Sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah Kota Bandung. Banyak persitiwa bersejarah yang terjadi di Bandung seperti Peristiwa Bandung Lautan Api. Akhirnya kota ini memiliki banyak bangunan bersejarah di Bandung. Pada artikel kali ini akan dibahas kelima belas bangunan bersejarah di Bandung, yaitu:
Gedung Sate pada masa Pemerintahan Hindia Belanda disebut sebagai Gouvernements Bedrijven (GB). Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Cops yang merupakan putri sulung Walikota Bandung. Gedung Sate awalnya diperuntukkan bagi Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Bahkan sempat menjadi pusat Pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum.
Pada 3 Desember 1945, terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh pemuda yang mempertahanakan Gedung Sate dari serangan Pasukan Gurkha. Demi mengenang jasa ketujuh pemuda tersebut maka didirikan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Berdasarkan perintah Menteri Pekerjaan Umum, pada tanggal 3 Desember 1970, tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.
Pada 23 Mei 1966, bangunan ini beralih fungsi menjadi Musem dan diresmikan oleh Panglima Divisi Siliwangi ke-8 yaitu Kolonel Ibrahim Adjie. Tahun 1979, gedung ini direhabilitasi dan menjadi gedung bertingkat dua. Penggunaannya diresmikan pada tanggal 10 November 1980 oleh Pangdam Siliwangi ke-15, Mayjen Yoga Sugama dan dengan penandatangannan prasasti oleh Presiden Soeharto. Museum ini berisi:
A.H. Nasution, Komandan Divisi III Siliwangi, mengobarkan semangat perjuangan dengan membumihanguskan Bandung Selatan. Seluruh warga Bandung Selatan pun ikut membakar wilayah mereka dan berbondong-bondong meninggalkan Bandung. Proses pembakaran ini disertai dengan pertempuran yang cukup dahsyat, terutama di daerah Dayeuhkolot. Pada peristiwa ini, dua pejuang tewas saat meledakkan gudang amunisi, yaitu Moh. Toha dan Moh. Ramdan. Nama keduanya diabadikan sebagai nama jalan disekitaran Tegal Lega, Bandung.
Pada masanya, gedung ini menjadi gedung pertemuan ”super club” yang paling mewah, lengkap, eksklusif, dan modern serta dapat menampung hingga 1.200 tamu. Gedung baru dibangun pada tahun 1940 di sisi timur bangunan lama oleh arsitek Ir. A.F. Aalbers. Pada masa pendudkan Jepang, gedung ini menjadi pusat kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) dan tempat pertemuan (Dai Toa Kaikan). Gedung ini menjadi markas pemuda Indnesia untuk menghadapi tentara Jepang yang tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya setelah Jepang kalah dari Sekutu.
Setelah Indonesia merdeka, gedung ini dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. Gedung ini berpindah tangan ke Pemerintah Indonesia menjelang Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Gedung ini semula bernama Gedung Societeit Concordia dan diubah namanya menjadi Gedung Merdeka oleh Presiden Soekarno pada tanggal 7 April 1955. Penamaan gedung ini dimotivasi oleh semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah.
Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika pun mewujudakan gagasan tersebut. Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika (Joop Ave), Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjajaran bekerjasama mewujudkan pendirian museum tersebut. PT Decenta merupakan pihak yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan teknis pendirian museum. Museum Konferensi Asia Afrika diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980.
Bangunan Bersejarah di Bandung selanjutnya adalah Benteng Pasir Ipis. Benteng Pasir Ipis terletak di Kampung Pasir Ipis, Kabupaten Bandung Barang. Benteng ini adalah benteng peninggalan Belanda yang membentang hampir mencapai 1 Km. benteng Pasir Ipis dibangun pada tahun 1891-1930. Sebagian bangunan benteng ini sudah tertimbun tanah dan pepohonan. Bagian badan benteng pun sudah ditumbuhi lumut. Fasilitas yang tersedia di Benteng Pasir Ipis belum memadai karena belum banyaknya peerhatian terhadap peninggalan Belanda ini.
Gedung Kolongdam didirikan pada tahun 1920 dan dimanfaatkan sebagai gedung utama Jaarbeurs de Bandung (pameran dagang tahunan). Pameran dagang diadakan pertama kali pada tanggal 20 Mei – 3 Juni 1920 dan dilanjutkan secara rutin setiap bulan Juni dan Juli. Selain itu, konferensi dan pameran dari berbagai industri di Priangan dan sekitarnya juga dilaksanakan di kompleks ini.
Gedung Kolongdam dirancang oleh arsitek ternama Hindia Belanda, yaitu Wolff Schoemaker. Beliau menggunakan gaya art deco dan dipengaruhi oleh gaya arsitek Frank Lloyd Wright. Gedung Kolongdam berbentuk salib dengan tiga patung manusia menghiasi fasade bangunan dengan desain yang dipengaruhi Mazhab Amsterdam. Kompleks bangunan dan paviliunnya sekarang dimanfaatkan menjadi Markas Komando Pendidikan dan Pelatihan Komando Daerah Militer III/Siliwangi.
Pada masa kolonial, gedung ini merupakan gedung pengadilan kolonial Belanda. Awalnya gedung ini berfungsi sebagai rumah hunian. Gedung ini beralih fungsi menjadi Gedung Pengadilan Negeri Belanda (Landraad) setelah renovasi kebakaran. Saat itu gedung ini dikenal dengan nama Den Landraad Te Bandoeng. Gedung ini sempat menjadi kantor Palang Merah Indonesia pada periode 1947-1949. Selanjutnya pada tahun 1950-1970, gedung ini menjadi Kantor Urusan Keuangan Negara. Hingga dialihfungsikan lagi sebagai kantor Jawatan Metrologi selama hampir 3 dekade.
Ide dan wacana tentang pelestarian aset gedung bersejarah di Kota Bandung dimulai pada tahun 1999. Hingga akhirnya pada tahun 2002, wacana ini berakhir dengan ditandatanganinya sebuah prasasti oleh Gubernur Jawa Barat, Ketua Umum Paguyuban Pasundan, dan Presiden Indonesia (Megawati Soekarno Poetri). Gedung ini dinamai Gedung Indonesia Menggugat pertama kali pada 2005 oleh Prof. Dr. (HC) Letjen TNI (Purn) Mashudi, Gubernur Jawa Barat 1960-1970, dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka 1978-1993. Gedung ini diresmikan menjadi ruang publik pada 18 Juni 2007.
Masjid ini diresmikan pada 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat, yaitu H.R. Nuriana. Proses pembangunan dan penataan ulang kawasan alun-alun dan Masjid Raya Bandung dinyatakan selesai pada tanggal 13 Januari 2004. Hal ini bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat.
Toko buku ini beralih fungsi menjadi sebuah bioskop pada tahun 1970-an. Bangunan ini kembali beralih fungsi menjadi sebuah gedung serba guna bernama Landmark Convention Center. Berbagai kegiatan sering diselenggarakan di gedung ini, mulai dari pesta pernikahan maupun acara kontemporer seperti pameran buku dan pergelaran seni.
Selanjutnya, Ir. E.H de Roo juga mengganti arsitektur Stasiun Bandung. Salah satuny adalah adanya hiasan kaca patri pada peron bagian selatan yang bergaya art deco. Surat kabar Belanda, Javabode, menuliskan bahwa masyarakat sekitar merayakannya selama 2 hari berturut-turut saat peresmian Stasiun Bandung. Peron utara akhirnya dibangun dan dijadikan bagian depan stasiun di Jalan Kebon Kawung pada tahun 1990.
Monumen ini memiliki 7 buah diorama pada ruang pameran tetap, relief yang menceritakan sejarah perjuangan rakyat Jawa Barat dari masa kerjaan hingga mempertahankan kemerdekaan, ruang perpustakaan, dan ruang audiovisual. Monju juga dilengkapi dengan halaman yang luas, mushola, dan toilet yang nyaman untuk pengunjung.
Villa ini dibangun pada tahun 1933 oleh seorang hartawan Belanda bernama Dominique Willem Berretty atas rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker. Bangunan mewah ini dijadikan rumah tinggal hingga akhirnya dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Hingga akhirnya, saat ini dijadikan Gedung UPI untuk kantor rektorat.
Inilah penjelasan mengenai bangunan bersejarah di Bandung. Semoga dapat menambah wawasan Anda. Semoga bermanfaat.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…