Ketegangan antar bangsa tidak serta merta berakhir dengan usainya perang dunia II pada Agustus 1945. Terjadinya perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur atau Amerika yang menganut paham kapitalis dan Uni Soviet dengan paham komunisnya, Penjajahan yang masih berlangsung terutama di kawasan Asia dan Afrika sejak abad ke 15, juga pembuatan senjata nuklir tetap menimbulkan kekhawatiran mengenai perang dunia selanjutnya. Masih banyak negara di Asia dan Afrika yang berjuang demi kemerdekaannya walaupun ada pula beberapa negara yang sudah dapat menyatakan dirinya merdeka.
Keberadaan Perserikatan Bangsa – Bangsa atau PBB pada saat itu belum berhasil menyelesaikan masalah – masalah tersebut ataupun mengatasi akibatnya yang dialami oleh bangsa – bangsa di Asia dan Afrika. Untuk itu pada tahun 1954 tercetus ide untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika oleh Presiden Soekarno yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Sastroamidjojo kepada Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotewala. Pada saat itu PM Ceylon mengundang para Perdana Menteri dari Birma, India, Indonesia dan Pakistan untuk pertemuan informal di negaranya. Setelah melalui serangkaian persiapan termasuk Konferensi Kolombo untuk membahasnya, Konferensi Asia Afrika akhirnya diadakan pada 18-24 April 1955 di Gedung Merdeka Bandung. Negara – negara penyelenggara Konferensi Asia Afrika adalah Indonesia, Myanmar / Burma, dan Sri Lanka , India, Pakistan. Konferensi diikuti oleh 29 negara,
Sekilas Tentang Gedung Merdeka Bandung
Sejarah Museum Asia Afrika di Bandung tidak dapat dilepaskan dari tempat penyelenggaraannya yaitu Gedung Merdeka yang terletak di jalan Asia Afrika no. 65 Bandung. Gedung ini berdiri pada tahun 1895 sebagai tempat berkumpulnya orang – orang Eropa terutama orang Belanda yang bertempat tinggal di Bandung dan sekitarnya. Pada 29 Juni 1879 orang Belanda mendirikan perkumpulan dengan nama Societeit Concordia. Arsitek C.P. Wolff Schoemaker menonjolkan gaya Art Deco pada gedung ini pada pembangunan di tahun 1921 untuk memberi warna rekreasi pada bangunannya.Perubahan ini membuat Gedung menjadi tempat pertemuan mewah, lengkap, eksklusif, dan modern.
Gaya internasional ditambahkan oleh A.F. Aalbers untuk menarik lebih banyak pengunjung pada 1940. Gedung berganti nama menjadi Dai Toa Kaikan pada masa penjajahan Jepang tahun 1942-1945 lalu digunakan sebagai pusat kebudayaan. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, gedung ini menjadi markas para pemuda Indonesia untuk menghadapi tentara Jepang yang tidak juga kunjung menyerah. Pda tahun 1949 gedung ini kembali mengalami perbaikan dan kembali digunakan sebagai Societeit Concordia, dan kembali digunakan sebagai tempat pertemuan kesenian, pesta, restoran dan pertemuan lainnya.
Pada tahun 1954 pemerintah menetapkan Bandung sebagai lokasi KAA, maka gedung ini sebagai tempat pertemuan terbesar dan termegah di Bandung terpilih menjadi lokasi berlangsungnya konferensi. Karena itu menjelang Konferensi Asia Afrika tahun 1955 namanya diganti oleh Presiden Soekarno menjadi Gedung Merdeka. Lokasinya yang berada di pusat kota dan dekat dengan Hotel Savoy Homann serta Preanger. Pemugaran gedung dilakukan oleh Jawatan PU Propinsi Jabar dipimpin Ir. R. Srigati Santoso. Simak juga tentang sejarah gedung sate bandung, sejarah berdirinya tugu monas, dan sejarah istana al hamra.
Pencetusan Museum Asia Afrika
Konferensi Asia Afrika nyatanya membuahkan hasil berupa kesuksesan besar untuk mempersatukan negara – negara di Asia Afrika, maupun untuk menyusun pedoman kerja sama diantara bangsa – bangsa Asia Afrika dan membantu terciptanya ketertiban serta perdamaian di dunia. Hasil dari Konferensi ini adalah Dasa Sila Bandung yang di kemudian hari digunakan sebagai pedoman bagi bangsa – bangsa di dunia yang masih terjajah dalam berjuang mendapatkan kemerdekaan, dan menjadi prinsip dasar dalam usaha untuk memajukan perdamaian serta kerja sama dunia.
Konferensi ini tidak hanya sukses di zamannya namun juga masih berlanjut ke masa sesudahnya sehingga jiwa dan semangat KAA tetap hidup dan menentukan sejarah dunia. Sejarah museum asia afrika di bandung dimulai ketika timbul keinginan untuk mengabadikan hasil konferensi menjadi sesuatu warisan yang dapat disaksikan para anak – anak bangsa generasi selanjutnya.
Pada forum rapat Panitia Peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika di tahun 1980, Menlu RI Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja menyampaikan ide untuk membangun sebuah museum, yang didukung oleh keinginan para pemimpin Asia Afrika mengenai pembuatan museum tersebut. Gedung Merdeka terpilih sebagai lokasi museum tersebut karena Bandung adalah lokasi terselenggaranya KAA. Gagasan tersebut disambut baik terutama oleh Presiden Soeharto dan kemudian diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun KAA sekaligusn Dirjen Protokol dan Konsuler Deplu, yang bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, serta Pemda Tingkat I Propinsi Jabar serta Universitas Pajajaran.
Proyek pembangunan Museum Asia Afrika dikerjakan oleh PT. Decenta Bandung dan diresmikan pada 24 April 1980 oleh Presiden Soeharto, bersamaan dengan dihelatnya puncak peringatan 25 tahun KAA. Museum KAA berada di dalam Gedung Merdeka. Ada dua bangunan utama, yang pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, dan gedung yang berada di sampingnya yaitu Museum Asia Afrika. Pembangunannya dilakukan oleh pemerintah RI dan berada di bawah wewenang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sedangkan pengelolaan museum ada pada Departemen Luar Negeri dan Pemda Tingkat 1 Propinsi Jawa Barat. Kedudukan museum KAA pada 18 Juni 1986 dialihkan dari Depdikbud ke Deplu dengan diawasi oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Masalah Luar Negeri. Kemudian tahun 2003 dilakukan restrukturisasi di Deplu, maka museum KAA dialihkan ke Ditjen Informasi, Diplomasi Publik dan Perjanjian Internasional. Divisi ini kemudian berganti nama menjadi Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik dan tetap memegang pengelolaan Museum KAA.
Penataan Museum Asia Afrika
Museum ini adalah saksi bisu dunia politik Indonesia setelah masa kemerdekaan, dan penting untuk dikunjungi sebagai salah satu referensi bagi generasi muda yang perlu mengetahui sejarah negaranya sendiri. Sejarah museum Asia Afrika di Bandung pada masa sekarang mengalami penataan ulang saat peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika tertanggal 24-25 April 2005. Penataan pameran di museum dilakukan atas prakarsa Menlu RI Dr. N. Hassan Wirajuda, dan dilakukan dengan kerjasama Deplu dengan Sekneg dan Pemprov Jabar. Pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh Vasco Design dan Wika Realty. Simak juga sejarah kota tua jakarta, sejarah berdirinya istana bogor, dan sejarah berdirinya gedung pancasila serta peristiwa bandung lautan api.
Tarif untuk masuk ke dalam museum ini gratis, jadi pengunjung bebas untuk masuk tanpa mengeluarkan biaya. Biaya dikenakan untuk pengunjung dengan keperluan komersial. Museum dibuka sejak hari Selasa hingga Jumat mulai pukul 9 pagi hingga 4 sore, dengan jam istirahat makan siang sekitar pukul 12 sampai 1 siang. Apabila ada pengunjung yang berkebutuhan khusus atau rombongan minimal sejumlah 25 orang perlu melakukan reservasi sebelumnya. Anda perlu memastikan lebih dulu jika hendak ke sana ke nomor telepon 022-4233564. Peraturan di dalam museum ini tentunya sama seperti sebagian besar museum lainnya, yaitu tertib, menjaga kebersihan dan tidak diperkenankan merokok, makan dan minum.