Arab Saudi adalah salah satu negara Islam yang memiliki pengaruh besar dan juga negara terbesar di Jazirah Arab. Hal ini dikarenakan keberadaan dua kota suci umat Islam, yaitu Mekah dan Madinah, di mana dua kota tersebut diagungkan oleh seluruh umat Islam di dunia dan didalamnya terdapat kabah dan juga sejarah kabah. Di samping itu, tingkat ekonomi Arab Saudi cukup baik dibandingkan negara-negara Islam lainnya. Arab Saudi berbatasan langsung (searah jarum jam dari arah utara) dengan Yordania, Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman, Laut Merah dan salah satu peradaban tertua di dunia yaitu Persia.
Sejarah Kerajaan Arab
Arab Saudi erat hubungannya juga dalam sejarah Indonesia, karena salah satu alasan munculnya sejarah kerajaan Islam di Indonesia karena adanya pedagang-pedagang yang berasal dari Arab Saudi. Negara Arab Saudi baru terbentuk diabad ke-20. Namun sejarah kerajaan Arab tersebut bisa ditelusuri sejak abad ke-18. Perlu diketahui bahwa secara umum ada tiga fase negara Arab Saudi, yaitu fase pertama pada tahun 1744-1818, fase kedua pada tahun 1824-1891, dan fase ketiga pada tahun 1932-sekarang.
1. Fase Pertama : Keamiran Diriyah atau Emirate of Diriyah (1744-1818)
Negara Arab Saudi yang pertama didirikan sekitar tahun 1744 M (1157 H) oleh Muhammad bin Saud, seorang amir atau penguasa lokal di daerah Diriyah (saat ini masuk wilayah kota Riyadh) yang terletak di tengah-tengah Jazirah Arab. Saud membuat perjanjian dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab untuk mendukung dakwah Wahab yang intinya seputar pemurnian agama Islam. Wahab memanfaatkan wilayah kekuasaan Saud untuk mengajarkan pemahaman agama Islam versinya yang di masa kini dikenal sebagai aliran Wahabi. Sedangkan Saud memanfaatkan karisma yang dimiliki oleh Wahab untuk memperoleh sekutu dan pengikut tambahan.
Dakwah pemurnian agama yang dilakukan Wahab berkembang di Jazirah Arab. Keamiran Diriyah pun juga berkembang. Hal ini dibuktikan dengan semakin luasnya wilayah yang dikuasai yaitu Nejd (Riyadh dan Qassim), Hijaz (Mekah dan Madinah), Ahsa’ (Jazirah Arab sebelah timur), dan wilayah lainnya. Selain bertambah luasnya wilayah kekuasan, Diriyah juga memiliki peningkatan pada bidang militernya.
Luasnya wilayah Keamiran Diriyah dan juga semakin berkembangnya dakwah pemurnian agama yang dilakukan oleh Wahab membuat kekhawatiran dan ketidaksukaan Kesultanan Ottoman. Kesultanan Ottoman adalah penguasa awal kota Mekah dan Madinah. Hal ini beralasan karena jika Mekah dan Madinah menjadi wilayah yang dikuasai oleh Keamiran Diriyah, maka umat Islam akan berhenti memandang Kesultanan Ottoman sebagai kekhalifahan yang sah. Selain itu, Kesultanan Ottoman juga khawatir jika wilayah lain milik Ottoman akan dirampas pula oleh Diriyah, seperti wilayah yang terletak di Asia Barat.
Sebagai respon atas semakin meningkatnya kekuatan Diriyah, pada awal abad ke-19 Kesultanan Ottoman meminta Muhammad Ali Pasha yang pada saat itu menjabat sebagai gubernur wilayah Mesir untuk menyerang pasukan Diriyah. Mesir adalah negara yang memiliki peradaban sungai Nil yang cukup terkenal di seluruh dunia. Pada awalnya pasukan Diriyah sanggup memukul mundur pasukan Ottoman/Mesir. Tetapi Ali Pasha tidak ingin menyerah begitu saja. Ali Pasha kemudian menyusun rencana untuk mengutus anaknya yang bernama Ibrahim Pasha pada invasi selanjutnya.
Ibrahim Pasha lihai dalam membujuk, hal ini yang dilakukannya kepada para penguasa lokal Jazirah Arab untuk lebih memihak kepada Mesir. Cara ini pun berhasil, sehingga perlahan-lahan kekuatan Diriyah menurun. Kesempatan itu tidak disia-siakan oleh Mesir, pada tahun 1818 Mesir menyerang dan merebut ibukota Diriyah. Dalam penyerangan tersebut, sebagian anggota keluarga Saud dan sekutunya berhasil ditangkap oleh pasukan Mesir, dan sebagian lainnya berhasil melarikan diri.
Penguasa-penguasa pada fase ini adalah sebagai berikut:
- Imam Muhammad bin Saud (1744-1765).
- Imam Abdulaziz bin Muhammad bin Saud (1765-1803).
- Imam Saud bin Abdulaziz bin Muhammad bin Saud (1803-184).
- Imam Abdullah bin Saud bin Abdulaziz bin Muhammad bin Saud (1814-1818).
2. Fase Kedua: Keamiran Nejd atau Emirate of Nejd (1824-1891)
Turki bin Abdullah yang merupakan cucu dari Muhammad bin Saud mampu merebut kembali kekuasaan sebelumnya yang dijatuhkan oleh Kesultanan Ottoman dan Mesir. Setelah berhasil merebut kembali kekuasaan, Turki mendirikan negara baru yang bernama Nejd. Pada tahun 1824, Keamiran Nejd berhasil mengalahkan pasukan-pasukan yang berasal dari Mesir. Pasukan Mesir tersebut sedang menguasai Riyadh. Setelah menang dalam perebutan, akhirnya Keamiran Nejd memutuskan untuk menjadikan Riyadh sebagai ibukota Nejd.
Dikemudian hari perang kembali terjadi antara pasukan Mesir dan pasukan Nejd. Perang berlangsung tidak lama, karena dari peristiwa tersebut akhirnya memunculkan perjanjian antara kedua negara, di mana Nejd menyatakan kesediaannya untuk membayar upeti kepada Mesir. Setelah tahun 1824, terjadi konflik keluarga dalam Keamiran Nejd. Turki dibunuh oleh sepupunya sendiri yang bernama Faisal bin Turki bin Abdullah. Kemudian Faisal menjadi penguasa di Nejd. Faisal menentang keras dan tidak ingin melanjutkan perjanjian penyetoran upeti ke Mesir.
Hal ini membuat Mesir kembali melancarkan penyerangan ke Nejd dan berhasil menangkap Faisal. Karena Faisal telah tertangkap, maka Nejd mengalami kekosongan kekuasaan. Kemudian Mesir mengutus Khalid bin Saud bin Abdul Azis untuk menjadi pemimpin Nejd yang baru, karena Khalid masih memiliki hubungan darah dengan keluarga Saud dan paham dengan kondisi sosial dan politik Jazirah Arab. Khalid menyatakan kesetiaannya pada pemerintahan Mesir.
Tidak suka melihat kondisi tersebut, sepupu Khalid yang bernama Abdullah bin Thunayan lalu memberontak pada tahun 1841 dan mampu menumbangkan rezim Khalid. Tidak lama kemudian, Faisal yang berhasil melarikan diri dari penjara Mesir kembali ke Jazirah Arab dan kemudian membunuh Abdullah supaya dirinya bisa kembali berkuasa. Tahun 1865, Faisal meninggal. Pasca meninggalnya Faisal, Nejd langsung dilanda konflik perebutan tahta.
Melemahnya kekuatan Nejd dimanfaatkan oleh Emirat Jabal Shammar/Emirat Al-Rasyid untuk memperkuat kedudukannya di Jazirah Arab bagian tengah. Pada tahun 1891 pasukan Al-Rasyid berhasil menaklukkan Riyadh dan mengakhiri riwayat Emirat Nejd. Abdul Rahman bin Faisal selaku raja terakhir Nejd berhasil melarikan diri ke Kuwait. Penguasa-penguasa pada fase ini adalah sebagai berikut:
- Imam Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Saud (1823-1834).
- Imam Faisal bin Turki (1834-1838 dan 1843-1865).
- Imam Abdullah bin Faisal bin Turki (1865-1871, 1871-1872, dan 1876-1889).
- Imam Saud bin Faisal bin Turki (1871 dan 1873-1875).
- Imam Abdul Rahman bin Faisal bin Turki (1875-1876 dan 1889-1891).
3. Fase Ketiga: Kerajaan Arab Saudi atau Kingdom of Saudi Arabia (1932-Sekarang)
Diawali dengan berhasil direbutnya kembali Riyadh pada tahun 1902 oleh pasukan yang dipimpin oleh Abdulaziz atau yang lebih dikenal dengan Ibnu Saud. Ibnu Saud berhasil menyatukan kembali kekuasaan Arab Saudi termasuk wilayah Hijaz (Mekah dan Madinah). Pada tahun 1932, seluruh kekuasaanya dijadikan satu dan hal ini menandai berdirinya Kerajaan Arab Saudi yang sampai dengan saat ini. Berikut secara singkat raja-raja Kerajaan Arab Saudi:
- Raja Abdulaziz bin Abdul Rahman bin Faisal bin Turki (1932-1953), beliau adalah anak dari penguasa terakhir Arab Saudi fase kedua, yaitu Imam Abdul Rahman bin Faisal. Seluruh raja-raja Arab Saudi sampai saat ini adalah anak beliau.
- Raja Saud bin Abdulaziz (1953-1964), beliau adalah anak tertua setelah Turki I. Setelah Raja Abdulaziz meninggal dunia maka Saud dinobatkan sebagai raja berikutnya.
- Raja Faisal bin Abdulaziz (1964-1975), beliau menggantikan Raja Saud yang turun dari tahta kerajaan.
- Raja Khalid bin Abdulaziz (1975-1982), beliau berkuasa setelah kematian Raja Faisal.
- Raja Fahd bin Abdulaziz (1982-2005), beliau adalah raja Arab Saudi yang berkuasa paling lama yaitu hampir sekitar 23 tahun.
- Raja Abdullah bin Abdulaziz (2005-2015), beliau sebelumnya merupakan komandan pasukan elit (Saudi Arabian National Guard) sejak tahun 1962 sampai naik tahta.
- Raja Salman bin Abdulaziz (2015-sekarang), beliau berkuasa setelah kematian saudaranya yaitu Raja Abdullah. Sebelumnya beliau adalah gubernur Riyadh hampir selama 48 tahun.
Peninggalan Sejarah Kerajaan Arab
Ada beberapa peninggalan sejarah kerajaan Arab, diantaranya adalah sebagai berikut:
- King Saud University (KSU) yang didirikan pada zaman Raja Saud bin Abdulaziz.
- Perusahaan minyak Arab Saudi yaitu ARAMCO yang dimulai usaha nasionalisasinya oleh Raja Faisal bin Abdulaziz.
- King Abdullah University of Science and Technology (KAUST) di sekitar Jeddah yang didirikan pada zaman Raja Abdullah bin Abdulaziz.
Jadi itulah penjelasan mengenai sejarah kerajaan mulai dari raja-raja dan juga peninggalannya. Kerajaan Arab juga termasuk dalam kerajaan besar pada masanya dan peninggalan bersejarahnya menjadi tempat wisata. Tak kalah juga dengan peninggalan mesir kuno yang masih banyak dikunjungi hingga kini.