Museum kereta keraton Yogyakarta, sebuah museum yang berisi peninggalan bersejarah dari ratusan tahun silam ini terletak masih di dalam komplek keraton Yogyakarta itu sendiri, yakni disisi barat di sisi barat jalan Rotowijayan tepatnya di depan Bangsal Pagelaran. Museum ini telah ada sejak kesultanan Sri Sultan Hamengku buwono VII. Keraton Yogyakarta ini termasuk pada peninggalan kerajaan Islam di Indonesia.
Sejarah Museum Kereta Keraton Yogyakarta
Kereta ini digunakan oleh sultan sebagai kendaraan rekreasi, yakni Kereta Kapolitan namanya.
Digunakan oleh beberapa kelompok terpandang seperti para komandan prajurit Keraton, rombongan penari keraton dan rombongan para pengawal sultan. Contoh keretanya adalah seperti Kereta Kyai Jongwiyat dan semua kereta dengan nama Landower.
Sedangkan jenis kereta yang atanya tertutup ini khusus untuk digunakan oleh sultan dan keluarganya. Jenis keretanya adalah seperti Kereta Nyai Jimad, kereta Kyai Garudayaksa dan kereta Kyai Wimanaputra.
Koleksi Sejarah Museum Kereta Keraton Yogyakarta
Berikut adalah koleksi dari kereta kuda museum keraton Yogyakarta ini berdasarkan tahun pembuatan dan pembeliannya beserta fungsi dan kegunaannya.
Kereta Nyai Jimad merupakan kereta paling tua dari pada kereta lainnya yang merupakan buatan Belanda tahun 1750-an yang merupakan kereta pemberian dari gubernur Jendral Jacob Mossel berkat adanya hubungan dagang. Sebagai kereta kebesaran sultan Hamengku buwono I sampai Hamengku buwono IV, kereta Nyai Jimat ini wajib dijamasi setiap tahun. Kereta ini adalah kendaraan sultan sehari-hari yang ditarik oleh delapan ekor kuda. Saat ini, kondisi dari keseluruhan kereta masih sangat asli.
Kereta kuda ini merupakan buatan Inggris pada tahun 1800, namun ada pula sumber yang mengatakan bahwa kereta ini adalah buatan Belanda. Kereta ini ditarik oleh enam ekor kuda yang pernah digunakan oleh Pangeran Diponegoro dari Tegalrejo untuk menghadap ke Keraton. Pada Festival Keraton Nusantara, cat untuk kereta kuda ini kembali diperbaharui.
Kereta ini adalah buatan Belanda yang ditarik oleh empat ekor kuda yang dibeli pada tahun 1815 di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV. Kereta ini digunakan sebagai kendaraan untuk pesiar oleh Sultan bersama permaisurinya.
Ini adalah kereta buatan Perancis (Labourddette) pada tahun 1818 yang merupakan kereta peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono IV. Ini juga merupakan kereta pesiar yang ditarik oleh empat ekor kuda dengan pengendalinya (sais) berdiri dibelakang.
Dibeli pada tahun 1860 pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI yang mana kondisi kereta ini pun masih asli. Kereta ini ditarik oleh enam ekor kuda yang digunakan pada upacara pengangkatan putra mahkota.
Kereta yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1861 dimasa Sri Sultan Hamengku Buwono VI. Kereta ini ditarik oleh delapan ekor kuda dengan kesamaan warna dan jenis kelaminnya. Kereta ini digunakan sebagai kereta untuk penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono VI sampai Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Kereta ini dinamakan juga dengan kereta Kencana atau kereta emas. Pada kereta ini juga terdapat lambang burung garuda yang terbuat dari emas 18 karat seberat 20 kg. Mahkota pada kereta ini puncaknya berbentuk tugu monas yang terbuat dari kuningan, sedangkan desain dari kereta kencana ini datang dari masa Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pada kereta ini juga sudah ada teknologi dimana terdapat tangga turun otomatis saat pintu kereta terbuka layaknya pintu pesawat terbang. Kereta kencana atau kereta Garuda Yeksa ini masih digunakan hingga sekarang.
Dibeli pada tahun 1870 yang ditarik oleh empat ekor kuda. Kereta ini digunakan sebagai transportasi sehari-hari dan juga merupakan kendaraan untuk menonton pacuan kuda oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VI sampai Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Dibuat pada tahun 1880 di Den Haag, Belanda yang tarik oleh enam ekor kuda. Ini merupakan kereta peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang digunakan untuk kendaraan manggala yuda, pertempuran atau memeriksa barisan prajurit. Kereta ini jua ernah digunakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam upacara pernikahan putrinya.
Dibuat di Belanda pada tahun 1901 pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono XIII. Kereta ini digunakan untuk manggala yuda oleh panglima perang. Kereta ini didominasi oleh warna biru hingga kebagian rodanya.
Merupakan kereta buatan Belanda tahun 1901 pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Ada juga kereta Landower Wisman buatan Inggris tahun 1938 yang digunakan oleh buati keraton.
Merupakan kereta yang dirakit di Semarang pada tahun 1925 dengan suku cadang yang di datangkan dari Belanda yang digunakan untuk menjemput para penari keraton.
Kereta ini dibuat di Berlin pada tahun 1927 dan dibeli pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono XI yang digunakan untuk pengiring acara-acara dikeraton.
Kereta ini dibeli pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono XIII yang merupakan kendaraan untuk putra putri sultan yang masih remaja.
Kereta ini dibeli pada tahun 1938 pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang merupakan kereta yang membawa jenazah Sri Sultan Hamengku Buwono XI ke Imogiri.
Tradisi yang Sering Dilakukan Di Keraton Yogyakarta
Sebagai benda pusaka keraton, kereta-kereta ini juga diberikan ritual khusus, yaitu Jamasan. Merupakan ritual memandikan, memberi sesaji dan mendoakan semua kereta pusaka. Jamasan untuk kereta pusaka keraton ini dilaksanakan pada hari selasa kliwon atau jumat kliwon pertama dibulan Sura. Sedangkan upacara Jamasan untuk benda pusaka keraton ini diadakan di Gedong Pusaka dan Museum Kereta Keraton Yogyakarta.
Pemimpin upacara Jamasan kereta pusakan keraton ini di pimpin oleh sesepuh abdi dalem keraton sendiri yang bertugas menjaga museum kereta ini. Pelaksaan Jamasan untuk kereta Nyai Jimad harus ditemani oleh kereta lainnya yang dipilih bergantian di setiap tahunnya. Petugas dalam upacara Jamasan ini hanyalah laki-laki dengan mengenakan pakaian adat Yogyakarta lengkap dengan blangkon dan surjan.
Dalam upacara ini ada juga tradisi yang dinamakan ngalap berkah, merupakan sebuah tradisi yang dipercaya oleh masyarakat dimana air bekas cucian kereta akan membawa berkah yang dapat berkhasiat membawa kesuburan untuk sawah dan ladang mereka. Oleh karena itu, setiap kali upacara Jamasan ini dilakukan akan dihadiri oleh banyak penonton menunggu perolehan air bekas cucian kereta ini.
Demikianlah sejarah Museum Kereta Keraton Yogyakarta beserta koleksinya yang menjadi bukti sejarah dari Keraton Yogyakarta yang jelas sangat berbeda dengan sejarah museum Biologi Yogyakarta. Jika berkunjung ke Yogyakarta tidak lengkap rasanya jika tidak ikut menyusuri bangunan candi di Yogyakarta ini, seperti Candi Peninggalan Agama Hindu, Candi Peninggalan Budha atau tempat bersejarah lainnya.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…