PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau atau dalam bahasa Jepang disebut Dookuritsu Junbi Iinkai adalah panitia yang bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI setelah BPUPKI dibubarkan Jepang pada 7 Agustus 1945. Selain itu, PPKI juga bertugas meresmikan pembukaan atau preambule dan batang tubuh UUD 1945. PPKI diresmikan oleh Jendral Terauchi pada 9 Agustus 1945 di Kota Ho Chi Minh, Vietnam. Peresmian ini dihadiri oleh Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Artikel Terkait:
Keanggotaan PPKI
PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno, dengan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua. Anggotanya sendiri berjumlah 21 orang yang merupakan tokoh utama pergerakan nasional Indonesia. Anggota PPKI terdiri dari berbagai etnis Nusantara, meliputi 12 orang etnis Jawa, 3 orang etnis Sumatera, 2 orang etnis Sulawesi, 1 orang etnis Kalimantan, 1 orang etnis Nusa Tenggara, 1 orang etnis Maluku, dan 1 orang etnis Tionghoa.
Yang termasuk anggota PPKI antara lain: Mr. Soepomo, Dr. Radjiman Wedyodiningrat, R. P. Soeroso, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Kiai Abdoel Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Abdoel Kadir, Pangeran Soerjohamidjojo, Pangeran Poerbojo, Dr. Mohammad Amir, Mr. Abdul Maghfar, Mr. Teuku Mohammad Hasan, Dr. GSSJ Ratulangi, Andi Pangerang, A.H. Hamidan, I Goesti Ketoet Poedja, Mr. Johannes Latuharhary, Drs. Yap Tjwan Bing. Kemudian, tanpa sepengetahuan pemerintah Jepang, anggota PPKI bertambah lagi 6 orang, yaitu: Achmad Soebardjo, Sajoeti Melik, Ki Hadjar Dewantara, R.A. A. Wiranatakoesoema, Kasman Singodimedjo, Iwa Koesoemasoemantri.
Golongan muda memberikan sikap tidak suka pada PPKI. Mereka menganggap PPKI sebagai suatu badan bentukan pemerintah pendudukan militer Jepang yang sudah tentu memihak Jepang. Akan tetapi, di lain pihak, PPKI adalah sebuah badan yang sangat berguna dalam mempersiapkan kemerdekaan. Untuk mewujudkan Indonesia merdeka, perlu dipersiapkan segala macam keperluan bagi berdirinya suatu negara. Meski demikian, baik cepat atau lambat, kemerdekaan Indonesia yang dijanjikan oleh pemerintah Jepang tergantung kepada kerja PPKI.
Pada akhirnya, Jendral Terauchi memberikan keputusan bahwa pemerintah Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan kemerdekaan Indonesia tersebut diserahkan sepenuhnya kepada PPKI.
Artikel Terkait:
Peristiwa Rengasdengklok
PPKI semula berencana mengadakan sidang pada 16 Agustus 1945, tetapi tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa Rengasdengklok ini berhubungan dengan menyerahnya Jepang kepada sekutu (15 Agustus 1945) sehinggga golongan muda mendesak agar segera mempersiapkan kemerdekaan. Golongan pemuda yang termasuk di dalamnya Soekarni, Adam Malik, Kusnaini, Sutan Sjahrir, Soedarsono, Soepomo, dan kawan-kawan mendesak Ir. Soekarno agar segera mengumandangkan proklamasi. Namun sebaliknya, golongan tua menolak dengan alasan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia harus dipersiapkan secara matang.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan golongan muda, dalam hal ini dilakukan oleh Adam Malik dan Chaerul Saleh terhadap Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta. Pada pukul 04.30 WIB, Ir. Soekarno dan Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk didesak menyegerakan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka mendesak sampai tercapai kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda mengenai waktu pelaksanaan proklamasi.
Pembacaan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Ir. Soekarno dan Moh. Hatta semula direncanakan akan dilakukan pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah Djiaw Kie Siong. Naskah teks proklamasi sudah dibuat dan bendera merah putih juga sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada hari sebelumnya, Rabu tanggal 15 Agustus, karena mereka telah berpikir keesokan harinya Indonesia akan merdeka.
Kunto dan Achmad Soebardjo yang tidak mendapat kabar dari Jakarta, memutuskan ke Rangasdengklok untuk menjemput Ir. Soekarno dan Moh. Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, 17 Agustus 1945 dilakukan upacara pembacaan proklamasi dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. Proklamasi diperdengarkan kepada ribuan bangsa Indonesia secara rahasia melalui siaran oleh pegawai radio menggunakan pemancar yang dikontrol Jepang.
Sidang PPKI
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan persidangan di bekas Gedung Road van Indie di Jalan Pejambon. Dalam sidang tersebut, dalam hitungan belasan menit terjadi permusyawarahan antara kelompok yang berbeda pendapat mengenai sila pertama Pancasila yang tertuang dalam pembukaan Piagam Jakarta. Kelompok keagamaan non-Muslim dari Timur dan kelompok kaum keagamaan penganut ajaran kebatinan serta golongan nasionalis keberatan terhadap tujuh kata itu, sehingga mereka meminta kelapangan hati para tokoh dari kelompok Islam agar bersedia dilakukan bengubahan. Pada akhirnya permusyawarahan itu berhasil membujuk pihak tokoh-tokoh golongan Islam agar bersedia menghapuskan tujuh kata sila pertama Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta atau Jakarta Charter dan menggantinya.
Setelah itu, Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang PPKI melakukan pembacaan tentang empat perubahan hasil kesepakatan dan kompromi atas perbedaan pendapat para golongan tersebut. Hasil sidang tersebut adalah:
- Kata “Muqaddimah” yang merupakan kata bahasa Arab pada preambule Undang-Undang Dasar diganti dengan kata “Pembukaan”.
- Pada Pembukaan alenia keempat, berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Ini sekaligus mengganti sila pertama Pancasila.
- Pada Pembukaan alenia keempat, kalimat “Menurut Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” diganti menjadi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Ini sekaligus mengganti sila kedua Pancasila.
- Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam” diganti menjadi “Presiden adalah orang Indonesia asli”.
Sidang pertama PPKI menyepakati hasil antara lain:
- Melakukan pengesahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Setelah sebelumnya terjadi sedikit perubahan di dalamnya.
- Memilih, menetapkan, dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia. Keputusan akhirnya ditetapkan Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
- Untuk sementara waktu, presiden dibantu oleh komite bernama KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) sebelum DPR dan MPR dibentuk.
Pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan sidang kedua PPKI. Hasil sidang kedua tersebut menghasilkan:
- Membentuk kabinet yang terdiri atas 12 Kementrian dan 4 Mentri Negara.
- Membentuk Pemerintah Daerah, yang tiap-tiap daerah dipimpin oleh seorang Gubernur.
Artikel Terkait:
Selanjutnya, sidang ketiga PPKI dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus 1945. Hasil sidang ketiga PPKI antara lain:
- Pembentukan Komite Nasional di samping telah adanya Komite Nasional Indonesia Pusat.
- Pembentukan Partai Nasional sebagai partai politik.
- Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR).
Demikianlah PPKI sebagai panitia yang mempersiapkan pemerintahan Indonesia merdeka. Sidang-sidang PPKI itu kemudian menghasilkan dan membentuk apa yang dibutuhkan bagi suatu negara yang telah berdiri.