Bandung yang kini dikenal dengan julukan Kota Kembang dan menjadi salah satu pusat pariwisata di Jawa Barat memiliki kisah bersejarahnya sendiri yang sangat terkenal. Pada zaman perjuangan kemerdekaan, kota Bandung dianggap sebagai salah satu kota yang strategis dan karenanya banyak diincar oleh tentara penjajah untuk diduduki. Bandung Lautan Api adalah suatu peristiwa kebakaran besar yang terjadi di kota Bandung, Jawa Barat pada tanggal 24 Maret 1946. Sekitar dua ratus ribu penduduk Bandung membakar rumah mereka dalam waktu tujuh jam dan meninggalkan kota menuju selatan Bandung. Pembakaran tersebut dilakukan untuk mencegah tentara sekutu dan NICA Belanda agar tidak menggunakan Bandung sebagai markas besar bagi pasukan militer mereka.
Peristiwa tersebut sangat penting artinya dalam perang kemerdekaan Indonesia. Istilah dari kejadian pembakaran tersebut dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api berkat sebuah artikel yang ditulis oleh Atje Bastaman. Ia adalah seorang wartawan muda yang menulis untuk koran Soeara Merdeka. Pada saat itu peristiwa terbakarnya Bandung disaksikannya atas bukit Gunung Leutik, Garut. Keesokan harinya ketika tiba di Tasikmalaya, Atje langsung menulis apa yang ia saksikan. Tulisannya yang terbit di harian tersebut diberi judul Bandoeng Djadi Laoetan Api pada 26 Maret 1946. Judul artikelnya harus dipangkas menjadi Bandoeng Laoetan Api Karena keterbatasan ruangan di koran tersebut.
Urutan Peristiwa Bandung Lautan Api
Kronologi Bandung Lautan Api dalam sejarah kota Bandung secara singkat bisa dipaparkan sekaligus dengan penyebab peristiwa Bandung Lautan Api dan latar belakang Bandung Lautan Api sebagai berikut ini:
1. Kedatangan Sekutu 12 Oktober 1945
Tentara sekutu dibawah pimpinan Jendral Hawtorn memasuki Bandung pada 12 Oktober 1945, dan bersama dengan itu tentara NICA pimpinan Kapten Gray juga ikut mendompleng. Sementara itu tentara Jepang melakukan pembersihan di kota untuk memuluskan jalan tentara sekutu yang akan memasuki kota Bandung. Rakyat menjadi semakin khawatir karena menyebar kabar bahwa tentara sekutu akan mengambil alih kota Bandung. Tidak lama kemudian didapatkan informasi bahwa kedatangan sekutu memang berniat untuk menjadikan Bandung sebagai salah satu pusat militernya di Jawa Barat. Pasukan sekutu termasuk tentara Inggris bagian dari Brigade 37 yang dipimpin oleh Kolonel Mac Donald, terdiri dari orang – orang Sikh dari India yang bersorban, juga dari Nepal (tentara Gurkha) dengan membawa persenjataan lengkap, konon memang berencana menguasai Bandung sebagai pusat militernya.
2. Pertempuran Pada 21 November 1945
Sekutu menyatakan bahwa tujuan mereka adalah untuk melucuti para tentara Jepang dan membebaskan tawanan Belanda serta tawanan Eropa lainnya. Selain itu mereka juga ingin terlibat dalam upaya penegakan ketertiban karena disinyalir masih ada kemungkinan massa pro Belanda akan beraksi. Segera setelah tiba di Bandung, Kolonel McDonald langsung memerintahkan dan menuntut penyerahan senjata dari laskar pejuang, polisi dan TKR pada tentara sekutu yang berada di bawah komandonya.
Sikap arogan dari salah satu pimpinan tentara sekutu tersebut menjadi salah satu faktor dalam kronologi Bandung Lautan Api. Kekuatan militer Belanda di Indonesia pada saat itu belum pulih sehingga mereka memanfaatkan tentara Inggris untuk melawan para pejuang Indonesia. Karena tuntutan tersebut maka banyak pertikaian yang terjadi antara tentara sekutu dan para pejuang RI. Salah satunya adalah pada 21 November 1945 ketika para pejuang menyerang tentara Inggris di Hotel Savoy Homann dan Hotel Preanger yang digunakan sebagai markas.
3. Ultimatum Sekutu Pada 24 November 1945
Kolonel McDonald menyampaikan ultimatum pada tanggal 24 November 1945 kepada Gubernur Jawa Barat untuk mengosongkan Bandung Utara. Tuntutan ini adalah salah satu bagian dari kronologi Bandung Lautan Api. Ultimatum tersebut menuntut agar Bandung dikosongkan tidak hanya dari penduduk namun termasuk juga pasukan bersenjata. Sebagai akibatnya, keesokan harinya tanggal 25 November 1945 terjadi pertempuran di sejumlah wilayah Bandung yaitu Cihaurgeulis, Sukajadi, Pasirkaliki, Viaduct dan Balai Kereta Api antara sekutu dan pejuang Indonesia. Pesawat Inggris kemudian menjatuhkan bom ke Lengkong Besar dan Cicadas, sementara di Lengkong Besar tentara sekutu berusaha membebaskan para tawanan Eropa.
4. Perundingan 25 November 1945
Kemudian dilakukan perundingan antara RI dengan sekutu pada 25 November 1945. Hasilnya membagi kota Bandung menjadi dua wilayah dengan batas jalan kereta api. Wilayah utara menjadi wilayah kekuasaan sekutu dan wilayah selatan adalah kekuasaan Indonesia. Sekutu meminta rakyat yang masih berada di bagian utara untuk pergi. Sekutu kembali mengulang ultimatumnya pada 23 Maret 1946 dan memerintahkan agar TRI (Tentara Republik Indonesia) meninggalkan kota Bandung bagian utara secepatnya.
Tuntutan tersebut menginginkan bahwa selambat – lambatnya pukul 24.00 WIB pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung sejauh hingga 11 kilometer dari pusat kota. PM Sjahril memberi instruksi untuk menuruti ultimatum tersebut demi keamanan rakyat dan mencegah pertumpahan darah kembali. Hal itu dilakukan karena pada saat itu kekuatan TRI sama sekali tidak seimbang dengan kekuatan sekutu, dan akan tetap kalah jika nekat melawan. Pada saat itu TRI hanya memiliki 100 pucuk senjata, bahkan kebanyakan baru memakai bambu runcing dan jenis senjata tajam lainnya. berbeda dengan Inggris yang memiliki 12 ribu orang pasukan bersenjata lengkap dan modern, termasuk tentara bayaran Gurkha dan NICA.
5. 24 Maret 1945
Pukul 10 pagi hari itu para pemimpin TRI mengadakan rapat di markas Divisi III TKR untuk menindaklanjuti perintah dari PM Sjahril. Salah satunya adalah Komandan Divisi III Kolonel Nasution dan para komandan lainnya, perwakilan tokoh masyarakat dan para pejuang Bandung. Setelah perundingan dan diskusi yang alot, disepakati bahwa TRI akan mundur bersama rakyat sambil melakukan operasi bumi hangus sehingga Bandung tidak akan diserahkan dalam keadaan yang utuh. Kolonel Nasution kemudian mengumumkan melalui siaran RRI pada pukul 14.00 bahwa semua pegawai dan rakyat harus keluar dari kota sebelum pukul 24.00. Sejumlah titik pengungsian juga disiapkan.
6. Pembakaran Kota Bandung
Walaupun telah diumumkan di radio, masih banyak rakyat yang tidak mengetahui rencana tersebut. Para pejuang bersama dengan aparat pemerintahan kemudian gencar meneruskan berita kepada masyarakat sehingga pengungsi semakin bertambah. Pembakaran kota dilakukan malam itu juga selagi rombongan besar penduduk mengungsi dalam kronologi Bandung Lautan Api. Pertempuran besar kemudian terjadi di desa Dayeuhkolot di selatan Bandung, dimana terdapat gudang amunisi besar milik sekutu. Pada peristiwa tersebut, dua orang pejuang anggota Barisan Rakjat Indonesia (BRI) bernama Muhammad Toha dan Ramdan mengorbankan diri untuk meledakkan gudang amunisi. Di kota Bandung, Bank Rakyat menjadi gedung pertama yang diledakkan sebagai aba – aba, lalu pembakaran dilakukan di Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegallega. Asrama – asrama TRI juga dibakar.
Pada pukul 24.00 kota Bandung sudah kosong dari rakyat dan dari para pejuang, namun tetap mengobarkan bara api dan asap dari kronologi Bandung Lautan Api. Persiapan yang minim membuat banyak gedung penting yang tidak sempat diledakkan atau tidak mengalami efek penghancuran yang diinginkan. Karena situasi yang kacau, pembakaran yang tadinya ditujukan pada gedung – gedung pemerintahan atau gedung yang sekiranya akan digunakan sebagai markas justru meluas hingga pembakaran rumah rakyat oleh mereka sendiri secara sukarela.
Pembakaran rumah warga terjadi mulai jalan Buah Batu, Cicadas, Cimindi, Cibadak, Pagarsih, Cigereleng, Sudirman, Kopo. Sementara kobaran api yang terbesar terjadi di Cicadas dan Tegallega, sekitar Ciroyom, jalan Otista, Cikudapateuh dan lainnya. Semangat patriotisme rakyat Bandung pada waktu itu sungguh ditunjukkan melalui kerelaan mereka untuk mengorbankan rumahnya sendiri tanpa berpikir panjang lagi hingga akhir pertempuran Bandung Lautan Api. Ketahui juga mengenai bangunan bersejarah di Bandung, dan apa saja museum di Bandung.