Bicara soal sejarah lubang buaya, mari kita kembali ke masa lalu. Kita akan membuka lorong waktu dan kembali ke masa 30 September 1965. Di mana tragedi yang lebih dikenal dengan sebutan Peristiwa G30 SPKI ini yang akan membawa kita untuk mengetahui sejarah lubang buaya. Siapa yang tak mengenal Lubang Buaya? Sebagian besar bangsa Indonesia mengetahui Lubang Buaya, bahkan hingga kisahnya yang menyeramkan dari Lubang Buaya itu. Seakan kisah-kisah tersebut sudah mengakar dalam benak bangsa Indonesia sepanjang Orde Baru berkuasa. Ketahui pula Faktor Penyebab Runtuhnya Orde Baru.
Sejarah Lubang Buaya
Nama daerah ini dari dulu memang Lubang Buaya. Jadi, tidak ada sangkut pautnya nama ‘Lubang Buaya’ dengan tragedi tersebut. Menurut warga sekitar, bahwa tempat tersebut lebih banyak didiami oleh masyarakat asal Cirebon. Konon, menurut cerita masyarakat setempat, nama ‘Lubang Buaya’ dikarenakan kejadian setelah banjir. Sebelum terjadinya banjir, banyak warga yang tinggal di situ. Dan saat banjir melanda, banyak warga yang tinggal dan menggunakan getek (rakit) di atas air banjir. Ketika mereka mendayung getek, tiba-tiba dayung tidak bisa bergerak. Lalu dayung tersebut ditinggal, akhirnya mereka menjalankan getek dengan tangan mereka.
Setelah air banjir surut, ternyata diketahui ada buaya yang sedang memakan dayung tersebut karena saking laparnya. Sehingga, banyak yang mengatakan, “Jangan ke tempat itu, ada buaya, ada lubang buaya.” Sehingga lama-kelamaan masyarakat setempat menamakan daerah tersebut daerah ‘Lubang Buaya’.
Namun, legenda Lubang Buaya telah ternoda oleh tragedi G 30 S-PKI, pada tanggal 30 September 1965. Pada masa penjajahan, daerah Lubang Buaya ini merupakan daerah sentral pelatihan Sejarah PKI (Partai Komunis Indonesia). Lubang Buaya merupakan daerah yang menjadi tempat sejarahnya para PKI mengumbar dosa. Dalam buku ‘Bahaya Laten Komunisme di Indonesia’ terbitan Pusat Sejarah dan Tradisi Markas Besar ABRI, juga pernah difilmkan oleh TVRI dengan durasi 4 jam yang diputar setiap malam 30 September ini telah menunjukkan dengan jelas dosa-dosa para PKI pada tahun 1965.
Kesadisan yang dilakukan oleh para PKI di Lubang Buaya ini telah diabadikan dalam bentuk teks, film, museum, hingga monument. Sehingga membuat masyarakat mengingat akan kekejaman para PKI saat itu. Namun, sampai sekarang belum diketahui siapa dalang dari kebengisan pada peristiwa itu.
Peristiwa G 30 S-PKI
Salah satu kesatuan dalam Gerakan 30 September ini telah bergerak mulai dari Lubang Buaya. Mereka dibagi menjadi tujuh kelompok yang mana tiap kelompoknya bertugas untuk menculik tujuh jenderal yang masuk dalam bagian anggota Dewan Jenderal. Lalu ketujuh jenderal tersebut dibawa ke Lubang Buaya. Seperti dalang dari G 30 S-PKI yang masih belum jelas siapa, eksistensi Dewan Jenderal pun juga belum diketahui dengan jelas sampai saat ini. Memang sejarah G 30 S-PKI ini merupakan sejarah yang gelap dan kabur alias masih simpang siur. Banyak sesuatu yan gbelum terungkap dengan jelas.
Lubang Buaya memang merupakan saksi bisu atas tragedi pembantaian besar yang dilakukan oleh gerakan kiri di Indonesia pada masa itu. Dalam pembantaian G 30 S-PKI, para jenderal yang sebagai korban ini sebelum dibunuh dikelilingi terlebihi dahulu seakan-akan mereka sedang melakukan pesta kemenangan. Mereka semua mengelilingi para jenderal, menari, dan bernyanyi-nyanyi di depan para korban. Tak hanya itu, para perempuan gerakan tersebut tidak kalah sadis, mereka menusuk-nusuki para korban dengan pisau ke tubuh para korban. Bahkan sampai menyilet-nyileti alat vital para korban. Para pelaku Gerakan G 30 S-PKI ini diberi nama dengan sebutan ‘Gerwani’. Aksi Gerwani tersebut pun diabadikan di Lubang Buaya yang terpampang pada relief di Monumen Pancasila Sakti. Relief tersebut diukir berdasarkan persepsi dan cerita menurut Orde Baru.
Mungkin Anda akan melihat seorang perempuan yang tengah menyaksikan rekan prianya yang sedang memasukkan tubuh korban ke dalam sumur di relief Monumen tersebut. Ada juga penampakan perempuan lain yang asyik menari dengan untaian kembang mengalungi lehernya. Diduga, pada masa itu para perempuan Gerwani sedang melakukan ritual Harum Bunga dengan disimbolkan tarian tanpa pakaian alias telanjang dan melakukan pesta seks. Cerita ini pun juga diangkat ke film ‘Pengkhianatan G30S/PKI yang selalu diulang setiap tahunnya.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa pada waktu itu tidak ada tarian telanjang di Lubang Buaya. Itu hanya tambahan-tambahan belaka saja oleh orang yang tak bertanggung jawab. Kalau orang-orang menari-nari sambil memukuli para korban memang ada, namun menari-nari sambil telanjang tidak benar adanya. Mereka menari sambil bernyanyi lagu ‘Genjer-Genjer’ yang merupakan lagu daerah Banyuwangi yang digubah oleh PKI.
Menurut penelitian para pakar sejarawan, beberapa anggota Gerwani tersebut berada di Lubang Buaya untuk melakukan latihan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang merupakan kebijakan Konfrontasi Malaysia oleh pemerintah Sukarno. Memang saat itu sedang ada Pelatihan untuk Dwikora. Hal itu terbukti pada buku “Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia’ yang ditulis oleh Saskia Eleonora Wieringa. Dalam buku tersebut telah mengatakan bahwa Lubang Buaya memang sejak Juli 1965 telah dijadikan lokasi latihan Ganyang Malaysia untuk para sukarelawan Dwikora.
Nah, dalam pelatihan tersebut, telah diikuti oleh kader Gerwani, anggota PKI, Pemuda Rakyat, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, dan Buruh Tani Indonesia. Bahkan jika G30S/PKI ini pecah, rencananya para pemuda Nahdlatul Ulama juga diundang untuk mengikuti latihan di Lubang Buaya pada bulan Oktober 1965.
Rezim Soeharto
Sebagai upaya Soeharto dalam meneguhkan rezimnya, maka ia mencanangkan pembentukan memori kolektif atas kekejaman PKI dan beberapa organisasi yang berafiliasi dengannya. Selain itu, juga melibatkan pembangunan monument dan museum yang berdasarkan sejarawan dari Lembaga ilmu Pengetahuan Indonesia yaitu Asvi Warman Adam. “Soeharto didukung oleh orang-orang yang paham betul dengan nilai sejarah. Sejarah digunakan untuk memberinya legitimasi kekuasaan.” – Asvi –
G 30 S ini merupakan awal dari keruntuhan Orde Lama dan membangkitkan Orde Baru. Walaupun banyak dusta yang tersebar di pelosok negeri. Selain itu, politik pun juga tidak dapat dipisahkan dari politik global pada masa itu. Politik global itu terjadi adanya Amerika Serikat yang sedang berperang dingin dengan Uni Soviet. “G30S adalah salah satu momen paling berbahaya bagi AS semasa perang dingin. Jika G30S berhasil, menurutnya, Indonesia dapat berubah menjadi Negara komunis yang bersekutu dengan Uni Soviet.” – Marshall Green – Duta Besar AS untuk Indonesia pada masa itu.
Dalam uraian katanya pada tahun 1997, ia juga menambahkan bahwa Bangsa terbesar keempat di dunia ini yang merupakan Indonesia akan menjadi komunis. Pada saat itu, rezim Sukarno yang menganut prinsip antikolonialisme dan antiimperialisme dan condong ke Uni Soviet ini telah ambruk dan digantikan oleh pemerintagan soeharto yang menganut politik luar negeri bebas aktif dan condong ke Amerika Serikat. Soeharto pun berhasil menumpas komunis sekaligus mengubah konsep politik di Indonesia menjadi perpolitikan global.
Saat itu, rezim Soeharto benar-benar menumpas habis para komunis di Indonesia hingga terjadilah banjir darah pada masa 1965 – 1966. Bahkan yang tak bersalah pun juga ikut jadi korban. Sehingga dapat dikatakan bahwa Lubang Buaya dan juga Museum Pengkhianatan PKI ini merupakan sejarah ciptaan Orde Baru yang mewakili seluruh negeri dan menjadi lonceng kematian partai tersebut.
Kompleks Lubang Buaya
Lokasi Lubang Buaya tepatnya berada di Jakarta Timur. Di sana Anda akan melihat penampakan Monumen Pancasila Sakti yang sengaja dibangun untuk mengabadikan tragedi G30S/PKI. Di sana pun dijadikan area tempat wisata sebagai tempat berkunjung bagi orang-orang yang ingin mengetahui sejarah, khususnya sejarah lubang buaya. Area itu dinamakan Komplek Lubang Buaya yang memiliki luas sekitar 14,6 hektar.
Ketika Anda berada di sana, biasanya Anda akan menjumpai satu rombongan keluarga yang duduk melingkar di pendopo dan menaungi sumur yang mana sumur merupakan tempat para jenderal sebagai korban G30S dikubur. Rombongan tersebut berdoa dengan hening dan renung. Sehingga, dapat dikatakan bahwa Monumen Pancasila Sakti yang letaknya di Komplek Lubang Buaya ini bukan hanya sebagai monument sejarah, melainkan juga sebagai tempat wisata ziarah. Karena banyak orang yang mengunjungi dan berdoa untuk para pahlawan yang gugur dan dikubur di sumur Lubang Buaya. (Baca juga: Sejarah Benua Atlantis)
- Sumur Maut Lubang Buaya
Jangan hanya berdiam diri di depan pendopo saja, sebaiknya Anda masuk lebih dalam lagi, Anda akan diantar oleh pembimbing museum yang bernama M. Yutharyani yan gmerupakan Perwira seksi Pembimbingan Informasi Monumen Pancasila Sakti. Anda akan diantar menuju ‘sumur maut’. Sumur Maut merupakan sumur yang digunakan sebagai penguburan para jenderal. Tak hanya sebagai penguburan, sumur tersebut dijadikan sebagai tempat pembantaian bahkan ada yang dijatuhkan ke dalam sumur hidup-hidup.
Anda belum dikatakan berkunjung ke Monumen Pancasila sakti, jika belum menuju Sumur Maut. Karena tempat tersebut merupakan zona yang paling utama dalam Kompleks Memorial Lubang Buaya. Areanya pun cukup luas yang berkisar 9 hektar. Lubang sumur dapat Anda lihat berdampingan dengan tiga bangunan yang merupakan saksi bisu kekejaman Gerakan 30 September 1965. Yang mana ketiga bangunan tersebut di antaranya:
- Rumah Penyiksaan,
- Pos Komando, dan
- Dapur Umum
- Monumen Tujuh Perwira
Dekat area tersebut juga Anda juga akan melihat patung-patung berbentuk manusia. Patung-patung manusia tersebut merupakan Monumen Tujuh Perwira yang mana patung-patung tersebut sebagai tanda hormat Negara terhadap ketujuh perwira yang gugur sebagai korban G30S/PKI. Mereka adalah para pahlawan revolusi.
Patung-patung tersebut telah dibangun ketika rezim Soeharto dengan kurun waktu 1967 – 1972. Hal ini dilakukan oleh Negara sebagai tanda ingata Negara terhadap perjuangan darah mereka yang mengalir begitu deras dalam mempertahankan ideologi Pancasila dari ancaman komunis.
- Dua Museum Diorama
Sepanjang Orde Baru memimpin negeri, Kompleks Lubang Buaya terus mengalami penataan. Dan dua decade setelahnya, Soeharto telah membangun dua museum sebagai etalase sejarah yang berupa diorama. Diorama merupakan miniature dari suatu peristiwa. Kedua museum itu di antaranya:
- Museum Paseban. Museum ini diresmikan pada tahun 1981. Museum ini berisi runutan cerita dari persiapan pemberontakan, penculikan para jenderal, penganiayaan, pelarangan Partai Komunis Indonesia, hingga peralihan kekuasaan dari Sukarno ke Soeharto.
- Museum Pengkhianatan PKI. Museum ini diresmikan pada tahun 1992. Museum disebut juga sebagai museum penutup sebelum The smilling General alias Soeharo lengser dari masa jabatannya pada tahun 1998. Museum ini pun berisi tentang bagaimana sepak terjang para PKI di Indonesia.
Ketika Anda memasuki kedua museum ini, maka yang Anda rasakan kelembaban dan dan kesenyapan suasana dalam museum. Suara kaki Anda yang berjalan dan menyentuh lantai museum akan menimbulkan suara yang menggema. Di sana Anda akan memandangi satu persatu kisah Gerakan 30S/PKI yang diabadikan di dalam deretan etalase diorama yang berukuran 2 x 2 m. Baca juga mengenai Sejarah Benua Asia, Sejarah Benua Australia, dan Sejarah Rusia.
Diorama tersebut berada di lorong museum yang mana ditata sedemikian rupa hingga runtutan peristiwa tergambar jelas, dari perencanaan pergerakan PKI pada tahun 1945 hingga meletusnya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965.
Anda akan melihat diorama pertama yang memberikan miniature dari kisah Tiga Daerah Proklamasi Kemerdekaan 1945. Pada masa itu, para komunis masih berada dalam area bawah tanah. Dan di dalam diorama tersebut para komunis digambarkan mulai menyusup ke beberapa organisasi massa dan pemuda sebagai rencana pergerakan mereka. Hal itu dilakukan para komunis sebagai ajang mata-mata alias mencari tahu beberapa informasi dan sebagai ajang pencarian anggota atau dukungan agar komunis di Indonesia semakin banyak.
Dalam diorama tersebut, Anda dapat melihat para komunis yang muncul dengan gambaran sebagai kelompok brutal dan rusuh yang suka menyebarkan teror ke bangsa Indonesia. Kisah itu masih berlanjut dalam diorama-diorama lorong museum berlantai dua tersebut. Di dalam museum banyak yang berpendapat bahwa terdapat 42 diorama yang mengisahkan mulai kebangkitan bangsa Indonesia hingga kehancuran PKI di Indonesia.
Pada diorama-diorama dalam etalase, bukan hanya PKI yang dipampang dan digambarkan. Melainkan juga terdapat beberapa organisasi afiliasi yang merupakan motor penggerak massa seperti Buruh Tani Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat (PR), dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Perlu diketahui bahwa Gerwani merupakan salah satu organisasi perempuan yang memiliki kedudukan sangat kuat di Indonesia pada masa 1950 – 1960 an. Apalagi, Gerwani mulai memiliki hubungan yang sangat erat dengan PKI menjelang 1965, pembantaian para jenderal pada masa itu. Sehingga membuat Gerwani ini merupakan satu-satunya organisasi perempuan yang sangat kuat kedudukannya di Indonesia.
Padahal, pada masa sebelumnya Gerwani dibentuk dengan tujuan untuk mempertahankan sosialis perempuan dan feminism di Indonesia. Namun, saat bergabung dengan PKI, Gerwani mulai menjadi organisasi yang brutal dan dikenal dengan ‘Pemburu Berdarah Dingin’.
Dengan cahaya yang redup, warna tembok yang pucat, dan sensasi kesedihan yang mungkin akan membuat Anda semakin terbawa ke dalam kisah G30S/PKI saat itu. Gesture dan ekspresi patung-patung yang ada di dalam museum akan membuat bulu kuduk Anda berdiri. Tampak seperti hidup dan nyata patung-patung tersebut.
Beberapa patung dalam museum tersebut merupakan buah karya dari Edhi Sunarso yang merupakan seorang pemahat handal dan sudah mendapatkan kepercayaan dari Bung Karno. Edhi pun juga tidak asal memahat diorama-diorama tersebut. Hal itu sudah melalui dari berbagai riset lapangan yang dipimpin oleh ahli sejarah yaitu Nugroho Notosusanto.
Jika Anda sulit memahami arti dari diorama-diorama tersebut, Anda tak perlu khawatir, karena di sana tentunya akan selalu ditemani oleh beberapa pemandu yang sudah ditugaskan. Selain itu, Anda juga bisa membaca beberapa teks panduan yang selalu terpampang di setiap diorama dalam etalase. Sehingga Anda tidak bingung lagi, apa arti dari dioraqma-diorama tersebut. Sama halnya diorama-diorama tersebut, beberapa teks panduan tersebut ditulis bukan asal ditulis, melainkan merupakan teks yang menyajikan seluruh rangkaian peristiwa dengan acuannya yaitu literature sejarah di sekolah-sekolah.
Gerwani bersama PKI
Anda dapat melihat keterlibatan para anggota Gerwani dalam pemberontakan G30S ini pada diorama. Diorama tersebut adalah diorama Peristiwa Bandar Betsi di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 14 Mei 1965. Dalam diorama itu, telah digambarkan bahwa Gerwani bersama Buruh Tani Indonesia dan Pemuda Rakyat telah berhasil menguasai tanah air di beberapa tempat tanah air Indonesia. Saat itu, para Gerwani berhasil mengambil dan menguasai beberapa tanah dengan cara membawa masa untuk mengeroyok dan mengganyang para anggota TNI yang sedang menjaga tanah.
Bahkan pada beberapa diorama tersebut, mereka telah digambarkan dengan memukuli para anggota TNI dengan benda tumpul dan juga menusuk-nusukan ke tubuh anggota TNI dengan senjata tajam. “Prajurit itu terlentang di tanah. Seketika itu juga kepalanya dicangkul oleh seorang anggota BTI. Akibat penganiayaan itu, Pelda Sujono tewas di tempat.” – tulisan pada salah satu diorama –
Para Pengunjung Museum
Jika dilihat dan ditotal secara rata-rata, jumlah pengjung Museum Lubang Buaya ini bisa mencapai 10 sampai 15 ribu orang per tahunnya. Dan rata-rata pengunjung adalah para siswa. Karena pada dasarnya beberapa sekolah sudah bekerja sama dengan museum ini untuk selalu mengirimkan rombongan siswanya ke museum tersebut. Hal ini karena kunjungan museum termasuk dalam kurikulum pendidikan yang mereka terapkan. Sehingga mereka dapat mengerti sejarah Indonesia sebenarnya secara detil.
Bahkan museum ini bukan hanya sebagai kunjungan para siswa, banyak para mahasiswa jurusan sejarah yang sering berkunjung ke museum tersebut untuk melakukan riset dalam penelitian mereka. “Jadi, museum ini fungsinya lebih banyak digunakan sebagai edukasi sejarah.” – Yutharyani – pemandu Museum Lubang Buaya.
Walaupun di setiap diorama selalu ada teks panduan sebagai penjelasan tentang diorama, ternyata masih banyak yang tetap ingin ditemai oleh pemandu museum Lubang Buaya. Hal ini dikarenakan kebanyakan mereka beralasan karena ingin mendengar cerita dari pemandu secara langsung agar lebih jelas. Bahkan ada juga yang mengaku bahwa kalau mereka jalan sendiri melewati lorong museum, mereka selalu merasakan aura-aura mistis.
Itulah beberapa ulasan mengenai sejarah lubang buaya yang perlu Anda ketahui sebagai pengetahuan sejarah di Indonesia. Sejarah Lubang Buaya ini sebenarnya juga masih ada yang berpendapat bahwa ada yang ditutupi dan simpang siur.