Dalam bahasan kali ini akan mengangkat topik seputar sejarah Candi Pawon. Para penggemar wisata sejarah khususnya di Pulau Jawa tentu tidak asing dengan salah satu harta karun yang unik, ikonik, dan memiliki kesimetrisan kuno yang masih menawan ini. Berikut ini merupakan penjelasan sejarah Candi Pawon :
Sejarah Candi Pawon
Candi Pawon menjadi salah satu peninggalan berharga selain Candi Borobudur dan Candi Mendut di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Candi Pawon yang berukuran relatif kecil dengan sebuah bilik ini berada tersembunyi di tengah pemukiman penduduk desa setempat. Menurut sumber yang dikutip dari Balai Konservasi Borobudur serta beragam sumber sejarah Candi Mendut dan Candi Prambanan, pembangunan candi-candi ini diperkirakan terjadi bersamaan pada pertengahan abad ke 8 Masehi. Saat masa Kerajaan Mataram Kuno, candi ini masih digunakan dan terbukti akan ketahanannya karena hingga saat ini masih terlibat dalam upacara Waisak. (Baca juga: Sejarah Great Wall China )
Karena terletak di Pulau Jawa, masyarakat terutama suku Jawa sering menganggap candi ini berarti dapur (bahasa Jawanya ialah ‘pawon’). Namun sebagai bukti bercorak buddha dari masa klasik, Candi Pawon yang berarti pawuan atau tempat abu ini diambil menurut Bahasa Jawa Kuno serta dimanfaatkan sebagai penyimpanan abu jenazah bagi Raja Indra, pendahulu atau ayah Raja Samaratungga pada masa dinasti Syailendra.
Selain itu, rupanya candi yang sering disebut dengan Candi Brajanalan ini juga memiliki fungsi lain sebagai tempat bagi senjata Dewa Indra, sang Dewa penguasa petir dan halilintar, yang diambil dari kata ‘vajra’ artinya halilintar dan ‘anala’ yang berarti api sehingga disebut senjata Vajranala. Nama Brajanalan yang diambil dari Bahasa Sansekerta ini juga menjadi nama dusun tempat Candi Pawon berada.
Model Arsitektur dan Relief Candi Pawon
Ketika akan memasuki pintu masuk candi menuju bilik berukuran 2,65 m x 2,64 m dengan tinggi 5,20 meter, pengunjung dapat melihat sebuah ornamen Kalamakara yaitu bentuk kepala raksasa tradisional Indonesia tanpa rahang bawah tepat di atas pintu candi yang dipercaya mampu mengusir roh jahat. Tepat di kiri bawah kalamakara yang menggabungkan unsur hewan dan manusia juga terdapat ukiran 1904 penanda tahun usainya pemugaran candi. Pemugaran candi dilakukan di bawah naungan Dinas Purbakala dan J.G. de Casparis, seorang filolog atau ahli bahasa dalam sejarah asal Belanda sebagai penanggung jawab. Perlu diketahui bahwa relief pada Candi Pawon hanya bersifat dekoratif murni sehingga tidak ada urutan cerita yang mungkin terjadi di baliknya seperti pada beragam candi di Malang, Jawa Timur.
Sisi utara dan selatan pintu candi yang menghadap ke arah barat seperti Candi Mendut telah terukir oleh pahatan Kuwera atau Dewa Kekayaan serta relief pada sisi kanan dan kiri candi berupa sepasang burung berkepala manusia yang dinamakan Kinara dan Kinari. Meskipun pahatan dan relief yang semuanya berposisi berdiri ini sudah sedikit hancur (saat ini sisi selatan atau kiri pintu candi sudah berupa bata saja), tetapi secara umum garis ukiran burung yang tengah mengapit pohon hayati (kalpataru) tersebut masih bisa dilihat jelas.
Begitu pula relief sepasang manusia yang sedang mengudara di bagian atas dinding sisi kanan dan kiri candi bak angkasa. Di antara sepasang manusia ini terdapat area ukiran pohon kalpataru sangat detail yang indah dan memakan area yang cukup luas dan mencolok. Kebanyakan ukiran relief manusia maupun tumbuhan masih terlihat karena bentuknya yang besar, sedangkan pahatan atau relief yang berukuran kecil jika terkikis air hujan maupun rusak karena penyebab lainnya menjadi mudah tidak dikenali. Pihak yang berwenang terhadap candi pun akhirnya mengganti relief yang telah rusak dengan bata baru. Bata polos ini terlihat dengan jelas ketika disandingkan dengan bata lama di sekitarnya. (Baca juga: Langkah – Langkah Penelitian Ilmu Sejarah)
Pada tempat yang lebih atas dan posisi tengah, terdapat pahatan kumuda (daun kalpataru) yang keluar dari sebuah jambangan bulat. Pahatan kumuda diapit oleh dua jendela candi yang terbuat dari batu andesit ini membentuk ventilasi kecil yang berukuran sama. Ada suatu pendapat bahwa jendela ini merupakan lubang keluar masuknya angin maupun asap pembakaran yang menjadi unik karena mendasari penamaan candi. Rupanya asap pembakaran ini tidak hanya dikaitkan dengan pembakaran mayat raja untuk disimpan abunya tetapi juga dapat menjadi proses pembakaran peralatan ritual keagamaan setelah digunakan. (Baca juga: Sejarah Chichen Itza Mexico )
Meskipun bercorak buddha, candi ini memiliki tubuh yang ramping seperti bentuk candi hindu. Tubuh candi membentuk ruangan yang dahulu sebagai tempat arca Bodhhisatwa dimana sang raja diyakini telah mencapai tingkatan sosok yang mendedikasikan diri demi alam semesta tersebut. Sementara atap candi disusun dalam bentuk dasar persegi berbingkai kubah/stupa kecil atau dagoba pada masing-masing sisinya. Hiasan mencolok berupa segitiga kecil dan meruncing ke atas menyerupai mahkota yang simetris pada setiap sisi di bawah dagoba dan dihubungkan oleh bata-bata penyusun tubuh candi. Di bagian pusat atap persegi yang dikelilingi dagoba berukuran kecil terdapat sebuah dagoba yang lebih besar dan lebih tinggi sebagai puncak candi setinggi 13,3 meter ini.
Fakta Lainnya Mengenai Candi Pawon
Candi Pawon terletak secara astronomis pada 7° 36’ 21” LS, 110° 13’ 10” BT. Penemuan salah satu candi budha di Indonesia ini baru terjadi di akhir abad ke-19 dimana saat itu candi dalam kondisi tidak dapat dikenali karena semak belukar yang menutupi bahkan merusak bangunan candi. Adanya pembangunan candi sebagai pendermaan terhadap raja sebelumnya menunjukkan tradisi yang kuat, dimana hal ini berbeda dengan candi di Bali yang pada umumnya digunakan terutama sebagai tempat beribadah. Bahan penyusun candi ialah batu andesit, yaitu batuan vulkanis beku yang konon diambil dari Sungai Elo di Kota Magelang.
Eksistensi Candi Pawon disebut dalam peninggalan Prasasti Karang Tengah (824 M) yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno dimana relief candi ini disebut sebagai awal mula atau inspirasi relief Candi Borobudur. Sehingga tidak mengherankan terdapat pendapat yang menyatakan bahwa Candi Pawon ialah termasuk upa angga (bagian dari) Candi Borobudur. Ada juga pendapat seorang ahli yang menyebutkan bahwa penyucian badan dan pikiran dari kotoran batin umat dapat merujuk pada tempat suci yakni pintu Candi Borobudur. Pintu Candi Borobudur yang tergolong dalam candi terbesar di dunia inilah yang dikenal dengan Candi Pawon.
Candi Pawon, Candi Borobudur, dan Candi Mendut terletak dalam satu garis lurus di peta sehingga sampai saat ini diduga ketiga candi memiliki hubungan tertentu selain motif candi yang agak mirip. Sebagai titik di antara Candi Borobudur dan Candi Mendut, Candi Pawon menjadi lokasi yang sayang jika tidak dikunjungi meskipun ukurannya merupakan yang terkecil jika dibandingkan dengan Candi Borobudur dan sejarah Candi Mendut. Candi Pawon biasa menjadi tempat persinggahan berhawa cukup sejuk yang menyediakan aneka kuliner dan toko souveneir di sekitarnya sebelum melanjutkan perjalanan wisata ke Candi Borobudur maupun Candi Mendut. Hal ini juga didukung oleh mudahnya petunjuk jalan, akses, dan suasana yang tidak terlalu bising untuk menikmati keeksotisan candi maupun diabadikan melalui kamera pengunjung.
Area candi memiliki pagar berupa kawat tipis setinggi 1 meter yang mengelilingi candi. Jarak antara pintu jeruji pagar dengan candi tidak terlalu luas namun cukup untuk menampung umat Buddha ketika sedang melakukan upacara keagamaan. Namun diperkirakan bahwa dulunya area halaman candi sangat luas mengingat upacara dilakukan untuk pembakaran mayat raja. Di dalam bilik candi, terdapat beberapa relung candi yang kini telah kosong. Tentunya dahulu relung candi ini berisi arca buddha yang saat ini keberadaannya tidak diketahui. Pada Prasasti Karang Tengah bahkan menyebutkan bahwa arca Bodhhisatwa dapat bersinar sehingga sinkron dengan dugaan bahwa arca terbuat dari perunggu yang menandai zaman logam di Indonesia.
Namun ketiadaan arca saat ini mungkin dilatarbelakangi oleh alasan keamanan yang dahulu belum terjamin. Saat ini, Candi Pawon telah memiliki pagar dan gembok yang umum dijumpai pada candi di Magelang sehingga dapat mengamankan bilik candi di malam hari. Begitu pula fasilitas perawatan candi yang terus dilakukan agar mampu bertahan lama untuk menjadi sumber ilmu yang nyata di masa depan. Bahkan perbaikan candi sempat dilakukan oleh Balai Konservasi Borobudur pada tahun 2017 untuk mencegah kebocoran tepatnya masuknya air dalam celah candi sehingga memicu lumut dan jamur ketika musim penghujan.
Sebagai Warga Negara Indonesia, Anda sudah seharusnya bangga akan keragaman peninggalan sejarah yang ditemukan di Indonesia tepatnya wilayah Jawa Tengah. Rasa bangga ini akan lebih baik jika dilakukan dengan kunjungan menuju Candi Pawon secara langsung. Harga tiket yang mudah dijangkau tentu tidak menjadi alasan Anda untuk melewatkan kunjungan ke Candi Pawon. Selama berkunjung, Anda juga harus tetap menjaga kelestarian candi, misalnya dengan tidak merusak atau mencuri bagian candi, tidak membuang sampah sembarangan di sekitar candi, dan lain sebagainya. Selain itu, Anda dapat mempromosikan destinasi wisata Candi Pawon pada teman dan kerabat sehingga candi ini makin populer di kalangan masyarakat.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…