Pemuda adalah tonggak bangsa yang sangat penting, mereka bibit atau calon pemimpin bangsa di masa depan. Para pemuda memegang peranan penting dalam sejarah pembentukan Republik Indonesia dan dalam perjuangan merebut kemerdekaan, contohnya ketika para pemuda “menculik” Soekarno Hatta ke Peristiwa Rengasdengklok untuk merumuskan mengenai proklamasi kemerdekaan. Begitu juga jauh hari sebelumnya para pemuda adalah pelopor pendirian berbagai organisasi massa seperti Sejarah Budi Utomo dan organisasi pemuda lainnya yang kemudian bergabung dan berinteraksi satu dengan lainnya dengan tujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Pembentukan Organisasi Pemuda
Sejarah peristiwa sumpah pemuda diawali dari pembentukan tujuan organisasi Budi Utomo yang menginspirasi banyak pemuda lain untuk turut bangkit dan melakukan sesuatu bagi Indonesia. Sekitar tujuh tahun setelah sejarah berdirinya Budi Utomo, para pemuda mulai menunjukkan kebangkitan pergerakan walaupun masih sebatas kegiatan yang berlangsung di daerah dalam suasana kesukuan. Seorang pemuda bernama Satiman dengan semangatnya yang berkobar menjadi motor bagi pergerakan para pemuda. Wadah awal perhimpunan pemuda adalah organisasi bernama Tri Koro Dharmo yang menjadi perkumpulan para pelajar yang berdiri pada 7 Maret 1915. Anggotanya berasal dari penjaringan para pelajar tanah air dari seluruh perguruan dan sekolah – sekolah di Pulau Jawa dan Madura.
Secara bahasa Tri Koro Dharmo berarti Tiga Tujuan Mulia yaitu Sakti, Bukti dan Bakti yang menginginkan adanya perubahan dari cara pandang para pemuda akan situasi dan kondisi yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan desakan yang akan membuat keanggotaan Tri Koro Dharmo diperluas, maka nama perkumpulan diubah menjadi Jong Java sehingga seluruh pelajar yang berasal dari Jawa, Bali, Madura dan Lombok bisa bergabung. Sejak itu berbagai kongres diadakan untuk menyebarkan ke berbagai kalangan akan pentingnya peran para pemuda, dan menyasar pemberantasan buta huruf agar para pemuda lebih bisa melihat dunia luar dengan bebas.
Sebelum Tri Koro Dharmo, dalam sejarah peristiwa sumpah pemuda sebenarnya sudah ada perkumpulan mahasiswa bernama Perhimpunan Indonesia, yang dibentuk pada 1908. Tetapi organisasi ini hanya sebatas perkumpulan mahasiswa yang sedang belajar di Belanda dan belum berperan aktif di Indonesia. Hal ini kemudian berubah seiring dengan masuknya beberapa tokoh ke dalam Perhimpunan Indonesia seperti Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara) pada 1913. Kelak juga muncul nama seperti Sutan Sjahrir dan Mohammad Hatta yang berasal dari Perhimpunan Indonesia.
Setelah mereka kembali ke Indonesia, barulah mereka mulai berhimpun lagi dan melakukan pergerakan demi kemerdekaan Indonesia, karena mereka mulai menyadari adanya tujuan bersama dan mengurangi perpecahan yang diakibatkan oleh perbedaan aneka suku bangsa dan agama. Setelah Jong Java, muncul berbagai organisasi pemuda lainnya seperti Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamiten Bond, Pemuda Kaum Betawi, Pemuda Pelajar – Pelajar Indonesia (PPPI) dan lainnya.
Kongres Pemuda I
Sejarah peristiwa sumpah pemuda memasuki babak baru dengan muncul inisiatif untuk menggabungkan perhimpunan pemuda ke dalam sebuah kegiatan musyawarah besar. Kongres Pemuda I diadakan pada 30 April hingga 2 Mei 1926 diadakan rapat seluruh organisasi pemuda yang bertempat di Jakarta. Ketua Kongres ini adalah M. Tabrani yang bertujuan untuk membentuk organisasi pemuda tunggal agar bisa mengukuhkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Beberapa tokoh pemuda menyampaikan gagasannya antara lain Sumarto yang berbicara mengenai gagasan persatuan Indonesia, Bahder Djohan dan Nona Adam tentang kedudukan wanita, Djaksodipoero tentang Rapak Lumuh, Paul Pinontoan tentang Tugas Agama dalam pergerakan nasional, dan perkembangan bahasa serta kesusasteraan Indonesia di masa datang oleh Muhammad Yamin.
Beberapa keputusan yang dihasilkan saat penutupan Kongres Pemuda I adalah mengakui cita – cita persatuan dan mendorong penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang merupakan gagasan Moh. Yamin. Dari kongres ini juga terbentuk organisasi baru yang menjadi gabungan dari beberapa organisasi Indonesia seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Minahasa, Sekar Rukun dan Jong Sumatranen Bond dengan nama Jong Indonesia atau Pemuda Indonesia pada tanggal 15 Agustus 1926. Kemudian pada September 1926 dibentuk juga organisasi Perhimpunan Pelajar – Pelajar Indonesia (PPPI) yang diketuai Soegondo Djojopuspito.
Kongres Pemuda II
Dalam sejarah peristiwa sumpah pemuda, Kongres Pemuda II inilah yang menjadi tombak terciptanya hari sumpah pemuda. Pada juni 1928, PPPI mengadakan rapat yang bertujuan untuk merealisasikan seluruh gagasan dari organisasi pemuda dengan pembentukan panitia kongres. Hasil dari rapat tersebut menghasilkan struktur panitia kongres dengan Soegondo Djojopuspito sebagai ketua, Moh Yamin sebagai Sekretaris dan Djoko Marsaid sebagai Wakil Ketua. Kongres ini dikenal dengan nama Kongres Pemuda II, yang dilakukan di Jakarta pada 27 – 28 Oktober 1928.
Kongres Pemuda II berlangsung dalam tiga tahap rapat, yang pertama berlangsung di gedung Katholike Jongelingen Bond di Waterlooplein (Lapangan Banteng), rapat kedua di Oost Java Bioscoop di Konigsplein Noord (Jalan Medan Merdeka Utara), dan Gedung Kramat 106 untuk rapat ketiga dan penutupan. Pada kongres ini pertama kali lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Soepratman dikumandangkan dengan permainan biolanya, juga penetapan merah putih sebagai warna bendera pusaka Indonesia.
Tanggal 28 Oktober juga ditetapkan sebagai Hari Sumpah Pemuda. Ikrar dalam sejarah peristiwa sumpah pemuda tersebut adalah puncak dari persatuan golongan pemuda pada masa – masa pergerakan nasional. Menjelang penutupan kongres, Muhammad Yamin memberikan secarik kertas kepada Soegondo Djojopoespito yang diedarkan ke peserta rapat lainnya. Soegondo membacanya dan diberi penjelasan penjang lebar mengenai isi rumusan tersebut. Isi ikrar dalam sejarah peristiwa sumpah pemuda yang dilakukan pada Kongres Pemuda II yang terkenal sebagai Sumpah Pemuda yaitu:
- Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia.
- Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
- Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Jumlah peserta rapat pada saat itu mencapai 700 ratus orang tetapi yang tercatat dalam daftar hadirnya hanya sejumlah 82 orang. Pada saat itu pemerintah kolonial menganggap remeh kongres pemuda dan keputusan – keputusan yang dihasilkannya. Seorang pejabat kolonial bernama Van Der Plass menertawakan keputusan kongres untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan karena sebagian pembicara dalam kongres tersebut justru masih menggunakan bahasa Belanda dan bahasa daerah, bahkan Soegondo sebagai pimpinan sidang yang masih berusaha keras untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
Sebagian pemuda masih menggunakan bahasa Belanda, salah satunya adalah Siti Soendari, walaupun demikian penerimaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional nyaris tidak mengalami penolakan. Siti Soendari sendiri kemudian mulai menggunakan bahasa Indonesia seperti diinformasikan oleh Dr. Keith Foulcher, pengajar jurusan Indonesia yang bekerja di Universitas Sydney, Australia. Namun sejarah telah membuktikan bahwa dalam sejarah peristiwa sumpah pemuda ini telah menjadi tonggak pergerakan para pemuda yang tidak dapat dibendung lagi untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia.