Sejarah perjuangan kemerdekaan di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah Kota Bandung. Banyak persitiwa bersejarah yang terjadi di Bandung seperti Peristiwa Bandung Lautan Api. Akhirnya kota ini memiliki banyak bangunan bersejarah di Bandung. Pada artikel kali ini akan dibahas kelima belas bangunan bersejarah di Bandung, yaitu:
- Gedung Sate
Gedung Sate memiliki ciri khas berupa ornamen tusuk sate pada menara sentralnya. Sejarah berdirinya Gedung Sate atau sejarah Gedung Sate menunjukkan bahwa gedung ini mulai dibangun tahun 1920 dan hingga saat ini masih berdiri kokoh. Gedung Sate berfungsi sebagai gedung pusat Pemerintahan Jawa Barat.
Gedung Sate pada masa Pemerintahan Hindia Belanda disebut sebagai Gouvernements Bedrijven (GB). Peletakkan batu pertama dilakukan oleh Johanna Catherina Cops yang merupakan putri sulung Walikota Bandung. Gedung Sate awalnya diperuntukkan bagi Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan Umum. Bahkan sempat menjadi pusat Pemerintahan Hindia Belanda setelah Batavia dianggap sudah tidak memenuhi syarat sebagai pusat pemerintahan karena perkembangannya, sehingga digunakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum.
Pada 3 Desember 1945, terjadi peristiwa yang memakan korban tujuh pemuda yang mempertahanakan Gedung Sate dari serangan Pasukan Gurkha. Demi mengenang jasa ketujuh pemuda tersebut maka didirikan tugu dari batu yang diletakkan di belakang halaman Gedung Sate. Berdasarkan perintah Menteri Pekerjaan Umum, pada tanggal 3 Desember 1970, tugu tersebut dipindahkan ke halaman depan Gedung Sate.
- Museum Mandala Wangsit Siliwangi
Bangunan Bersejarah di Bandung selanjutnya Museum Mandala Wangsit Siliwangi yang dibangun pada masa penjajahan Belanda antara tahun 1910-1915. Bangunan ini memiliki gaya arsitektur Romantisisme dan digunakan sebagai tempat tinggal pawa perwira Belanda. Selanjutnya bangunan ini digunakan markas untuk bersembunyi dari pihak Jepang saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942. Bangunan ini kemudian diambil alih oleh Pasukan Siliwangi dan digunakan sebagai markas Divisi Siliwangi (Akademi Militer Bandung) setelah kemerdekaan, yaitu pada tahun 1949-1950.
Pada 23 Mei 1966, bangunan ini beralih fungsi menjadi Musem dan diresmikan oleh Panglima Divisi Siliwangi ke-8 yaitu Kolonel Ibrahim Adjie. Tahun 1979, gedung ini direhabilitasi dan menjadi gedung bertingkat dua. Penggunaannya diresmikan pada tanggal 10 November 1980 oleh Pangdam Siliwangi ke-15, Mayjen Yoga Sugama dan dengan penandatangannan prasasti oleh Presiden Soeharto. Museum ini berisi:
- Koleksi peralatan perang yang digunakan oleh Pasukan Kodam Siliwangi dari senjata tradisional Sunda hingga senjata modern
- Peralatan perang di zaman perang kemerdekaan Indonesia saat masa Pendudukan Jepang
- Galeri lukisan yang menggambarkan romusha atau kerja paksa pada masa pendudukan Jepang
- Koleksi fotografi peristiwa Bandung Lautan Api dan peristiwa peracunan tanggal 17 Februari 1949
- Koleksi bedok (busana) yang digunakan Ki Hadjar Dewantara
- Monumen Bandung Lautan Api
Monumen Bandung Lautan Api dibangun untuk mengenang Peristiwa Bandung Lautan Api yang terjadi pada tanggal 23 Maret 1946. Peristiwa ini berawal dari ultimatum tentara sekutu agar Tentara Republik Indonesia (TRI sekarang TNI) meninggalkan kota Bandung. Selain itu, mereka juga menginginkan agar semua warga Bandung di luar TNI dan BKR menyerahkan senjata. Warga Bandung menganggap hal ini sebagai tindakan menyerah tanpa syarat.
A.H. Nasution, Komandan Divisi III Siliwangi, mengobarkan semangat perjuangan dengan membumihanguskan Bandung Selatan. Seluruh warga Bandung Selatan pun ikut membakar wilayah mereka dan berbondong-bondong meninggalkan Bandung. Proses pembakaran ini disertai dengan pertempuran yang cukup dahsyat, terutama di daerah Dayeuhkolot. Pada peristiwa ini, dua pejuang tewas saat meledakkan gudang amunisi, yaitu Moh. Toha dan Moh. Ramdan. Nama keduanya diabadikan sebagai nama jalan disekitaran Tegal Lega, Bandung.
- Gedung Merdeka
Gedung Merdeka berada di Jalan Asia Afrika No. 65, Kota Bandung. Gedung ini dulunya adalah sebuah toko yang dimiliki warga keturunan Tionghoa. Toko tersebut dijadikan tempat berkumpul orang-orang Belanda di Bandung yang menjadi anggota Societeit Concordia pada tahun 1879. Toko ini pun dibeli dan diperluas bangunannya pada tahun 1895. Bangunan ini direnovasi secara besar-besaran pada tahun 1921 oleh arsitek Van Gallen Las dan C.P. Wolff Schoemaker dengan menggunakan gaya art deco.
Pada masanya, gedung ini menjadi gedung pertemuan ”super club” yang paling mewah, lengkap, eksklusif, dan modern serta dapat menampung hingga 1.200 tamu. Gedung baru dibangun pada tahun 1940 di sisi timur bangunan lama oleh arsitek Ir. A.F. Aalbers. Pada masa pendudkan Jepang, gedung ini menjadi pusat kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) dan tempat pertemuan (Dai Toa Kaikan). Gedung ini menjadi markas pemuda Indnesia untuk menghadapi tentara Jepang yang tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya setelah Jepang kalah dari Sekutu.
Setelah Indonesia merdeka, gedung ini dipergunakan lagi sebagai gedung pertemuan umum. Gedung ini berpindah tangan ke Pemerintah Indonesia menjelang Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Gedung ini semula bernama Gedung Societeit Concordia dan diubah namanya menjadi Gedung Merdeka oleh Presiden Soekarno pada tanggal 7 April 1955. Penamaan gedung ini dimotivasi oleh semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan bangsa Asia-Afrika yang masih terjajah.
- Museum Konferensi Asia-Afrika
Sejarah Museum Asia Afrika di bandung tidak terlepas dari gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S. H., LL.M. Beliau menyatakan gagasan tersebut karena terilhami oleh keinginan untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika 1955 yang merupakan tonggak terbesar keberhasilan politik luar negeri Indonesia. Gagasan tersebut memperoleh sambutan baik, utamanya dari Presiden Soeharto.
Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika pun mewujudakan gagasan tersebut. Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun Konferensi Asia Afrika (Joop Ave), Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri, Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Barat, dan Universitas Padjajaran bekerjasama mewujudkan pendirian museum tersebut. PT Decenta merupakan pihak yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan teknis pendirian museum. Museum Konferensi Asia Afrika diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 24 April 1980.
- Benteng Pasir Ipis
Bangunan Bersejarah di Bandung selanjutnya adalah Benteng Pasir Ipis. Benteng Pasir Ipis terletak di Kampung Pasir Ipis, Kabupaten Bandung Barang. Benteng ini adalah benteng peninggalan Belanda yang membentang hampir mencapai 1 Km. benteng Pasir Ipis dibangun pada tahun 1891-1930. Sebagian bangunan benteng ini sudah tertimbun tanah dan pepohonan. Bagian badan benteng pun sudah ditumbuhi lumut. Fasilitas yang tersedia di Benteng Pasir Ipis belum memadai karena belum banyaknya peerhatian terhadap peninggalan Belanda ini.
- Gedung Kolongdam
Gedung Kolongdam didirikan pada tahun 1920 dan dimanfaatkan sebagai gedung utama Jaarbeurs de Bandung (pameran dagang tahunan). Pameran dagang diadakan pertama kali pada tanggal 20 Mei – 3 Juni 1920 dan dilanjutkan secara rutin setiap bulan Juni dan Juli. Selain itu, konferensi dan pameran dari berbagai industri di Priangan dan sekitarnya juga dilaksanakan di kompleks ini.
Gedung Kolongdam dirancang oleh arsitek ternama Hindia Belanda, yaitu Wolff Schoemaker. Beliau menggunakan gaya art deco dan dipengaruhi oleh gaya arsitek Frank Lloyd Wright. Gedung Kolongdam berbentuk salib dengan tiga patung manusia menghiasi fasade bangunan dengan desain yang dipengaruhi Mazhab Amsterdam. Kompleks bangunan dan paviliunnya sekarang dimanfaatkan menjadi Markas Komando Pendidikan dan Pelatihan Komando Daerah Militer III/Siliwangi.
- Gedung Indonesia Menggugat
Gedung Indonesia Menggugat berada di Jl. Perintis Kemerdekaan No. 5, Kota Bandung. Nama gedung diambil dari judul pidato pembelaan yang dibuat oleh Soekarno, yaitu Indonesia Menggugat (Indonesie Klaagt Aan). Beliau membacakannya sendiri di salah satu ruang di Gedung Indonesia Mengguat pada sidang pengadilan kasus politiknya tahun 1930.
Pada masa kolonial, gedung ini merupakan gedung pengadilan kolonial Belanda. Awalnya gedung ini berfungsi sebagai rumah hunian. Gedung ini beralih fungsi menjadi Gedung Pengadilan Negeri Belanda (Landraad) setelah renovasi kebakaran. Saat itu gedung ini dikenal dengan nama Den Landraad Te Bandoeng. Gedung ini sempat menjadi kantor Palang Merah Indonesia pada periode 1947-1949. Selanjutnya pada tahun 1950-1970, gedung ini menjadi Kantor Urusan Keuangan Negara. Hingga dialihfungsikan lagi sebagai kantor Jawatan Metrologi selama hampir 3 dekade.
Ide dan wacana tentang pelestarian aset gedung bersejarah di Kota Bandung dimulai pada tahun 1999. Hingga akhirnya pada tahun 2002, wacana ini berakhir dengan ditandatanganinya sebuah prasasti oleh Gubernur Jawa Barat, Ketua Umum Paguyuban Pasundan, dan Presiden Indonesia (Megawati Soekarno Poetri). Gedung ini dinamai Gedung Indonesia Menggugat pertama kali pada 2005 oleh Prof. Dr. (HC) Letjen TNI (Purn) Mashudi, Gubernur Jawa Barat 1960-1970, dan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka 1978-1993. Gedung ini diresmikan menjadi ruang publik pada 18 Juni 2007.
- Masjid Raya Bandung
Masjid Raya Bandung berstatus sebagai masjid Provinsi bagi Jawa Barat. Masjid Raya Bandung dibangun pada tahun 1810 dan telah mengalami 8 kali perombakan pada abada ke-19, 5 kali pada abad ke-20, hingga akhirnya direnovasi pada tahun 2001.
Masjid ini diresmikan pada 4 Juni 2003 oleh Gubernur Jawa Barat, yaitu H.R. Nuriana. Proses pembangunan dan penataan ulang kawasan alun-alun dan Masjid Raya Bandung dinyatakan selesai pada tanggal 13 Januari 2004. Hal ini bersamaan dengan pergantian nama dari Masjid Agung Bandung menjadi Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat.
- Gedung Konvensi Landmark
Gedung Konvensi Landmark sudah ada sejak tahun 1922. Gedung ini dirancang oleh C.P. Wolff Schoemaker dan memiliki desain yang sangat khas. Gedung ini awalnya berfungsi sebagai toko buku dan percetakan Van Dorp.
Toko buku ini beralih fungsi menjadi sebuah bioskop pada tahun 1970-an. Bangunan ini kembali beralih fungsi menjadi sebuah gedung serba guna bernama Landmark Convention Center. Berbagai kegiatan sering diselenggarakan di gedung ini, mulai dari pesta pernikahan maupun acara kontemporer seperti pameran buku dan pergelaran seni.
- Stasiun Bandung
Ide awal pendirian Stasiun Bandung terkait dengan pembukaan perkebunan di Bandung tahun 1870. Stasiun Bandung diresmikan pada 17 Mei 1884 pada masa pemerintahan Bupati Koesoemadilaga. Pada 6 April 1925, sebuah monument diresmikan di depan pintu selatan stasiun bernama Monumen Purwa Aswa Purba. Monumen ini adalah hasil rancangan arsitek Ir. E.H de Roo untuk memperingati 50 tahun Staatsspoorwegen (SS) berkarya di Tanah Jawa. Monumen ini merupakan hadiah dari Walikota Bandung kepada SS atas jasanya yang berhasil mempersatukan Pulau Jawa dengan kereta api.
Selanjutnya, Ir. E.H de Roo juga mengganti arsitektur Stasiun Bandung. Salah satuny adalah adanya hiasan kaca patri pada peron bagian selatan yang bergaya art deco. Surat kabar Belanda, Javabode, menuliskan bahwa masyarakat sekitar merayakannya selama 2 hari berturut-turut saat peresmian Stasiun Bandung. Peron utara akhirnya dibangun dan dijadikan bagian depan stasiun di Jalan Kebon Kawung pada tahun 1990.
- Gedung Pakuan
Gedung Pakuan dibangun berdasarkan perintah Gubernur Jenderal Ch.F. Pahud. Hal ini disebabkan karena pemindahan ibukota Karesidenan Priangan dari Cianjur ke Bandung. Pemindahan tersebut baru dapat terlaksana oleh Residen Van der Moore pada tahun 1864. Gedung Pakuan dirancang oleh Insinyur Kepala dari Departement van Burgerlijke Openbare Werken (B.O.W) yang menjadi staf dari Residen Van der Moore. Gedung ini sejak zaman Hindia Belanda telah menjadi tempat persinggahan orang penting, tamu resmi, dan tokoh dunia. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, gedung ini adalah rumah kediaman resmi Residen Priangan. Saat ini, Gedung Pakuan dijadikan rumah dinas sebagai tempat kediaman resmi Gubernur Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat.
- Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monju)
Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat adalah Museum Sejarah Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang disahkan oleh Gubernur Jawa Barat (R. Nana Nuriana) pada 23 Agustus 1995. Lokasi monument ini berhadapan dengan Gedung Sate dan di depan Universitas Padjadjaran. Monju berbentuk memiliki model bangunan berbentuk bambu runcing yang berpadu dengan gaya arsitektur modern.
Monumen ini memiliki 7 buah diorama pada ruang pameran tetap, relief yang menceritakan sejarah perjuangan rakyat Jawa Barat dari masa kerjaan hingga mempertahankan kemerdekaan, ruang perpustakaan, dan ruang audiovisual. Monju juga dilengkapi dengan halaman yang luas, mushola, dan toilet yang nyaman untuk pengunjung.
- Villa Isola Bandung
Villa Isola Bandung merupakan villa yang berlokasi di kawasan pinggiran utara Kota Bandung. Saat ini, gedung ini digunakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Bangunan ini juga menggunakan gaya arsitektur art deco.
Villa ini dibangun pada tahun 1933 oleh seorang hartawan Belanda bernama Dominique Willem Berretty atas rancangan Charles Prosper Wolff Schoemaker. Bangunan mewah ini dijadikan rumah tinggal hingga akhirnya dijual dan menjadi bagian dari Hotel Savoy Homann. Hingga akhirnya, saat ini dijadikan Gedung UPI untuk kantor rektorat.
- Monumen Husein Sastranegara
Monumen Husein Sastranegara berdiri kokoh di Jalan Pajajaran dekat dengan gapura bertuliskan Pangkalan TNI Angkatan Udara Husein Sastranegara. Patung Husein Sastranegara dibangun untuk mengenang jasa Husein Sastranegara, yaitu seorang perintis TNI-AU bersama Agustinus Adisucipto, Halim Perdanakusuma, Abdulrahman Saleh, dan Iswahyudi. Husein gugur di usianya yang ke-27 saat latihan pesawat Cukiu yang jatuh di kampung Gowongan Lor, Yogyakarta. Husein Sastranegara kemudian diabadikan namanya menjadi Bandara Internasional Husein Sastranegara dan Pangkalan Udara Husein Sastranegara berdasarkan Keputusan Kasau No. 76 Tahun 1952.
Inilah penjelasan mengenai bangunan bersejarah di Bandung. Semoga dapat menambah wawasan Anda. Semoga bermanfaat.