Candi Sukuh merupakan salah satu candi di Jawa Tengah, tepatnya di lereng barat Gunung Lawu, Dusun Sukuh, Kec. Ngargoyoso, Kab. Karanganyar. Candi Sukuh berhasil ditemukan pada tahun 1815 dalam keadaan sudah runtuh oleh Johnson, pada masa pemerintahan Raffles. Candi Sukuh akhirnya oleh Van der Vlis dan hasil penelitiannya ditulis kedalam sebuah buku berjudul Prove Eener Beschrijten op Soekoeh en Tjeto. Penelitian candi sukuh kemudian dilanjutkan Hoepermans dari tahun 1864-1867 dan dituliskan kedalam buku berjudul Hindoe Oudheiden van Java.
Candi Sukuh merupakan salah satu candi peninggalan agama hindu. Menurut penelitian, candi ini dibangun pada akhir abad ke-15 M. Candi ini cukup berbeda dibandingkan candi Hindu pada umumnya. Bahkan desain Candi Sukuh dianggap telah menyimpang dari kitab pedoman untuk pembuatan bangunan suci bagi agam Hindu. Menurut pedoman, sebuah candi haruslah berbentuk bujur sangkar dan tempat paling suci berada di tengahnya. Penyimpangan pada candi ini diduga pada masa pembuatannya, pengaruh Hindusme di Jawa mulai memudar.
Memudarnya pengaruh Hinduisme ternyata menghidupkan kembali kebudayaan pada zaman Megalitikum. Ini terlihat dalam arsitek Candi Sukuh yang memiliki teras berundak. Bentuk bangunan yang berundak merupakan salah satu ciri khas bangunan suci yang dibuat pada masa pra-Hindu. Selain itu pada masa pra-Hindu tempat paling suci akan berada di bagian paling belakang dang paling tinggi.
Menurut para ahli, candi bercorak hindu hasil peninggalan kerajaan Majapahit ini sengaja dibangun untuk pengruwatan menangkal ataupun melepaskan kekuatan buruk dalam kehidupan seseorang berdasarkan relief yang ditemukan. Dalam Candi Sukuh kalian akan menemukan relief-relief berceritakan pengruwatan, seperti Sudamala dan Garudheya. Bahkan ditemukan arca garuda dan kura-kura didalamnya.
Kompleks Candi Sukuh sendiri memiliki luas + 5.500 m2, dan terdiri atas tiga teras berundak. Bahkan sepintas candi sukuh menyerupai bangunan pemujaan milik Suku Maya. Uniknya, gerbang utama dan gerbang lainnya yang menuju setiap teras menghadap ke arah barat. Ini berbeda dibandingkan candi-candi di Jawa tengah yang biasanya akan menghadap ke timur. Selain itu tiga teras bersusun ini terbelah dua di tengahnya, dimana ada batu yang ditata seperti jalan untuk menuju gerbang teras lainnya.
Gapura yang menuju teras pertama adalah gapura paduraksa, yang merupakan gapura dengan atap. Di ambang pintu gapura kalian akan melihat relief kala berjanggut panjang. Sedangkan pada dinding sayap utara gapura ada pahatan seorang yang berlari dengan menggigit ekor ular yang telah melingkar. Menurut penelitian, pahatan ini adalah sebuah sengkalan yang dibaca gapura buta anahut buntut. Sengkalan ini diperkirakan sebagai tahun 1359 Saka ataupun tahun 1437 M. Dimana tahun itulah pembangunan candi ini berhasil diselesaikan. Dan kemudia candi inilah yang menjadi salah satu cikal sejarah kerajaan Majapahit di Indonesia
Pada sayap selatan terdapat gapura dengan pahatan seorang tokoh ditelan oleh raksasa. Pahatan ini merupakan sengkalan juga yang dibaca gapura buta mangan wong. Ini berarti gapura raksasa yang memakan manusia. Sengkalan ini diperkirakan sebagai angka tahun 1359 Saka ataupun 1437 M. Pada bagian luar gapura ada pahatan yang bergambar sepasang burung sedang menghinggapi atas pohon, sedangkan di bawahnya ada seekor anjing serta burung garuda dan sayapnya terbentang mencengkeram ular. Di halaman depan, kalian akan menemukan sekumpulan batu beraneka bentuk. Di antaranya memiliki desain berlubang di atasnya, menyerupai lingga, bahkan ada yang mirip dengan tempayan
Di ruang dalam gapura, tepatnya di lantai, kalian akan menemukan pahatan gambar phallus serta vagina yang bentuknya sangat nyata dan hampir bersentuhan satu dengan lainnya. Pahatan ini menggambarkan bersatunya lingga yang mencerminkan kelamin perempuan serta yoni yang merupakan kelamin laki-laki yang melambangkan kesuburan. Saat ini disekeliling pahatan telah diberikan pagar yang membuat gapura sulit dilalui. Untuk menaiki menuju teras pertama, para pengunjung biasanya akan menggunakan tangga pada sisi gapura. Karena diyakini jika pahatan ini bertujuan sebagai ‘suwuk’ atau mantra serta obat buat ‘ngruwat’ atau menyembuhkan segala sesuatu yang mengotori hati. Itulah alasan kenapa relief dipahatkan di lantai pintu masuk.
Yang membuat orang yang masuk akan melangkahinya. Sehingga dimaksudkan segala kekotoran dalam tubuhnya akan sirna begitu saja. Di atas pintu gapura yang menghadap pelataran teras pertama. Kalian akan menemukan hiasan Kalamakara yang sudah rusak parah. Pada dinding di sayap utara serta selatan ada pahatan seorang lelaki yang berjongkok dengan memegang senjata.
Pelataran teras pertama tidaklah luas dikarenakan adanya batu-batu bersusun yang membentuk jalan kearah teras kedua menuju gapura. Di bagian utara pelataran teras yang pertama ada 3 buah panel batu berjajar. Panel pertama memiliki pahatan berupa seorang laki yang sedang berkuda dengan diikuti oleh pasukan bersenjata tombak.
Disampingnya ada seorang lelaki berjalan dengan memayunginya. Pada panel kedua terdapat pahatan sepasang lembu sedangkan pada panel ketiga terdapat pahatan seorang lelaki sambil menunggangi gajah. Dan pada bagian selatan kalian alan menemukan sekumpulan batu dengan berbagai bentuk serta beberapa buah lingga.
Pada bagian timur laut atau di belakang pelataran di teras kedua ada sebuah gerbang yang berbentuk gapura besar dengan mengapit tangga yang mengarah ke pelataran teras kedua. Tidak ditemukan pahatan ataupun hiasan pada dindingnya. Dipelataran teras kedua pun tidaklah luas bahkan tidak ada arca atau relief.
Pada bagian utara timur atau di belakang pelataran teras kedua ada gerbang berbentuk gapura bentar dengan mengapit tangga ke arah pelataran teras ketiga. Gapura ini sudah rusak parah tapi kalian akan menemukan sepasang arca Dwarapal didepannya. Tapi tentu saja arca ini dalam kondisi yang tidak baik. Pahatan kedua berupa arca penjaga pintu berwujud kasar, kaku tapi wajahnya tidak menyeramkan sama sekali bahkan terlihat lucu.
Pada teras ketiga letaknya yang paling tinggi diyakini sebagai tempat paling suci. Pelataran teras ketiga memiliki dua sisi, yaitu utara dan selatan. Serta jalan batu yang menuju ke bangunan suci berada di bagian belakang. Di pelataran halaman ketiga ada banyak sekali arca serta panel batu yang bergambar. Pada bagian depan pelataran di utara kalian akan menemukan 3 arca manusia bersayap serta berkepala garuda dengan posisi berdiri serta sayapnya yang membentang.
Cuma tersisa satu dalam kondisi baik dari ketiga arca itu. Dua arca lainnya rusak dan tidak berkepala lagi. Salah satu arca garuda ditemukan angka bertahunkan 1363 Saka ataupun 1441 M serta 1364 Saka atau 1442 M. Pada sisi utara ditemukan juga panel-panel batu berjajar, yang berhiaskan pahatan berupa gajah serta sapi. Didepan bangunan utama yang mengarah ke selatan, kalian akan menemukan tiang batu dengan pahatan berupa kisah Garudheya. Sedangkan di sudut kiri bagian atas ada prasasti dengan huruf serta bahasa Kawi yang berbunyi “Padamel rikang buku tirta sunya” yang menandakan tahun 1361 Saka. Garudheya sendiri merupakan nama untuk seekor Garuda, milik putra angkat Dewi Winata.
Sang dewi diyakini memiliki saudara sekaligus menjadi madunya bernama Dewi Kadru. Dewi Kadru dipercatai memiliki beberapa anak angkat berwujud ular. Dalam sebuah pertarungan Dewi Kadru berhasil mengalahkan Dewi Winata sehingga Dia harus menjalani kehidupan menjadi budak Dewi Kadru serta anak-anaknya. Garudheya mendapatkan Tirta Amerta sebagai syarat peruwatan ataupun pembebasan bagi ibunya dari perbudakan Dewi Kadru serta anak-anaknya. Relief kisah Garudheya ini bisa kalian temukan pada Candi Kidal, Jawa Timur yang dibuat oleh Anusapati buat meruwat ibunya, Ken Dedes. Pada bagian selatan pelataran teras yang ketiga ada panel-panel batu berjajar. Panel-panel batu ini memiliki pahatan berceritakan Kidung Sudamala.
Kidung Sudamala menceritakan tentang Sadhewa, yang merupakan salah satu satria kembar yang merupakan salah satu dari kelima satria Pandawa, yang berhasil menghilangkan kutukan pada Dewi Uma, yang merupakan istri Bathara Guru. Dewi Uma sendiri dikutuk oleh suaminya karena kemarahannya pada saat suaminya minta untuk dilayani karena menurutnya kurang layak. Karena kemarahan yang meluap-luap inilah Sang Dewi dikutuk sehingga berubah menjadi seorang raksasa yang dikenal sebagai Bathari Durga. Bathari Durga inilah yang kemudian menyamar sebagai Dewi Kunthi, yang merupakan ibu para Pandawa. Dia lalu mendatangi Sadewa serta meminta satria itu meruwat dirinya. Kisah ini bisa kalian temukan pada kelima panel relief.
Relief pertama mengisahkan Dewi Kunti palsu penyamaran Bathari Durga yang sengaja mendatangi Sadewa serta meminta satria itu menghilangkan kutukannya. Relief kedua mengisahkan Bima, yang merupakan kakak Sadewa, berperang dengan seorang raksasa. Dimana tangan kiri Bima berhasil mengangkat tubuh raksasa, sedangkan tangan kanannya berhasil menancapkan kuku Pancanaka ke perut raksasa itu.
Relief ketiga mengisahkan Sadewa, yang menolak untuk menghilangkan kutukan Bathari Durga, kemudian diikat ke sebuah pohon. Serta di hadapannya ada Bathari Durga yang memakai sebilah pedang mengancamnya. Relief keempat mengisahkan pernikahan Sadewa dengan Dewi Pradhapa karena berhasil menghilangkan kutukan Bathari Durga. Relief kelima mengisahkan Sadewa beserta pengiringnya yang menghadap Dewi Uma karena berhasil diruwat.
Dipelataran sisi selatan jalan batu kalian akan menemukan candi kecil serta arca berukuran kecil. Menurut mitologinya, candi kecil inilah yang menjadi kediaman Kyai Sukuh yang merupakan penguasa kompleks Candi Sukuh. Di depan bangunan utama kalian akan menemukan tiga arca bulus kura-kura dengan ukuran yang besar. Kura-kura ini melambangkan dunia bawah, yaitu dasar gunung Mahameru.
Bangunan utama memiliki bentuk trapesium dengan memiliki luas 15 m2 serta tinggi mencapai 6 m. Pada bagian sisi barat bangunan ada sebuah tangga sempit serta curam yang mengarah ke atas atap. Diduga bangunan ini merupakan batur ataupun kaki candi. Sedangkan bangunan candi diduga terbuat dari kayu.
Dugaan ini karena adanya beberapa umpak atau kaki tiang bangunan batu pada pelataran atap. Sedangkan ditengah atap ada sebuah lingga. Katanya, yoni yang merupakan pasangannya lingga ini disimpan di Museum Nasional di Jakarta. Kalian juga bisa mengunjungi beberapa candi lainnya seperti sejarah Candi Ratu Boko atau peninggalan kerajaan Singasari
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…