Bangunan

10 Candi di Klaten Beserta Penjelasan Paling Lengkap

Kabupaten Klaten di Propinsi Jawa Tengah sudah terkenal akan kesuburan tanahnya sehingga memiliki hasil panen yang berkualitas bahkan disebut-sebut tidak mengenal musim paceklik atau kekurangan bahan makanan. Namun, rupanya Kabupaten Klaten juga menyimpan beragam peninggalan sejarah yang masih ada hingga saat ini, yaitu candi. Banyak juga Candi di Karanganyar, Candi di Magelang, Candi di Malang yang wajib untuk dikunjungi untuk menambah wawasan. Berikut ini merupakan candi di Klaten sebagai destinasi wisata favorit :

1. Candi Plaosan

Kompleks sejarah Candi Plaosan merupakan salah satu bukti sejarah yang unik baik karena kemegahan bangunannya maupun nilai-nilai cerita di balik pembangunannya. Dibangun oleh Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Kuno Hindu atau Kerajaan Medang, Candi Plaosan menjadi bukti cinta sekaligus toleransi beragama untuk Pramodyawardani, kekasihnya yang beragama buddha. Hal ini terlihat dari paduan candi bercorak buddha dengan sedikit unsur hindu pada model bangunan candi.

Salah satu candi buddha di Indonesia ini terbagi atas dua lokasi sehingga sering disebut sepasang candi kembar, yakni Candi Plaosan Lor atau utara yang terpahat relief perempuan sebagai simbol Pramodyawardani dan relief laki-laki sebagai simbol Rakai Pikatan sendiri, serta Candi Plaosan Kidul atau selatan. Pahatan relief yang mendetail dan sebagian besar masih utuh dikarenakan keberlanjutan pemanfaatan candi dari dahulu kala hingga saat ini. Konon pemerintahan Rakai Pikatan membebaskan umatnya untuk beribadah di kawasan candi yang dipercaya dahulunya merupakan vihara.

Sebelum memasuki Candi Plaosan Lor, pengunjung akan menjumpai sepasang arca sedang memegang gada dan terkesan seram, disebut Dwarapala yang menunjukkan bahwa candi sudah terlindungi. Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki 116 stupa dan 58 candi-candi kecil yang disebut Candi Perwara di samping dua bangunan candi utama yang memiliki dua tingkat dan teras yang cukup luas. Bilik candi utama dapat dimasuki melalui tangga yang berhias kepala naga untuk menuju pintu yang bermotif bunga dan sulur-suluran. Selain arca buddha, terdapat relung penerangan di dalam ruangan candi utama. Sementara Candi Plaosan Kidul berukuran lebih kecil daripada Candi Plaosan Lor. Keduanya terpisah sejauh 150 meter, namun keduanya memiliki dasar model bangunan yang mirip, misalnya terdapat stupa-stupa kecil penanda corak buddha di bagian atap, hiasan kala di atas pintu candi, dan tubuhnya ramping seperti candi bercorak hindu.

2. Candi Bandung Karangnongko

Seperti Candi Plaosan, Candi Karangnongko juga berlokasi di tengah area persawahan penduduk desa Karangnongko sehingga memiliki suasana asri. Penamaan candi ini berasal dari penemuan sumur bandung yang terletak di dekat candi. Sayangnya, candi bercorak hindu ini baru ditemukan pada tahun 1970 dan sampai saat ini masih dalam proses pemugaran. (Baca juga: Silsilah Kerajaan Aceh Darussalam )

Tetapi, pondasi candi yang tingginya berkisar 50 sentimeter masih terlihat yaitu bebatuan yang nantinya akan membentuk dasar teras, tangga, dan tubuh candi. Meskipun sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun proses pemugaran tetap berlangsung dengan target waktu yang masih belum bisa diperkirakan serta pengunjung bisa melihat area candi. Beberapa kemajuan pemugaran antara lain keberadaan akses, penggalian candi perwara yang lebih meluas, dan penemuan lingga.

3. Candi Untoroyono

Candi di Klaten selanjutnya adalah candi untoroyono. Candi Untoroyono merupakan candi yang baru dibangun pada tahun 2007 atas prakarsa Pandita Mpu Nabe Reka Darmika Sandhi Yasa, yaitu seorang tokoh agama hindu dari Bali. Candi ini berdiri di atas tanah yang dipercayai oleh masyarakat sebagai tanah sakral karena berisiko negatif pada orang yang memiliki pengakuan hak milik atas tanah tersebut maupun makhluk hidup lain seperti hewan yang memakan tanaman di area tanah. Sebelum memasuki candi, pengunjung harus membasuh diri dengan air bersih serta memahami peraturan yang telah dibuat.

Candi Untoroyono dilindungi oleh gapura masuk yang simetris dan memiliki relief sulur-suluran berwarna hitam. Gapura paling besar yang berada di antara dua gapura yang lebih kecil berpintu kayu dan beratap seperti meru yang tiap atapnya ‘diikat’ menjadi satu oleh pahatan relief. Gapura yang lebih kecil tidak melengkung seperti gapura besar melainkan sepasang pintu yang tidak tersambung. Gapura kecil juga tidak memiliki sepasang arca di depannya seperti gapura besar. Bangunan candi sendiri terbuat dari bata tanpa relief pada dindingnya dan memiliki tangga biasa dengan pipi pagar besi. Atap candi berbentuk sebuah balok polos yang semakin mengecil ke atas lalu dilanjutkan oleh sebuah bentuk menyerupai mahkota sebagai puncaknya.

4. Candi Merak

Menurut sejarah Kerajaan Mataram Kuno, terdapat sebuah peninggalan berupa candi yang baru selesai mengalami proses pemugaran pada tahun 2011. Penamaan Candi Merak bermula dari penemuan sarang burung merak pada pohon joho yang berada di atas candi. Hal yang mencolok dari luar kompleks candi ialah bangunan candi induk yang berhadapan dengan tiga candi kecil lain atau candi perwara. Pipi tangga candi pun terbilang unik karena terukir relief ular, bukannya kepala naga yang umum dijumpai pada candi hindu di Indonesia.

Di dalam bilik candi terdapat yoni tetapi lingga yang seharusnya juga ada sebagai perwujudan Dewa Syiwa menghilang. Pahatan yoni di dalamnya tergolong unik karena bukan terukir relief naga atau tanpa relief sama sekali melainkan relief kura-kura, lembu, dan tubuh naga. Sebagai bukti peninggalan sejarah bercorak hindu, Candi Merak memiliki beragam arca seperti arca Ganesa, arca Bathari Durga, dan arca Agastya. Sayangnya beberapa bagian arca di beberapa relung candi yang terletak di desa Karangnongko ini telah rusak.

5. Candi Gana

Selain Candi Merak, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan warisan sejarah berupa Candi Gana. Candi di Klaten yang menghadap arah barat ini masih berhubungan dengan Candi Sewu karena diperkirakan menjadi salah satu candi yang mengelilinginya. Berdasarkan proses penggalian, Candi Gana tersusun atas batu-batu yang membentuk stupa seperti kebanyakan candi bercorak buddha, misalnya Candi Mendut yang juga merupakan kelompok candi tertua di dunia.

Ketika dilakukan rekontruksi, candi ini berdiri pada area bujur sangkar dengan keberadaan struktur batur candi dan anak tangga. Pengunjung juga bisa menyaksikan perbingkaian candi bagian bawah berupa bingkai rata, bingkai padma (sisi genta), dan belah rotan. Untuk sementara relief atau arca yang banyak ditemukan merupakan binatang, misalnya unsur burung pada relief kinara-kinari, unsur burung pada arca Jaladwara sebagai talang air, dan motif ular bersama sebuah arca sebagai makara di pipi tangga.

6. Candi Sojiwan

Sebagai salah satu candi yang memiliki bagian relief hampir utuh dan masih menawan, Candi Sojiwan cukup populer di kalangan pecinta travelling sejarah. Candi bercorak perpaduan hindu dan buddha ini juga kaya cerita dongeng di balik relief peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Hal ini terlihat dari atap candi berbentuk stupa yang mewakili agama buddha dan bentuk tubuh candi yang ramping seperti candi bercorak hindu.

Dimulai dari kaki candi, relief sudah terlihat berupa satwa Jataka dalam ilustrasi kisahnya yang dapat dibaca dengan memutari candi ke arah selatan. Relief yang masih ada antara lain pria yang sedang bertarung dengan pria lain, kura-kura dan angsa, garuda dan kura-kura, kera dan buaya, dan lain-lain. Meskipun salah satu dari dua pahatan makara di pipi kaki candi sudah tiada, tetapi ukiran kala di atas pintu candi masih awet. Aneka motif tubuh candi juga sedikit rusak sama halnya dengan arca Dwarapala, sang ‘penjaga pintu’ di luar candi. Sehingga motif sulur-suluran yang asli pada dinding candi telah digantikan oleh bata polos.

7. Candi Siwa

Candi Siwa merupakan candi utama (trimurti) di Kompleks Candi Prambanan yang tergolong ke dalam candi terbesar di dunia dan terletak di dua daerah yaitu Kabupaten Sleman serta Kabupaten Klaten. Arsitektur candi bercorak hindu yang khas terlihat dari tubuh ramping candi serta ukuran candi yang paling besar karena Dewa Siwa menjadi Dewa yang paling dihormati. Keindahan candi yang ikonik ialah puncaknya bermahkota modifikasi bentuk wajra seolah bak halilintar atau intan. Candi di Klaten ini juga menyajikan relief cerita terkenal Ramayana ketika mengelilingi candi sesuai arah jarum jam. Arca Siwa Mahadewa terdapat dalam ruang utama candi di samping arca lain yang berkaitan seperti arca Resi Agastya, arca Durga istri Siwa, dan arca Ganesha putra Siwa.

8. Candi Lumbung

Candi Lumbung merupakan candi bercorak buddha yang terdiri atas sebuah candi utama dengan 16 candi perwara yang berbaris rapi menghadapnya. Candi utama memiliki bentuk unik yaitu segi banyak dengan 20 sisi serta berelief wanita dan laki-laki pada keempat sisi dinding luar candi. Meskipun arca pada relung dan atap candi berupa stupa runcing sudah tidak ada, tetapi pahatan Hariti dan Kuwera masih ada pada dinding di sekitar pintu masuk. Sementara candi perwara memiliki batur candi yang lebih rendah yaitu 1 meter, tidak seperti candi utama setinggi 2,5 meter. Selain itu, candi perwara juga tidak bermotif sama sekali.

9. Candi Bubrah

Candi Bubrah berarti ‘hancur berantakan’ dari penamaannya yang masih belum diketahui keterkaitannya dengan candi. Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno ini berdiri di atas denah persegi dengan sisi 12 meter hanya berupa reruntuhan yang tampak sangat besar dan lebar namun tidak menjulang ke atas. Candi yang terbuat dari batu andesit ini mengalami proses pemugaran pada tahun 2016. Berbagai arca buddha telah ditemukan, begitu pula sebagian relief pada kaki candi sehingga termasuk peninggalan bercorak buddha seperti Candi Kalasan, yaitu salah satu candi di Yogyakarta.

10. Candi Sewu

Sebagai kompleks candi buddha terbesar kedua di Jawa Tengah setelah candi di Magelang yakni Candi Borobudur, Candi Sewu masih berkaitan dengan kisah Roro Jonggrang. Sebelum memasuki candi yang dulunya dimanfaatkan sebagai pusat ibadah buddha ini, pengunjung akan menjumpai arca Dwarapala. Di dalam kompleks candi, terdapat sebuah candi utama, 8 candi pengapit atau candi antara, dan 240 candi perwara sehingga banyak pula relief yang masih bisa dilihat.

Pada kaki candi, terukir relief bunga dalam jambangan. Tidak seperti candi pada umumnya, bagian atas pintu candi tidak terpahat kalamakara. Namun ditemukan hiasan kepala naga pada dinding yang terletak di ambang pintu. Ruangan candi utama berbentuk kubus memiliki beberapa relung arca buddha di bagian dinding luarnya. Sementara candi pengapit semuanya saling membelah halaman untuk mengarah menuju candi utama. Sebagai candi yang tidak kalah menawan, candi apit memiliki hiasan relief sesosok dewa dan atap beragam stupa teratur.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Adara Primadia

Recent Posts

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…

5 years ago

Sejarah Hari Buruh Internasional ( 1 Mei ) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…

5 years ago

Kolonialisme dan Imperialisme – Latar Belakang dan Contoh

Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…

5 years ago

Sejarah Organisasi Internasional

Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…

5 years ago

De Facto dan De Jure – Pengertian – Perbedaan – Contoh Menerapkannya

Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…

5 years ago

Silsilah Kerajaan Demak Sebagai Kerajaan Islam Pertama

Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…

5 years ago