bandar-bandar di wilayah Jawa Barat. Saat kerajaan Demak masih berkuasa, Banten adalah bagian dari kerajaan Demak dan kemudian Kerajaan Demak mengalami kemunduran sehingga Banten bisa melepaskan diri dari kekuasaan Demak tersebut.
Pada tahun 1511, Malaka jatuh ke tangan Portugis dan membuat pedagang muslim pindah jalur pelayaran ke Selat Sunda. Pada pemerintahan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan dan ia juga memperluas kekuasaan Banten ke wilayah Lampung yang merupakan penghasil lada.
Maulana Yusuf lalu menggantikan Sultan Hasanuddin pada tahun 1570 sampai dengan 1580 dan pada tahun 1579, ia berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran sehingga rakyat Kerajaan Pajajaran Mengungsi ke pedalaman Banten Selatan dan dikenal dengan Suku Badui. Sesudah Kerajaan Pajajaran berhasil ditaklukan, para elit Sunda kemudian memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf diganti oleh Maulana Muhammad pada tahun 1580 sampai dengan 1596 yang berhasil menyerang Kesultanan Palembang dan dalam perang ini, Maulana Muhammad tewas dan dilanjutkan oleh putra mahkota yakni Pangeran Ratu. Ia kemudian diberikan gelar Sultan Abu Mufakhir Mahmud Abdul Kadir. Kerajaan Banten memperoleh kejayaan di masa Pangeran Ratu yakni Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1651 sampai dengan 1682 dan ia menentang kekuasaan Belanda dalam membentuk VOC serta menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilaksanakan Sultan Ageng Tirtayasa gagal dan kemudian digantikan oleh Sultan Haji. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Islam di Indonesia, Sejarah Kota Surabaya, Sejarah Situs Ratu Boko.
Ekonomi Kerajaan Banten
Saat berada dibawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mengalami perkembangan pesat dan menjadi bandar perdagangan serta pusat penyebaran agama Islam sebab letak lalu lintas perdagangan sangat strategis dan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis membuat para pedagang Islam tidak lagi pergi ke Selat Malaka akan tetapi berpindah ke Banten dan Banten juga menjadi pengekspor lada yang sangat penting.
Banten lalu semakin maju sebab dikunjungi oleh banyak pedagang Arab, Persia, Gujarat, Cina, Turki dan beberapa pedagang lainnya. Sehingga di Banten akhirnya juga dibangun perkampungan seperti asal bangsa pedagang tersebut seperti Arab yang mendirikan Kampung Pakojan, Cina yang mendirikan Kampung Pecinan dan Indonesia yang mendirikan kampung Banda, Kampung Jawa dan beberapa kampung lainnya.
Sosial Budaya Kerajaan Banten
Banten yang sudah di-Islamkan oleh Fatahillah di tahun 1527 lalu mulai melandaskan hidup dengan dasar Islam dan sesudah berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran, Islam semakin menguat sampai ke pedalaman yang dikenal dengan Suku Badui, sementara mereka yang ingin mempertahankan tradisi lama serta menolak pengaruh Islam disebut dengan Pasundan Kawitan. Kehidupan sosial Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa sangat baik sebab Sultan sangat perhatian dengan kesejahteraan rakyatnya. Akan tetapi saat Sultan Ageng Tirtayasa meninggal dunia dan Belanda mulai campur tangan, kehidupan sosial masyarakat mulai merosot tajam.
Masa Kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten mulai mencapai puncak kejayaan pada pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa di tahun 1651 sampai 1682 dan kemudian Banten membangun armada. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa menentang Belanda dalam pembentukan VOC dan berusaha untuk keluar dari tekanan VOC yang sudah memblokade kapal dagang saat menuju ke wilayah Banten. Banten juga melakukan monopoli lada di wilayah Lampung yang merupakan perantara dari beberapa negara lain sehingga membuat Banten menjadi wilayah multi etnis serta sektor perdagangan yang sangat berkembang dengan cepat. Baca Artikel terkait lainnya Sejarah Candi Gedong Songo, Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa, Perkembangan Nasionalisme Indonesia.
Kemunduran Kerajaan Banten
Kerajaan Banten kemudian mulai mengalami kemunduran yang bermula dari perselisihan Sultan Ageng dengan putra beliau yakni Sultan Haji karena perebutan kekuasaan. VOC lalu memakai keadaan tersebut dengan cara memihak Sultan Haji dan membuat Sultan Ageng bersama dengan 2 orang puteranya yang lain yakni Pangeran Purbaya serta Syekh Yusuf harus mundur menuju pedalaman Sunda. Akan tetapi di tanggal 14 Maret 1683, Sultan Ageng kemudian di tangkap dan di tahan di Batavia dan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga di tangkap VOC serta Pangeran Purbaya yang kemudian juga menyerahkan dirinya.
Dengan kemenangan tersebut, Sultan haji menyerahkan Lampung di tahun 1682 pada VOC sebagai balasannya. Pada 22 Agustus 1682 akhirnya hadir surat perjanjian hak monopoli perdagangan lada di daerah Lampung ke tangan VOC. Sultan Haji kemudian meninggal pada tahun 1687 dan VOC menguasai Banten yang membuat pengangkatan Sultan Banten harus disetujui oleh Gubernur Jenderal Hindian Belanda di Batavia.
Setelah itu terpilih Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya untuk menggantikan Sultan Haji dan kemudian digantikan kembali oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin. Pada tahun 1808 sampai dengan 1810, Gubernur Hindia Belanda melakukan penyerangan ke Banten di masa pemerintahan Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin. Penyerangan ini terjadi karena Sultan tidak mau menuruti permintaan Hindia Belanda karena ingin memindahkan ibukota Banten ke Anyer. Tahun 1813, akhirnya Banten runtuh oleh Inggris.
Akhir Kerajaan Banten
Sesudah Sultan Haji berhasil mengalahkan pasukan Sultan Ageng, Belanda lalu memberikan surat perjanjian dan Sultan Haji mulai merasakan tekanan dari Belanda tersebut, sebab di dalam surat perjanjian berisi Banten tidak memiliki kekuatan dalam hal politik, ekonomi dan juga militer. Sultan Haji lalu sangat menyesal dengan apa yang ia lakukan terhadap ayahnya sendiri. Dengan perjanjian tersebut, pihak Belanda menjadi pemenang dan pada masa pemerintahan Sultan Haji terjadi banyak sekali pemberontakan dan juga kerusuhan.
Pembunuhan kemudian dilakukan rakyat Banten pada Belanda sebab Sultan Haji lebih memihak pada Belanda dan sebagian rakyat juga tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan Banten. Sultan Haji menjadi gelisah dan menyesal dengan apa yang sudah dilakukan pada ayah dan asik kandungnya sendiri. Belanda yang sudah dijadikan sahabat oleh Sultan Haji justru berbalik menyerangnya dan karena merasa tertekan, Sultan Haji akhirnya meninggal sehingga perebutan kekuasaan oleh anak-anaknya pun terjadi.
Perebutan kekuasaan tersebut membuat Belanda turun tangan dan mengangkat anak Sultan Haji bernama Abdul Fadl Muhammad Yahya sebagai Sultan Banten da pada masa pemerintahan tersebut, kekuasaan Banten berada di tangan Belanda sehingga kebijakan yang dilakukan Sultan haruslah mendapat persetujuan dari Belanda. Baca Artikel terkait lainnya Pertempuran Medan Area, Sejarah Candi Kalasan, Asal Usul Nusantara.
Demikian penjelasan lengkap yang bisa kami berikan mengenai sejarah Kerajaan Banten lengkap dengan nama-nama pemimpin kerajaan Banten, peninggalan bersejarah Kerajaan Banten, kehidupan perekonomian, sosial serta budaya. Semoga dengan ulasan yang kami berikan ini bisa menambah wawasan anda seputar sejarah yang ada di tanah air kita Indonesia dan semoga bisa bermanfaat. Kami mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penulisan, silahkan di share jika artikel ini bermanfaat, terima kasih.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…