G30S PKI adalah peristiwa sejarah sangat kelam yang pernah terjadi di Indonesia berupa tujuan organisasi PKI yaitu usaha untuk mengganti ideologi negara Indonesia dari Pancasila menjadi komunis. Cara yang dilakukan adalah dengan kudeta terhadap pemerintahan yang sah dan pembunuhan kejam terhadap para petinggi TNI pada saat itu. Tidak saja membunuh para petinggi TNI AD, namun ada banyak rakyat yang sengsara dan mempertaruhkan nyawa mereka dibawah siksaan PKI.
Padahal paham komunis sangat ditentang oleh rakyat Indonesia dan sangat tidak diterima, namun Partai Komunis Indonesia berhasil menemukan jalannya untuk tetap eksis dan pada akhirnya melakukan upaya kudeta tersebut. Setelah gagal melakukan pemberontakan pada tahun 1948, PKI masih terus bergerak diam – diam dan bahkan berhasil kembali ikut serta dalam pemilu pertama Indonesia di tahun 1955 sebagai partai politik terbesar di Indonesia.
Kondisi Politik Indonesia Sebelum G30S PKI
Setelah keluarnya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, paham Nasakom yang digaungkan oleh pemerintah tumbuh dengan subur. Hal ini mengakibatkan pengaruh PKI dalam bidang politik semakin luas termasuk dalam kebijakan pemerintah berupa kebijakan politik dalam dan luar negeri. Pada masa Demokrasi Terpimpin tersebut PKI berhasil menempatkan golongan komunis berkat paham Nasakom (Nasionalisasi, Agama dan Komunis) dan membubarkan semua organisasi anti komunis yang dituduh anti pemerintah. Pemerintah kemudian membentuk Poros Jakarta Peking dalam bidang politik luar negeri yang mencakup Jakarta – Phnom Penh – Hanoi – Beijing – Pyongyang pada Agustus 1965.
Indonesia bahkan menerapkan politik mercusuar yang hanya mengejar kemegahan diantara pergaulan antar bangsa. PKI kemudian berusaha menghancurkan lawan politiknya dengan licik, antara lain berhasil menghasut Presiden Soekarno untuk membubarkan partai Murba, Masyumi dan PSI. Indonesia juga terlibat konflik dengan Malaysia yang dianggap sebagai antek Nekolim (neokolonialisme) Inggris sehingga dapat membahayakan revolusi Indonesia. Karena konflik ini Indonesia bahkan sampai keluar dari keanggotaan PBB pada 7 Januari 1965 karena Malaysia ditunjuk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Akibat G30S PKI di Bidang Politik
Kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang menurun menjadi salah satu alasan penyebab dan latar belakang G30S PKI, sehingga para petinggi PKI memutuskan untuk segera bertindak. Isu Dewan Jenderal kemudian dihembuskan kepada para pimpinan TNI AD dan digunakan untuk alasan melakukan operasi kudeta. Peristiwa G30S PKI sudah tentu menimbulkan akibat tersendiri dalam berbagai aspek kehidupan rakyat Indonesia. Dampak G30S PKI di bidang politik setelah terjadinya kronologi G30S PKI juga tidak kalah merugikan seperti beberapa hal berikut ini.
Menumpas Komplotan G30S PKI
Mayor Jenderal Soeharto sebagai Pangkostrad pada tanggal 1 Oktober 1965 mengambil alih pimpinan Angkatan Darat karena belum diketahuinya nasib para petinggi TNI AD yang diculik PKI. Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, komandan RPKAD pada saat itu juga kemudian ditunjuk sebagai Komandan penumpasan G30S PKI di Jakarta. Tugas pertama Kolonel Sarwo Edhie adalah untuk merebut kembali RRI Stasiun Pusat Jakarta yang diduduki PKI. Pada tanggal 2 Oktober pasukan Kolonel Sarwo Edhie melakukan penyisiran di sekitar area Lapangan Terbang Halim Perdana Kusuma tepatnya di Lubang Buaya. Penyisiran dilakukan karena pada tanggal 1 Oktober terdengar kegaduhan dan tembakan.
Gerombolan PKI yang masih berada di Lubang Buaya melarikan diri dan meninggalkan Brigadir Polisi Sukitman yang terikat di pohon. Sukitman kemudian memberikan petunjuk kepada tentara yang menuntun pada penemuan jenazah para perwira TNI AD pada 3 Oktober 1965. Semua korban yang ditemukan di dalam sebuah sumur tua di Lubang Buaya kemudian dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada 5 Oktober 1965. Operasi serupa juga dilakukan di Jawa Tengah, dimana pimpinan penumpasan diserahkan kepada Pangdam VII Diponegoro Brigjen Suryo Sumpeno.
Operasi kemudian dikembangkan hingga daerah Blitar Selatan melalui operasi militer yang diberi nama Operasi Trisula, sedangkan di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama Operasi Kikis. Melalui operasi – operasi militer ini kemudian para tokoh G30S PKI berhasil ditangkap atau ditembak. Aidit sebagai dalang pemberontakan ditembak mati pada 24 November 1965. Kolonel Sarwo Edhie kemudian membentuk operasi Komando Merapi untuk gembong pemberontak yang lari ke Jawa Tengah. Operasi ini menembak mati sejumlah gembong pemberontak tokoh G30S PKI seperti Kol. Sahirman, Kol. Maryono, Letkol Usman, Mayor Samadi, Mayor RW Sakirno dan Kapten Sukarno. Ada pula tokoh yang ditangkap hidup – hidup dan diadili seperti Letkol Untung Sutopo dalam Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) pada 14 Februari 1966.
Terbitnya Supersemar pada akhirnya memberi Jenderal Soeharto kekuasaan tidak terbatas dan membuat Soekarno menyerahkan mandatnya sebagai salah satu dampak G30S PKI di bidang politik yang terbesar. Soeharto kemudian terpilih sebagai Presiden kedua RI menggantikan Soekarno yang sudah kehilangan kepercayaan rakyat. Sejak saat itu setiap tanggal 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan G30S PKI sedangkan tanggal 1 Oktober diperingati sebagai sejarah Hari Kesaktian Pancasila yang tidak terlepas dari sejarah G30S PKI lengkap dan sejarah lubang buaya.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…