Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November setiap tahunnya. Peringatan Hari Pahlawan ditetapkan untuk mengenang jasa – jasa para pahlawan yang telah membantu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka tidak hanya berjuang dengan senjata saja, tetapi banyak yang juga memperjuangkan kemerdekaan melalui berbagai bidang lainnya. Untuk itu setiap menjelang Hari Pahlawan, pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional pada beberapa pejuang yang memenuhi syarat. Beberapa nama pahlawan nasional dari Sulawesi ada pada daftar berikut ini.
1. Sultan Hasanuddin
Lahir di Makassar Sulawesi Selatan 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar pada 12 Juni 1670 di usia 39 tahun. Beliau adalah putera kedua dari Sultan Malikussaid yang gigih dan berani dalam melawan Belanda. Gowa adalah kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang mempunyai kekuasaan dalam jalur perdagangan. Pada tahun 1666 kompeni dipimpin Laksamana Cornelis Speelman berusaha mengalahkan kerajaan – kerajaan kecil tetapi tidak berhasil menundukkan Gowa. Perang antara Gowa dan VOC dimulai pada 1660, dimana Belanda mendapat bantuan dari Kerajaan Bone. Perang tersebut menewaskan Panglima Bone, Tobala namun Aru Palaka meloloskan diri sehingga berakhir dengan perdamaian yang tidak berlangsung lama. Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dua kapal Belanda sehingga Belanda mengirimkan Cornelis Speelman. Sultan yang terdesak menandatangani perjanjian Bongaya pada 18 November 1667. Di tahun 1668 Sultan kembali menyerang Belanda, tetapi kekuatan benteng Somba Opu berhasil jatuh ke tangan Belanda. Sultan hingga akhir hayat tidak mau bekerjasama dan mengundurkan diri dari tahtanya.
2. Syekh Yusuf Tajul Khalwati
Lahir di Gowa 3 Juli 1626 dan wafat di Cape Town, Afrika Selatan pada 23 Mei 1699, diangkat sebagai pahlawan nasional dari Sulawesi pada 7 Agustus 1995. Ia adalah anak angkat Sultan Alauddin karena ayahnya adalah sahabat karib Raja Gowa. Ia berasal dari keluarga bangsawan tinggi di suku bangsa Makassar dan masih berkerabat dengan raja – raja dari Banten, Gowa dan Bone. Ia dianggap sebagai salah satu sesepuh dalam penyebaran Islam di Cape Town, sehingga setiap tahun tanggal kematiannya diperingati secara meriah, bahkan dijuluki sebagai salah satu putra Afrika Terbaik oleh Nelson Mandela.
3. Dr. G.S.S.J.Ratulangi
Lahir di Tondano, Sulawesi Utara pada 5 November 1890 dan meninggal di Jakarta 10 Juni 1949, dimakamkan di Tondano pada usia 58 tahun. Ia sering disebut sebagai tokoh yang multidimensi, dikenal dengan filsafatnya “ si tou timou tumou tou “ yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia jika sudah memanusiakan manusia. Mendapat pendidikan di sekolah dasar Belanda di Tondano, sekolah Raja setingkat SMP Tondano dan sekolah teknik Kononginlijke Wilhelmina School bagian Mesin di Jakarta pada 1908, ijazah dari Universias Amsterdam pada 1915, doktor di Universitas Zurich pada 1919. Namanya diabadikan sebagai bandar udara Manado dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara.
4. Maria Walanda Maramis
Lahir di Kema, Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872 dan wafat di Maumbi, Sulawesi Utara pada 22 April 1924 di usia 51 tahun. Ia adalah seorang pahlawan nasional wanita dari Sulawesi berkat usahanya untuk meningkatkan kondisi para wanita Indonesia di awal abad ke-20. Ia dianggap sebagai seorang pendobrak adat, juga sebagai pejuang kemajuan dan emansipasi wanita dalam dunia politik dan pendidikan melalui tulisan – tulisannya di surat kabar setempat bernama Tjahaja Siang di Menado. Kemudian ia mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917 sebagai pemimpinnya dan mendirikan cabang – cabang di Minahasa, juga di Jawa hingga pada saat kematiannya terus aktif disana. Patung Maria Walanda Maramis didirikan di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang yang terletak sekitar 15 menit dari pusat kota Manado. Ketahui juga mengenai nama pahlawan nasional dari Jawa Tengah, dan pahlawan nasional dari riau.
5. Robert Wolter Monginsidi
Lahir di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara pada 14 Februari 1925 dan meninggal di Pacinang, Makassar Sulawesi Selatan pada 5 September 1949. Ia bersekolah di HIS pada 1931 dan MULO Don Bosco di Manado. Terlibat dalam perjuangan melawan tentara NICA di Makassar, membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia sulawesi (LAPRIS) pada 17 Juli 1946. Belanda menangkapnya pada 28 Februari 1947, ia berhasil lolos pada 27 Oktober 1947 namun tertangkap kembali dan dijatuhi hukuman mati. Makamnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makassar dan mendapatkan Bintang Mahaputra Adipradana pada 10 November 1950, dan diberi gelar pahlawan nasional dari Sulawesi pada 6 November 1973.
6. Laksamana Muda TNI Jahja Daniel Dharma
Lahir di Manado, Sulawesi Utara pada 9/11 Maret 1911 dan meninggal di Jakarta pada 27 Agustus 1988. Ia adalah salah seorang perwira tinggi TNI AL yang beretnis Tionghoa, dikenal juga dengan nama John Lie Tjeng Tjoan. Pada usia 17 tahun ia datang ke Batavia untuk menjadi pelaut, mengikuti kursus navigasi sambil menjadi buruh pelabuhan. Ketika bergabung dengan Angkatan Laut RI, ia memimpin sebuah misi untuk menembus blokade Belanda demi menyelundupkan senjata, bahan pangan dan lain – lain., mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia, dan daerah operasinya adalah Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, Manila dan New Delhi. Ia juga aktif dalam menumpas RMS juga PRRI/ PERMESTA. Pengabdiannya di Angkatan Laut berakhir pada 1966 sebagai Laksamana Muda. Anugerah Bintang Mahaputera Utama diberikan pada 10 November 1995 dan Bintang Mahaputera Adipradana serta gelar Pahlawan Nasional pada 9 November 2009.
7. Bernard Wilhelm Lapian
Lahir di Kawangkoan, Minahasa, Sulawesi Utara 30 Juni 1892 dan wafat di Jakarta 5 April 1977. Beliau adalah seorang pejuang di berbagai bidang mulai dari jurnalisme, agama sampai politik mulai zaman Belanda, Jepang dan kemerdekaan. Ia adalah salah seorang pendiri Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) pada tahun 1933, berupa gereja yang mandiri dan independen tidak dipengaruhi oleh Belanda. Memimpin pasukan sipil pada Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 di Manado, melucuti pasukan Belanda dan membebaskan para petinggi KNIL yang ditangkap, pernah menjabat sebagai Gubernur Proponsi Celebes kedua dari 1950-1951, mendapatkan gelar pahlawan nasional dari Sulawesi pada 5 November 2015.
8. Pajonga Daeng Ngalle
Lahir di Takalar, Sulsel pada 1901 dan wafat pada 2 Februari 1958. Ayahnya bernama Hajina Daeng Massaung Karaeng Ilangari Mangkura, dan ibu bernama Hapipah Daeng Ngintang. Ia adalah seorang Karaeng atau kepala pemerintahan distrik Polongbangkeng di tahun 1934. Pada Oktober 1945, ia bersama seluruh bangsawan Sulsel mengikuti konferensi raja – raja Sulsel di Yogyakarta. Keputusan konferensi menghasilkan dukungan pada pemerintahan RI di Sulawesi sebagai pemerintah satu – satunya yang sah dibawah pimpinan Gubernur Sam Ratulangi. Gelar pahlawan nasional dari Sulawesi Selatan diberikan pemerintah RI pada 3 November 2006.
9. Pierre Tendean
Kapten Czi Anm. Pierre Andries Tendean lahir pada 21 Februari 1939 di Batavia dari ayah bernama Dr. A.L Tendean dan Cornet M.E yang berdarah Perancis. Ia adalah ajudan Jenderal Besar TNI Abdul Haris Nasution, gugur pada peristiwa G 30 S PKI bersama enam jenderal lainnya. Gelar pahlawan revolusi diberikan pemerintah RI pada 5 Oktober 1965. Ketahui juga mengenai nama pahlawan nasional dari bali, biodata pahlawan kemerdekaan, biodata pahlawan nasional dari kalimantan dan nama pahlawan nasional dari sumatera barat.
10. Ibu Agung Hj. Andi Depu
Seorang tokoh pejuang perempuan dari Mandar, Sulawesi Barat ini dinobatkan sebagai pahlawan nasional pertama dari Sulawesi Barat pada 6 November 2018. Dedikasinya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melawan Belanda sangat diakui masyarakat Mandar. Dalam sejumlah sumber diceritakan bahwa hanya daerah Tinambung , Balanipa yang tidak dapat dikuasai Belanda karena sosok Ibu Agung yang memimpin perjuangan melawan Belanda/NICA tersebut. Beliau lahir di Tinambung, Polman pada 1907 dan wafat di Makassar, Sulsel pada 18 Juni 1985. Ia adalah Raja Balanipa ke 52, putri Laqju Kanna Idoro, Raja Balanipa ke 50. Ia juga mendirikan Fujinkai Wadah Gerakan Wanita Mandar Melatih.