Peristiwa G30S PKI yang dikenal juga dengan nama Gerakan 30 September, Gestapu atau Gerakan September Tiga Puluh, dan Gestok atau Gerakan Satu Oktober, adalah suatu peristiwa pemberontakan yang terjadi pada malam hari di tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965. Peristiwa ini menelan korban jiwa dari tujuh perwira tinggi dari militer Indonesia dan beberapa orang lain yang juga kehilangan nyawa karena usaha kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno ini. Dalang dibalik peristiwa ini adalah Partai Komunis Indonesia yang sudah menjadi bagian dari sejarah partai politik Indonesia sejak tahun 1914.
Pemberontakan – pemberontakan sebagai Latar Belakang G30S PKI sebenarnya telah dimulai jauh sebelum ini yaitu pada peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 dengan memproklamasikan Soviet Republik Indonesia. Kejadian ini berhasil ditumpas oleh TNI pada 30 September 1948. Selain itu, masih ada banyak kekacauan yang diakibatkan oleh pemogokan organisasi – organisasi yang berada di bawah PKI, aksi – aksi kekerasan dari ormas PKI di berbagai wilayah dengan berbagai jargon politik bernada kekerasan seperti “Ganyang Nekolim”, “ Ganyang Kabir”, “Ganyang Tujuh Setan Kota” dan lain sebagainya hingga mencapai puncaknya pada peristiwa G30S PKI.
Latar Belakang G30S PKI
Kondisi ekonomi yang merosot di masa Demokrasi Terpimpin telah menjadi lahan yang subur untuk pertumbuhan sejarah PKI dengan menyasar rakyat miskin untuk menjadi target propaganda politik mereka. Tujuan organisasi PKI adalah untuk mendirikan negara komunis di Indonesia dengan berbagai cara. Pada masa itu Angkatan Darat muncul sebagai organisasi militer pejuang yang sekaligus mengemban tugas kemasyarakatan, sehingga juga memiliki peran dalam bidang politik dan ekonomi.
Salah satunya ketika Angkatan Darat ditugaskan untuk memimpin banyak perusahaan asing yang diambil alih pemerintah untuk alasan nasionalisasi. PKI tidak menyukai kebijakan tersebut sehingga mereka menjuluki para perwira sebagai Kabir, yaitu Kapitalis Birokrat. Ketika itu ada tiga kekuatan besar dalam pemerintahan yaitu Angkatan Darat, PKI dan Presiden. Beberapa peristiwa yang menjadi latar belakang G30S PKI adalah:
- Pembentukan Angkatan Kelima
PKI yang merasa kekuatan militernya masih sangat lemah ketika menghadapi Angkatan Darat sangat berkepentingan untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan para petani yang dipersenjatai. Pembentukan Angkatan Kelima ini adalah gagasan Menlu Cina Chou En-Lai ketika mengunjungi Jakarta pada tahun 1965, dan menjanjikan akan memasok 100 ribu pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Gagasan itu menjadi alasan bagi pemimpin PKI dalam memperkuat pertahanan dan terus mendesak pembentukan Angkatan Kelima tersebut, yang ditolak oleh Angkatan Darat. Begitu juga dengan Laksamana Muda Martadinata yang menolak atas nama Angkatan Laut. Angkatan Kelima hanya akan diterima jika berada dibawah komando ABRI.
2. Nasakom
Ideologi Nasakom adalah salah satu faktor dalam latar belakang G 30 S PKI dan menjadi bagian dari sejarah G30S PKI lengkap. PKI atau Partai Komunis Indonesia adalah partai komunis terbesar di dunia selain Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta orang pada tahun 1965, dan 3 juta orang lagi dari organisasi pergerakan pemudanya. Selain itu, masih ada beberapa organisasi yang diawasi dan dikontrol oleh PKI seperti pergerakan Serikat Buruh yang memiliki 3,5 juta anggota serta Barisan Tani Indonesia dengan 9 juta anggota juga merupakan bagian dari PKI, begitu juga dengan organisasi pergerakan wanita bernama Gerwani, organisasi penulis, artis, dan juga pergerakan para sarjana yang membuat PKI memiliki lebih dari 20 juta anggota serta pendukung.
Ketika pada Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Soekarno mengeluarkan ketetapan konstitusi berupa dekrit Presiden, ia mendapat dukungan penuh dari PKI. Angkatan bersenjata diperkuat dengan mengangkat jendral – jendral militer ke posisi yang penting, dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Sambutan PKI untuk Demokrasi Terpimpin sangat baik dan menganggap bahwa Soekarno mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi antara pendukung Nasionalis, Agama dan Komunis atau NASAKOM. Angkatan Darat menolak ideologi NASAKOM tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Jenderal Ahmad Yani.
3. Konfrontasi Malaysia
Malaysia sebagai negara federasi yang beru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 merupakan salah satu faktor penting dalam latar belakang G 30 S PKI. Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia mendekatkan Soekarno dengan PKI sehingga dapat menjelaskan mengapa para tentara menggabungkan diri dalam gerakan 30 S/ Gestok, dan juga menjadi penyebab PKI menculik para tentara petinggi Angkatan Darat. Terjadinya demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur yang menyebabkan PM. Malaysia Tunku Abdul Rahman menginjak – injak lambang Garuda karena dipaksa para demonstran menyebabkan kemurkaan Soekarno.
Ia kemudian menyerukan pembalasan dendam dengan slogan “Ganyang Malaysia” dan memerintahkan Angkatan Darat untuk melakukannya. Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang masih mendapat bantuan Inggris karena menganggap tentara tidak memadai untuk berperang dalam skala itu. Sedangkan Kepala Staf TNI AD A.H. Nasution menyetujuinya karena khawatir isu Malaysia akan dimanfaatkan PKI untuk memperkuat posisinya di bidang politik Indonesia.
Pada saat itu Angkatan Darat berada dalam posisi yang serba salah karena tidak yakin akan menang melawan Inggris, namun di sisi lain mereka akan menghadapi kemurkaan Soekarno jika tidak berperang. Keragu – raguan ini menghasilkan peperangan yang setengah hati di Kalimantan dan mengalami kegagalan, padahal ini adalah operasi gerilya dimana tentara Indonesia sangat mahir melakukannya. Kekecewaan Soekarno karena tidak didukung tentara membuatnya mencari dukungan kepada PKI yang memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungannya sendiri.
Selain itu, Angkatan Darat juga menolak adanya poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang yang hanya akan membantu Cina memperluas semangat revolusi komunis di kawasan Asia Tenggara sehingga dapat merusak hubungan baik dengan negara – negara tetangga. Penolakan itu diwujudkan dalam bentuk seminar di Gedung Seskoad Bandung yang dihadiri oleh delapan Jenderal yaitu Rachmat Kartakusumah, J. Mokoginta, Suwarto, Jamin Ginting, Suprapto, Sutoyo, M.T. Haryono dan S. Parman pada 1 – 5 April 1965 yang menghasilkan doktrin strategis politis Angkatan Darat yang dinamakan Tri Ubaya Cakti.
4. Pembantaian Para Perwira TNI
Pembunuhan para perwira Angkatan Darat adalah puncak dari latar belakang G30S PKI. Situasi politik Indonesia yang genting pada sekitar bulan September 1965 memunculkan isu adanya Dewan Jenderal yang mengindikasikan ada beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas kepada Soekarno dan berniat untuk menggulingkan pemerintahannya. Inilah yang memicu peristiwa G30S PKI. Soekarno disebut – sebut menanggapi isu ini dengan memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa para jenderal tersebut untuk diadili, akan tetapi dalam prosesnya konon beberapa oknum pasukan yang terbawa emosi justru melepaskan tembakan sehingga membunuh keenam petinggi TNI AD.
TNI AD tersebut yaitu Letjen Ahmad Yani (Kastaf Komando AD), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri), Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri), Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri), Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri), Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman), juga membunuh Ade Irma Suryani putri dari Jendral Abdul Harris Nasution yang selamat dari serangan tersebut dan menewaskan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean. Para korban yang dibuang ke Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta ditemukan pada tanggal 3 Oktober.
Selain itu ada beberapa orang lain yang juga menjadi korban yaitu Bripka Karel Sasuit Tubun (pengawal di kediaman resmi Wakil PM II dr. J. Leimena), Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta) dan Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kastaf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta). Ketahui juga mengenai sejarah lubang buaya, dan sejarah hari kesaktian Pancasila.