Kerajaan

30 Isi Perjanjian Bongaya di Makassar Pada Tahun 1667

Perjanjian Bongaya, Bungaya atau Bongaja merupakan perjanjian perdamaian terjadi pada 18 November 1667 antara Kesultanan Gowa diwakili oleh Sultan Hasanuddin dan VOC diwakili Laksamana Cornelis Spellman. Meskipun disebut perjanjian perdamaian, sebenarnya isi perjanjian merupakan pengakuan kekalahan Kerajaan Gowa kepada VOC, dan mengesahkan monopoli VOC berdagang di pelabuhan Makassar yang berada di bawah kekuasaan Gowa.

Perjanjian ini diadakan setelah terjadinya peperangan antara Kerajaan Gowa melawan VOC yang puncaknya terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Kekalahan Kerajaan Gowa dari persenjataan VOC telah memaksa Sultan melakukan penandatanganan Perjanjian Bongaya. Pengkhianatan Aru Palaka juga berperan besar pada kekalahan Gowa. Hasil dari perjanjian Bongaya sudah pasti sangat menguntungkan pihak VOC dan merugikan Kerajaan Gowa sebagai salah satu kerajaan di Indonesia yang besar dan telah menjadi bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia di masa lampau.

Isi Perjanjian Bongaya

Pada saat itu Gowa adalah kerajaan besar yang menguasai lalu lintas perdagangan di Indonesia bagian Timur dengan bahan perdagangan utama yaitu rempah – rempah. VOC menganggap kerajaan Gowa adalah halangan mereka dalam melakukan monopoli, terlebih karena Gowa menganut kebebasan perdagangan dengan siapa saja. Larangan VOC agar Gowa tidak berdagang dengan bangsa Eropa lainnya tidak dihiraukan. Kemudian Aru Palaka juga memberontak terhadap Gowa dan beralih pihak ke VOC. Setelah beberapa kali usaha penyerbuan Belanda ke Gowa berhasil digagalkan, menggunakan kekuatan penuh dan bantuan Aru Palaka kerajaan Gowa berhasil dikalahkan. VOC menang dan menawarkan perjanjian yang dipaksakan untuk mengakhiri perang. Isi Perjanjian Bongaya terdiri dari beberapa poin sebagai berikut ini:

  1. Perjanjian yang ditandatangani oleh Karaeng Poppa, Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia pada 19 Agustus 1660 di Batavia, juga perjanjian antara pemerintahan Makassar dengan Jacob Cau sebagai Komisioner Kompeni pada 2 Desember 1660 harus segera diberlakukan.
  2. Seluruh pejabat dan masyarakat Eropa yang baru – baru ini melarikan diri dan masih berada di sekitar Makassar harus diserahkan kepada Cornelis Speelman.
  3. Alat, meriam, uang dan barang – barang lain yang tersisa dari kapal Walvisch di Selayar dan Leeuwin di Don Duango harus diserahkan ke VOC sebagai salah satu isi perjanjian Bongaya.
  4. Orang yang terbukti bersalah membunuh orang Belanda dimanapun harus diadili dengan hukuman yang setimpal oleh perwakilan Belanda.
  5. Raja dan bangsawan Makassar harus membayar ganti rugi kepada Kompeni paling lambat musim berikutnya beserta seluruh hutangnya.
  6. Semua pemimpin dan rakyat VOC Eropa yang dulu kabur dan masih berada di wilayah Makassar segera diserahkan kepada Laksamana.
  7. Semua peralatan baik senjata dan non senjata yang diambil dari kapal Leeuwin di Don Duango dan kapal Walvisch di Selayar dikembalikan kepada VOC.
  8. Seluruh orang Portugis dan Inggris harus diusir dari Makassar dan dilarang berdagang atau tinggal sebagai salah satu isi dari perjanjian Bongaya.
  9. Siapa saja yang terbukti merusak milik VOC termasuk raja dan bangsawan Makassar segera melunasi hutang dan membayar ganti rugi.
  10. Semua orang Eropa yang lain di Makassar harus segera diusir dan tidak diizinkan masuk atau bertransaksi jual beli di Makassar.
  11. Salah satu isi perjanjian Bongaya menyatakan bahwa VOC harus dibebaskan dari keharusan membayar biaya dan pajak ekspor impor perdagangan.
  12. Hanya kompeni yang boleh berdagang dengan bebas di Makassar. Selain itu seperti orang India, Moor (muslim India), Jawa, Melayu, Aceh, Siam tidak diizinkan. Siapapun yang melanggar akan dihukum dan barang dagangannya disita VOC.
  13. Seluruh benteng di sepanjang pantai Makassar harus dihancurkan termasuk benteng Barombong, Pa’nakkukang, Garassi, Mariso, Boro’ boso kecuali benteng Somba Opu untuk kediaman Sultan Hasanuddin.
  14. Benteng Ujung Pandang harus diserahkan dalam kondisi yang baik kepada Belanda bersama dengan tanah wilayah di sekitarnya.
  15. Koin Belanda akan diberlakukan di Makassar sebagai alat pembayaran sebagaimana diberlakukan di Batavia.
  16. Raja dan bangsawan Makassar tidak lagi diizinkan mencampuri urusan Bima dan silsilah kerajaan Bima serta wilayah di Raja Bima dan Karaeng Bontomaranu diserahkan kepada Belanda untuk dihukum.
  17. Orang – orang dari Kepulauan Sula harus dikembalikan oleh Sultan Ternate sekaligus meriam dan senapannya. Gowa harus melepaskan kepulauan Selayar dan Pansiano, seluruh pantai timur Sulawesi mulai dari Manado ke Pansiano, Banggai, Kepulauan Gapi, negeri – negeri Mandar dan Manado yang dulunya menjadi kekuasaan Raja Ternate.
  18. Pemerintah Kerajaan Gowa harus meninggalkan wilayah Wajo, Bulo Bulo dan Mandar dan tidak lagi diperbolehkan membantu dalam bentuk apapun. Gowa juga harus meninggalkan seluruh kekuasaan atas negeri – negeri Bugis dan Luwu, membebaskan raja tua Soppeng dan seluruh tanah serta rakyatnya, penguasa Bugis yang masih ditawan di wilayah Makassar dan wanita serta anak – anak yang masih ditahan oleh penguasa Gowa.
  19. Orang Bugis dan Turatea yang akan menikah dengan orang Makassar dan sebaliknya harus mendapatkan izin pihak berwenang, dalam hal ini Kompeni atau raja. Seluruh laki – laki Bugis dan Turatea yang sudah lebih dulu menikah dengan wanita Makassar dapat terus hidup bersama istrinya.
  20. Pemerintah Kesultanan Gowa harus menutup negerinya dari semua bangsa kecuali bagi bangsa Belanda.
  21. Orang – orang yang diambil dari Sultan Butung pada penyerangan terakhir di Makassar harus dikembalikan atau digantikan dengan kompensasi jika tidak bisa.
  22. Raja Layo, Bangkea dan seluruh Turatea serta Bajing harus dibebaskan beserta tanah – tanahnya.
  23. Seluruh negeri yang telah ditaklukkan Kompeni dan sekutunya dari Bulo – Bulo ke Turatea dan dari Turatea sampai Bungaya harus tetap menjadi miliki Kompeni.
  24. Persahabatan dan persekutuan harus tetap terjalin antara raja – raja dan bangsawan Makassar dengan Ternate, Tidore, Bacan, Butung, Bugis atau Bone, Soppeng, Luwu, Turatea, Layo, Bajing, Bima dan penguasa lain yang ingin ikut di masa depan.Ketahui juga mengenai sejarah kerajaan Tidore Ternate dan dampak peristiwa Maluku angkat senjata.
  25. Kapten Belanda harus diminta untuk menengahi dalam setiap sengketa antar para sekutu. Jika mediasi tidak diacuhkan oleh salah satu pihak, maka sekutu akan mengambil tindakan yang setimpal.
  26. Para raja dan bangsawan Makasar harus mengirim dua penguasa penting bersaka Laksamana ke Batavia ketika menandatangani perjanjian damai untuk menyerahkannya kepada Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia. Gubernur Jenderal berhak menahan dua pangeran penting sebagai sandera selama yang diinginkan jika perjanjian ini disetujui.
  27. Orang Inggris dan seluruh miliknya yang ada di Makassar harus dibawa ke Batavia sebagai bagian dari salah satu isi perjanjian Bongaya.
  28. Jika Raja Bima dan Karaeng Bontomarannu tidak ditemukan dalam waktu sepuluh hari, hidup atau mati maka putra dari keduanya harus ditahan.
  29. Pemerintah Gowa harus mengganti rugi kepada kompeni dalam lima musim berturut sebesar 250.000 rijksdaalders, dalam bentuk meriam, barang, emas, perak atau permata.
  30. Raja Makassar dan bangsawannya, Laksamana sebagai wakil dari VOC dan seluruh raja dan bangsawan lain dalam persekutuan harus bersumpah, menandatangani dan membubuhkan cap pada isi dari perjanjian Bongaya atas nama Tuhan pada Jumat, November 1667.

Sultan Hasanuddin lama kelamaan tidak tahan dengan isi perjanjian Bongaya dan dampak perjanjian Bongaya yang merugikan rakyat. Ia kemudian kembali melawan dengan segenap kekuatan yang tersisa walaupun artinya melanggar kesepakatan, membangun diam – diam benteng yang sudah diruntuhkan. Gowa juga mendapat bantuan dari beberapa laskar yang dibentuk oleh adik Sultan Hasanuddin yaitu I Ata Tojeng Daeng Tulolo.

Namun upaya perlawanan ini diketahui oleh VOC, sehingga Benteng Somba Opu diserang oleh seluruh pasukan gabungan dari Bone, Ambon dan Batavia pada 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin ditangkap, lalu dipaksa turun tahta pada 29 Juni 1669. Sultan Hasanuddin meninggal dunia dalam usia 39 tahun pada 12 Juni 1670. Kelak jasa – jasanya dalam perjuangan melawan penjajah diakui dan Sultan Hasanuddin diangkat sebagai pahlawan nasional dari Sulawesi oleh pemerintah RI.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Devita Retno

Recent Posts

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…

4 years ago

Sejarah Hari Buruh Internasional ( 1 Mei ) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…

4 years ago

Kolonialisme dan Imperialisme – Latar Belakang dan Contoh

Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…

4 years ago

Sejarah Organisasi Internasional

Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…

4 years ago

De Facto dan De Jure – Pengertian – Perbedaan – Contoh Menerapkannya

Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…

4 years ago

Silsilah Kerajaan Demak Sebagai Kerajaan Islam Pertama

Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…

4 years ago