Peninggalan Kerajaan Majapahit adalah Kerajaan besar yang berkembang di Nusantara dan menurut perkiraan berdiri pada tahun 1293 dan mengalami keruntuhan di abad ke-15 Masehi. Kerajaan Majapahit ini memberikan banyak sekali peninggalan sejarah yang masih bisa kita lihat hingga sekarang. Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk yang memimpin dari tahun 1350 sampai dengan 1389 Masehi. Kerajaan ini menjadi kerajaan Hindu Budha terakhir di Nusantara.
Peninggalan Kerajaan Majapahit
Berikut beberapa peninggalan bersejarah dari kerajaan Majapahit yang masih ada hingga sekarang.
1. Candi Sukuh
Candi Sukuh terletak di Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar, Jawa Tengah, 36 km dari Surakarta atau 20 km dari Kota Karanganyar.Menurut perkiraan, Candi Sukuh ini dibangun pada tahun 1437 Masehi dan masuk kedalam jenis candi Hindu dengan bentuk piramid. Struktur bangunan Candi Sukuh memiliki bentuk yang unik dan berbeda dengan candi peninggalan Kerajaan Majapahit yang lain dan di sekitar reruntuhan Candi Sukuh ini juga terdapat banyak objek Lingga dan Yoni yang melambangkan seksualitas dengan beberapa relief serta patung yang memperlihatkan organ intim dari manusia. Candi ini ditemukan pada tahun 1815 oleh residen Surakarta bernama Johnson yang ditugaskan oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data dari bukunya yakni “The History of Java”. Kemudian pada tahun 1842, candi ini juga sudah diteliti oleh Arekolog dari Belanda bernama Van der Vlies dan kemudian dipugar pada tahun 1928. Candi Sukuh kemudian diusulkan menjadi salah satu situs warisan dunia pada tahun 1995.
Desain sederhana dari candi ini membuat seorang arkeolog asal Belanda yakni W.F. Stutterheim di tahun 1930 memberikan argumentasinya yakni pemahat dari Candi Sukuh ini bukanlah dari seorang tukang batu namun seorang tukang kayu desa dan bukan dari kalangan keraton. Candi ini juga dibuat dengan terburu-buru yang tampak dari kurang rapihnya bangunan candi tersebut dan argumen terakhirnya adalah keadaan politik di masa tersebut yakni saat menjelang runtuhnya Kerajaan Majapahit membuat candi tersebut tidak bisa dibuat dengan mewah dan indah. Saat masuk ke pintu utama dan melewati gapura besar, maka bentuk arsitektur khas tidak disusun secara tegak lurus akan tetapi berbentuk sedikit miring trapesium lengkap dengan atap pada bagian atasnya. Sedangkan warna bebatuan di candi ini berwarna sedikit merah sebab memakai bebatuan andesit.
Artikel terkait:
Pada teras pertama terdapat sebuah gapura utama yang lengkap dengan sengkala memet dan tertulis dalam bahasa Jawa yaitu gapura buta aban wong dengan arti raksasa gapura memangsa manusia dengan makna masing-masing9, 5, 3, 1 yang jika dibalik maka diperoleh tahun 1359 [saka] atau 1437 Masehi. Angka ini kemudian diduga menjadi tahun berdirinya Candi Sukuh. Di bagian sisi candi juga terdapat sengkala memet dengan bentuk gajah memakai sorban yang sedang mengigit seekor ular dan dianggap sebagai lambang bunyi gapura buta anahut buntut atau raksasa gapura mengigit ekor. Pada bagian teras kedua, gapuranya sudah dalam keadaan yang rusak dan pada bagian sisi kanan dan kiri gapura ada patung penjaga atau dwarpala kaan tetapi juga sudah rusak dan tidak berbentuk lagi. Gapura ini juga sudah hilang bagian atapnya dan tidak dilengkapi dengan patung pada terasnya. Pada gapura ini ada sebuah candrasangkala yang ditulis dalam bahasa Jawa berbunyi gajah wiku anahut buntut dengan arti gajah pendeta menggigit ekor dan terdapat makna 8, 7, 3, 1 yang jika dibalik maka dihasilkan tahun 1378 Saka atau 1456 Masehi.
Pada bagian teras ketiga ada pelataran berukuran besar dengan candi induk serta beberapa buah panel yang dilengkapi dengan relief di bagian kiri dan patung di bagian kanan. Pada bagian atas candi utama di tengah ada sebuah bujur sangkar seperti tempat untuk meletakkan sesaji dan terdapat juga bekas kemenyan, hio serta dupa yang dibakar dan masih sering juga digunakan untuk sembahyang. Sedangkan pada bagian kiri candi induk ada serangkaian panel lengkap dengan relief yang bercerita tentan mitologi utama dari Candi Suku, Kidung Sudamala.
Artikel terkait:
2. Candi Cetho
Candi Cethi terletak di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Karanganyar, Jawa Tengah. Menurut perkiraan para sejarawan, Candi Cetho ini berasal dari akhir keruntuhan Kerajaan Majapahit di sekitar abad ke-15 Masehi dan candi ini baru ditemukan pada tahun 1842 karena tulisan dari seorang arkeolog Belanda yakni Van de Vlies. Candi Cetho dibangun dengan menggunakan corak Hindu yang seringkali dipakai warga serta peziarah Hindu untuk tempat pemujaan. Tempat ini juga sering dijadikan tempat untuk bertapa untuk masyarakat Kejawen asli Jawa. Penggalian pertama dilakukan pada tahun 1928 untuk rekonstruksi oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda dan dari penelitian ditemukan jika usia candi tersebut hampir sama dengan Candi Sukuh yang lokasinya tidak jauh dari candi ini, akan tetapi terdapat perbedaan sebab candi ini dibuat di kompleks yang berundak. Secara keseluruhan, Candi Cetho ini mempunyai 13 buah teras dan juga banyak anak tangga yang juga dilengkapi dengan banyak archa serta punden di sepanjang tangga tersebut. Diatas candi ini terdapat Puri yang disebut dengan Puri Saraswati.
Candi Cetho ini ditemukan dalam keadaan reruntuhan dengan 14 teras atau punden bertingkat dengan bentuk memanjang dari barat menuju ke timur dan sekarang hanya tersisa 13 teras saja. Pemugaran sudah dilakukan pada kesembilan buah teras dan struktur teras yang berundak ini diduga merupakan kultur asli Nusantara Hinduisme yang semakin diperkuat dengan aspek ikonografi. Relief yang terdapat pada candi ini berbentuk tubuh manusia seperti wayang kulit dengan muka menghadap samping namun tubuh yang menghadap ke ara depan. Pemugaran juga dilakukan di akhir tahun 1970 yang dilakukan sepihak oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi dari Suharto dan ia mengubah begitu banyak struktur dari candi tersebut.
Pemugaran ini kemudian banyak mendapatkan krtikan dari pada arkeolog sebab pemugaran pada situs purbakala tidak dapat dilakukan tanpa dipelajari dengan mendalam, selain itu ada beberapa objek hasil dari pemugaran yang sudah dianggap tidak asli yakni gapura mewah dan meagh di bagian depan kompleks, bangunan kayu tempat bertapa, patung yang dinisbatkan sebagai Brawijaya V, Sabdapalon, Nayagenggong dan phallus sera kubus di pucak punden
Artikel terkait:
3. Candi Pari
Candi Pari terletak di Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Menurut perkiraan, Candi ini dibangun saat masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk tahun 1350 sampai dengan 1389 Masehi. Candi ini terletak di 2 km arah Barat Laut semburan pusat lumpur panas Lapindo Brantas. Candi Pari ini juga dibangun dengan batu bata berbentuk persegi empat seperti pura yang ada di Bali dan candi ini dibangun menghadap ke arah Barat. Diperkirakan, Candi Pari ini dibangun pada tahun 1371 Masehi dan dari J.Knebel yang ditulis dalam laporannya, Candi Pari dan juga Candi Sumur, dibangun untuk mengenang sekaligus memperingati hilangnya adik angkat dan juga seorang sahabat dari salah satu putra Prabu brawijaya yang menolak untuk tinggal di Keraton Kerajaan Majapahit. Diatas pintu Candi Pari ini dulunya terdapat batu tua dan apabila dilihat dari arsitektur sangat dipengaruhi dengan budaya Campa yakni kebudayaan dari Vietnam. Ini bisa terjadi karena dulu Indonesia menjalin hubungan dagang dengan Vietnam dan disaat yang bersamaan juga, perekonomian Vietnam hancur sehingga sebagian orang mengungsi ke Jawa Timur.
4. Candi Jabung
Candi Jabung terletak di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Probolinggo, Jawa Timur. Candi ini terbuat dari bata merah yang disusun yang masih bertahan setelah sekian tahun. Di saat lawatan berkeliling Jawa Timur tahun 1359, Raja Hayam Wuruk dikatakan pernah singgah pada Candi Jabung tersebut. Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit dengan bercorak bangunan Hindu, sedangkan struktur bangunannya terlihat hampir serupa dengan Candi Bahal dari peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Utara.
Arsitektur Candi Jabung dibangun pada permukaan tanah dengan ukuran 35 meter x 40 meter dan pemugaran sudah dilakukan di tahun 1983 sampai 1987 sehingga penataan lingkungan bertambah 20.042 meter yang terletak di ketinggian 8 meter dari permukaan laut. Candi Jabung memiliki dua bangunan utama yang berukuran besar dan kecil yang umumnya disebut dengan Candi Sudut. Sedangkan material yang digunakan adalah bata merah kualitas bagus lengkap dengan ukiran berbentuk relief. Candi Jabung memiliki panjang 13.13 meter, lebar 9.60 meter dan ketinggian mencapai 16.20 meter menghadap ke arah Barat dan pada bagian sisi barat agak menjorok ke depan yang merupakan bekas susunan tangga memasuki candi.
Pada bagian Barat Daya halaman candi terdapat candi kecil yang berguna sebagai pelengkap Candi Jabung. Candi menara ini dibangun dengan material batu bata dengan ukuran 2.55 meter serta tinggi 6 meter. Arsitektur Candi Jabung terdiri dari bagian batur, kaki, tubuh dan juga atap dengan bentuk tubuh bulat yang berdiri diatas kaki candi bertingkat 3 bentuk persegi. Sementara bagian atapnya berbentuk stupa namun sudah runtuh di bagian puncak dan pada atap tersebut dilengkapi dengan motif suluran. Pada bagian bilik candi ada lapik arca yang berdasarkan dari inskripsi pada gawang pintu masuk Candi Jabung didirikan pada tahun 1276 Saka atau 1354 Masehi.
Artikel terkait:
- Sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara Lengkap
- Sejarah Kerajaan Majapahit
- Sejarah Kerajaan Singasari
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
5. Gapura Wringin Lawang
Gapura Wringin Lawang terletak di Desa Jatipasar, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini juga terbuat dari bata merah seperti Candi Jabung dengan tinggi mencapai 15.5 meter berukuran 13 x 11 meter dan menurut perkiraan dibangun pada abad ke-14 Masehi.
Jika dilihat, gaya arsitektur dari Gapura Wringin Lawang ini hampir serupa dengan Candi Bentar dan banyak pada ahli berpendapat jika bangunan ini adalah pintu gerbang masuk ke kediaman Mahapatih Gajah Mada dan juga pintu masuk ke berbagai bangunan penting Ibu kota Majapahit.
6. Gapura Bajang Ratu
Gapura Bajang Ratu terletak di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur dan menurut perkiraan dibangun pada abad ke-14 Masehi. Di dalam Kitab Negarakertagama, gapura ini dikatakan berguna untuk pintu masuk ke bangunan suci yang memperingati wafatnya Raja Jayanegara. Menurut perkiraan, Gapura ini menjadi gapura terbesar di sepanjang masa Kerajaan Majapahit. Sebelum Raja Jayanegara wafat, bangunan tersebut dipakai sebagai pintu belakang Kerajaan Majapahit yang juga didukung dengan relief Sri Tanjung dengan sayap gapura melambangkan pelepasan. Struktur bangunan dari Gapura Bajang Ratu ini berbentuk vertikal dengan 3 bagian yakni kaki, badan dan juga atap, apabila dilihat dari atas, candi ini berbentuk segi empat dengan panjang 11.5 x 10.5 meter dan ketinggian mencapai 16.5 meter dan lorong 1.4 meter. Pada bagian kaki candi terdapat bingkai bawah dan juga atas dan badan kaki serta terdapat juga relief Sri Tajung. Pada masa itu, relief dipercaya sebagai penangkal dari bahaya, sementara di bagian sayap kanan terdapat relief Ramayana.
Struktur Bangunan Bajang Ratu – Dari buku Drs. I.G Bagus L Arnawa, bentuk gapura atau candi adalah bangunan pintu gerbang jenis paduraksa atau gapura beratap dan fisik keseluruhan candi dibuat dengan material batu bata merah kecuali untuk area lantai tangga serta pintu bawah dan atas yang dibuat menggunakan batu andesit. Secara vertikal, bangunan ini memiliki 3 bagian yakni kaki, tubuh dan juga atap serta dilengkapi dengan sayap dan pagar tembok pada kedua sisinya. Kaki gapura ini memiliki panjang 2.48 meter dan strukturnya terdiri dari bingkai bawah, badan kaki serta bingkai atas. Bingkai ini juga terdiri dari susunan pelipit rata serta berbingkai dengan bentuk genta dan pada bagian sudut kakinya terdapat hiasan berbentuk sederhana kecuali di sudut kiri depan yang dilengkapi dengan relief menceritakan Sri Tanjung.
Sementara untuk bagian tubuh diatas pintu juga terdapat relief hiasan kala dan hiasan suluran, sedangkan untuk bagian atap juag dilengkapi dengan relief berhias rumit yakni kepala kala diapit dengan singa, relief matahari, naga berkaki, relief bermata satu atau monocle cyclops dan juga kepala garuda. Relief ini dalam kepercayaan budata Majapahit untuk pelindung dan penolak bahaya, sedangkan pada sayap kanan terdapat relief yang menceritakan kisah Ramayana serta pahatan hewan bertelinga panjang.
Artikel terkait:
- Sejarah Kerajaan Tarumanegara
- Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa
- Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah
- Sejarah Islam di Indonesia
7. Candi Brahu
Candi Brahu terletak di kawasan situs arkeologi Trowulan di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti ini dibuat oleh Mpu Sendok dan berguna sebagai tempat pembakaran jenazah dari raja-raja Majapahit. Nama Brahu ini menurut perkiraan berasal dari kata Wanaru atau Warahu yang didapatkan dari sebutan bangunan suci dan terdapat pada prasasti Alasantan, Prasasti tersebut ditemukan pada lokasi yang tidak jauh dari candi tersebut.
Candi ini dibangun dengan memakai gaya kultur Budha menghadap ke Utara dan memakai batu bata merah dengan panjang 22.5 meter, lebar 18 meter dan ketinggian mencapai 20 meter. Candi Brahu ini diperkirakan dibangun pada abad ke-15 Masehi, meski banyak ahli yang juga memiliki perbedaan pendapat tentang hal tersebut. Ada sebagian ahli yang mengatakan jika candi ini berusia lebih tua dibandingkan dengan candi yang lain yang ada di Komplek Trowulan. Di dalam Prasasti, Candi Brahu disebut sebagai tempat pembakaran jenazah para raja-raja Majapahit, akan tetapi pada penelitian yang sudah dilakukan tidak bisa ditemukan bekas abu dari mayat pada candi tersebut.
Struktur Bangunan Candi Brahu – Candi Brahu dibangun dengan menggunakan batu bata merah menghadap ke Barat dengan ukuran panjang 22.5 meter, lebar 18 meter dan tinggi 20 meter yang dibangun memakai kultur Buddha. Pada prasasti yang ditulis oleh Mpu Sendok 9 September 939, candi ini adalah tempat pembakaran jenazah raja-raja Majapahit. Menurut dugaan para ahli, ada banyak candi berukuran kecil di sekeliling Candi Brahu ini akan tetapi sudah runtuh dan hanya tertinggal sisa reruntuhannya saja yakni Candi Gedung, Candi Muteran, Candi Tengah dan juga Candi Gentong. Saat dilakukan penggalian, banyak ditemuka benda kuno seperti alat upacara keagaan yang terbuat dari logam, arca, perhiasan emas dan berbagai benda lainnya.
Artikel terkait:
8. Candi Tikus
Seperti pada Candi Brahu, Candi Tikus juga sama-sama berada di situs arkeologi Trowulan di Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Candi ini masih terdapat di dalam bawah tanah sebelum akhirnya ditemukan dan digali pada tahun 1914 dan kemudian dilakukan pemugaran pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Candi ini mendapat nama candi tikus sebab disaat penemuannya, banyak warga melihat bangunan tersebut menjadi sarang tikus. Belum ada yang bisa memastikan siapa yang membangun Candi Tiku ini, akan tetapi dengan adanya sebuah menara kecil, maka diperkirakan dibangun pada abad ke-13 sampai dengan ke-14 Masehi sebab miniatur menara tersebut merupakan ciri khas dari bangunan pada abad tersebut.
Candi Tikus ini bentuknya seperti sebuah petirtaan dan membuat banyak arkeoloh berbeda pendapat. Sebagian arkeolog berpendapat jika candi ini adalah tempat pemandian keluarga kerajaan dan sebagian lagi berpendapat jika bangunan ini adalah tempat menampung air untuk keperluan masyarakat Trowulan. Sementara karena adanya menara, maka beberapa ahli juga menduga tempat tersebut adalah tempat pemujaan. Pada bagian kiri dan kanan tangga ada sebuah kolam berbentuk segi empat berukuran 3.5 meter x 2 meter serta kedalaman mencapai 1.5 meter, sedangkan pada dinding luar setiap kolam ada 3 buah pancuran berbentuk teratai atau padma yang dibuat dari batu andesit. Sedangkan pada bagian anak tangga yang agak ke Selatan terdapat sebuah bagunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 7.65 meter x 7.65 meter dan diatas banguan tersebut juga terdapat sebuah menara dengan ketinggian 2 meter dan atap berbentuk meru dengan puncak yang datar. Menara ini dikelilingi dengan 8 buah menara serupa namun ukurannya lebih kecil dan di sekitar dinding kaki bangunan ada 17 pancuran atau jaladwara dengan bentuk makara serta teratai.
Artikel terkait:
9. Candi Surawana
Candi Surawana terletak di Desa Canggu, Kecamatan Pare, Kediri, Jawa Timur di 25 km Timur Laut Kota Kediri. Candi ini memiliki nama asli Candi Wishnubhawanapura yang dibangun pada abad ke-14 Masehi. Candi ini dibangun untuk memuliakan Bhre Wengker yang merupakan seorang raja Kerajaan Wengker yang ada dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Candi ini dibangun dengan corak Hindu yang keadaannya sudha tidak utuh lagi sekarang ini, bagian dasarnya sudah mengalami rekonstruksi sedangkan untuk bagian badan serta atap candi sudah hancur dan tak bersisa dan hanya kaki Candi dengan tinggi 3 meter saja yang masih berdiri dengan tegak.
Struktur Bangunan Candi Surawana – Candi Surawana berukuran 8 meter x 8 meter yang dibangun dengan material batu andesit dan merupakan candi Siwa. Semua bagian tubuh candi ini sekarang sudah hancur dan hanay tertinggal kaki candi dengan tinggi 3 meter, untuk naik ke selasar atas kaki candi ada sebuah tangga berukuran sempit yang ada di bagian Barat.
10. Candi Wringin Branjang
Candi Wringin Branjang terdapat di Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi ini memiliki bentuk yang terlihat sederhana dan tidak dilengkapi dengan kaki candi namun hanya atap dan badan candi saja.
Candi ini berukuran panjang 400 cm, lebar 300 cm dan tinggi 500 cm, sedangkan lebar pintu masuk adalah 100 cm dan ketinggian mencapai 200 cm. Pada bagian dinding juga tidak dilengkapi dengan relief seperti pada candi umumnya, namun terdapat lubang ventilasi pada candi ini. Candi ini diperkirakan digunakan sebagai tempat penyimpanan alat untuk upacara dan sejenisnya.
Baca Juga :
- Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
- Peninggalan Kerajaan Kediri
- Sejarah Kerajaan Kediri
- Sejarah Kerajaan Islam Di Indonesia
Demikian ulasan yang bisa kami berikan mengenai peninggalan Kerajaan Majapahit yang saat ini sebagian masih tetap berdiri dengan kokok dan sebagian lainnya sudah hancur dan tidak bersisa. Semoga artikel kali ini bisa memperdalam pengetahuan kamu seputar sejarah kerajaan Indonesia, terima kasih.