Perang Banjar merupakan perang untuk melawan kolonial Belanda yang dimulai pada tahun 1859 hingga 1906. Perang ini termasuk dalam masa penjajahan Belanda di Indonesia. Nama lainnya adalah Perang Kalimantan Selatan atau Perang Banjar-Barito karena letaknya Kesultanan Banjar. Wilayah perang ini meliputi Kalimantan Selatan dan Tengah. Konflik ini dimulai ketika Belanda memonopoli perdagangan di Kesultanan Banjar. Ternyata Belanda menginginkan hal lebih yaitu ikut campur di urusan kerajaan yang tentu membuat situasi kerajaan bertambah kalut. Perang ini berakhir dengan kemenangan Belanda.
Kedatangan Belanda di Tanah Banjar
Pada abad keenam belas, Belanda atas nama East United India Company sudah datang dan menjalin kontrak di Pulau Kalimantan. Tepatnya pada tahun 1606. Pada tahun 1635, kontrak pertama perdagangan lada ditandatangani bersama dengan Kesultanan Banjar. Waktu itu, lada merupakan produk mewah di Eropa dan tentunya menjadi alasan utama Belanda berada di tempat ini. Beberapa dekade berikutnya sudah muncul peperangan kecil dan bentrokan senjata karena kontrak lada yang tidak dipenuhi. Yang paling serius adalah insiden pembunuhan 64 orang Belanda dan 21 orang Jepang di Kota Waring pada tahun 1638.
Pada abad kesembilan belas, Herman Willem Daendels selaku Gubernur Hindia Belanda, memutuskan untuk meninggalkan Banjarmasin atas pertimbangan tidak ekonomis. Kemudian Inggris mengambil alih Kalimantan sebagai akibat dari Perang Napoleon pada tahun 1811. Namun, pada Desember 1816, kewenangan Kalimantan kembali dari Inggris ke Belanda. Belanda menandatangi kontrak baru dengan Sultan. Pada Januari 1817, bendera Sultan diganti dengan bendera Belanda. Perlahan, kekuasaan Sultan digantikan oleh Hindia Belanda. Di tahun-tahun berikutnya, timbul pemberontakan kecil dan ada kontrak tidak adil yang ditandatangani.
Sejarah Perang Banjar
Sultan Tahmidillah I memiliki tiga orang anak yang bisa menggantikan kedudukannya sebagai sultan yaitu Pangeran Amir, Pangeran Abdullah dan Pangerah Rahmat. Muncullah Pangeran Nata yang merupakan saudara Sultan Tahmidillah I. Antagonis ini membunuh Pangeran Abdullah dan Pangeran Rahmat atas bantuan Belanda. Hanya Pangeran Amir yang selamat. Belanda lalu mengangat Pangeran Nata menjadi Sultah Tahmidillah II.
Pangeran Amir yang selamat tentu tidak menerima Sultan Tahmidillah II menjadi Sultan Banjar. Konflik pun meletus selama beberapa tahun. Namun dengan mudahnya Sultan Tahmidillah II dan Belanda mengalahkan Pangeran Amir. Pangeran Amir ditangkap dan dibuang ke Ceylon atau Sri Lanka. Tapi kemenangan atas Pangeran Amir ini tidaklah gratis. Sultan Tahmidillah II harus membayar daerah Kotawaringin, Bulungan, Pasir dan Kutai kepada Belanda.
Pangeran Antasari adalah putra dari Pangeran Amir yang lahir di tahun 1809. Pangeran Antasari kecil sudah membenci kehidupan istana yang penuh politik, intrik dan pengaruh kekuasaan kolonial Belanda. Dia lebih sering hidup di masyarakat biasa, bermain bersama rakyat biasa, hidup bertani dan berdagang serta mempelajari agama Islam pada para ulama.
Agama Islam sangat berpengaruh ke kehidupan Pangeran Antasari. Tak heran Pangeran Antasari memiliki akhlak yang baik. Seperti jujur, ikhlas dan pemurah. Tak hanya itu, Pangeran Antasari juga sangat tabah dalam menghadapi cobaan dan memiliki pandangan yang cukup luas dan jauh sehingga dia sangat disukai oleh rakyat. Sehingga Pangeran Antasari menjadi pemimpin yang baik bagi rakyat Kalimantan Selatan.
Kondisi Kesultanan cukup memprihatinkan, tidak stabil dan kacau. Sultan Tahmidillah II wafat dan diganti oleh Sultan Sulaiman yang hanya dua tahun memerintah. Lalu Sultan Adam yang melanjutkan pemerintahan. Wilayah Kesultanan Banjar sekarang tinggal sedikit yaitu Banjarmasin, Hulusungai dan Martapura. Wilayah yang dimiliki sebelumnya sudah diambil oleh Belanda karena suatu perjanjian.
Perjanjian yang ditandatangani tahun 1826 itu cukup merugikan Kesultanan Banjar. Isinya yaitu Kesultanan Banjar tidak bisa membuka hubungan diplomasi dengan negara selain Belanda. Pengecilan wilayah Kesultanan Banjar karena beberapa bagian wilayah menjadi milik dan diawasi oleh Belanda. Tokoh yang memangku jabatan Mangkubumi pun harus disetujui oleh pemerintah Belanda. Padang perburuan yang menjadi tradisi dan penuh dengan menjangan pun harus diserahkan ke Belanda.
Seperti Padang Bajingah, Padang Pacakan, Padang Simupuran, Padang Ujung Karangan dan Padang Atirak. Penduduk sekitar dilarang berburu di menjangan itu. Pajak penjualan intan pun didapat oleh Belanda dengan jumlah sepuluh persen dari harga intan dan harga pembeliannya juga diatur oleh Belanda. Satu-satunya yang terlihat baik adalah Belanda melindungi Kesultanan Banjar apabila diserang oleh musuh. Baik musuh dari dalam negeri maupun luar negeri. Kelihatannya Belanda melindungi kedaulatan Kesultanan Banjar. Tapi justru musuh Kesultanan Banjar adalah Belanda sendiri.
Perjanjian yang tidak seimbang ini tentu dipengaruhi oleh tindakan pendahulu Sultan Adam yaitu Pangeran Nata. Pangeran Nata yang dibantu oleh Belanda untuk merebut kekuasaan bagaikan bersekutu dengan setan. Akibatnya, Pangeran Nata harus membalas budi Belanda dengan perjanjian yang sangat menguntungkan Belanda baik dari jangka pendek maupun jangka panjang.
Perang Banjar pada 28 April 1859
Setelah Sultan Adam mangkat, Pangeran Tamjidillah diangkat oleh Sultan Banjar. Padahal rakyat Banjar ingin agar Pangeran Hidayatullah yang menjadi sultan karena dia adalah putra dari Sultan Adam. Tapi Belanda tetap memaksa agar Pangeran Tamjidillah tetap menjadi Sultan dan Pangeran Hidayatullah hanya sebagai Mangkubumi. Penindasan dan perlakuan Belanda yang seenaknya sendiri pada rakyat Kesultanan banjar membuat rakyat marah.
Pemerintah Hindia Belanda mulai waspada akan kemunculan pemberontakan. Penduduk Banjar mulai melawan Belanda dan membawa semangat Perang Agama. Kelemahan Sultan Tamjidillah mulai mengakibatkan kekacauan. Kondisi yang semakin panas membuat Pangeran Antasari tampil menjadi pemimpin rakyat Banjar. Awalnya, Pangeran Antasari menghimpun kekuatan rakyat yang sudah muak pada Belanda. Tak lupa Pangeran Hidayatullah juga diajak yang kini menjadi Mangkubumi. Pangeran Hidayatullah pun setuju.
Pada tanggal 28 April 1859 pecahlah Perang Banjar. Pihak Kesultanan Banjar dipimpin oleh pahlawan nasional yang sangat dikenal yaitu Pangeran Antasari. Pangeran Antasari dibantu oleh Pangeran Hidayatullah, Demang Lehman, Haji Buyasin, Tumenggung Antaluddin, Pangeran Amrullah dan lain-lain. Serangan mengarah ke tambang Nassau Oranje milik belanda dan Benteng Pengaron. Sebagai reaksi, Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi dan mengutus Kolonel Augustus Johannes Andersen untuk mengambil alih komando militer. Dia dibantu oleh Letnan Kolonel G. M. Verspyck.
Setelah berhasil menguasai dua tempat tersebut, muncullah pertempuran di beberapa tempat lain. Pertempuran Benteng Tabanio di Agustus 1859, Pertempuran Benteng Gunung Lawak pada September 1859, Pertempuran Munggu Tayur pada Desember 1859, Pertempuran Amawang pada Maret 1860. Tumenggung Surapati sukses merusakkan kapal Onrust di Sungai Barito.
Keberpihakan Pangeran Hidayatullah kepada rakyat semakin jelas dan menjadi anti Belanda. Dia menolak tuntutan oleh Belanda agar menyerah. Hingga akhirnya Belanda menghapus Kesultanan Banjar di Juni 1860 dan memerintahkan seorang petinggi Belanda untuk memerintah Kesultanan Banjar.
Perang semakin meluas setelah para kepala daerah dan para ulama juga bergabung dengan pemberontak. Mereka memperkuat tentara Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah melawan penjajah. Sayangnya, pasukan pemberontak kalah oleh persenjataan Belanda yang begitu canggih dan modern. Setelah terus berperang hingga tiga tahun, Pangeran Hidayatullah menyerah ke Belanda pada tahun 1861 dan dibuang ke daerah Cianjur.
Menyerahnya Pangeran Hidayatullah membuat Pangeran Antasari menjadi satu-satunya pemimpin pemberontakan dan keturunan Kesultanan Banjar. Untuk memperkuat kedudukan sebagai pemimpin tertinggi, Pangeran Antasari meneriakkan slogan, “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah,” sehingga rakyat, alim ulama dan pejuang mengakui Pangeran Antasari sebagai Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Pangeran Antasari tidak bisa menolak dan dia harus mengemban kedudukan yang dipercayakan rakyat dan kaum ulama sepenuhnya. Dia begitu tawakkal kepada Allah. Sekarang Pangeran Antasari bertugas sebagai Kepala Pemerintahan, Komando Tertinggi Perang dan Pemimpin Islam Tertinggi.
Sejarah Perang Banjar semakin mendekati akhir dan kekalahan Kesultanan Banjar sedikit demi sedikit semakin tampak. Pasukan Belanda dipasok berbagai persediaan dan pasukan bantuan dari Batavia. Karena terus terdesak, Pangeran Antasari memindahkan markas komando di Sungai Teweh. Dari sana, Pangeran Antasari dibantu oleh dua putranya seperti Gusti Muhammad Said dan Gusti Muhammad Seman. Selain itu juga dibantu oleh Kiai Demang Lehman dan Tumenggung Surapati. Tapi beberapa hari kemudian Pangeran Antasari wafat lalu dimakamkan di Hulu Teweh.
Meski Pangeran Antasari sudah wafat, pemberontakan pada Belanda masih berlanjut. Sekarang dipimpin oleh dua putranya. Tapi tetap saja perlawanan melemah karena perbedaan kekuatan yang signifikan. Di tahun-tahun akhir perang, Belanda berhasil menangkap dan membunuh beberapa tokoh perjuangan. Contohnya yang tertangkap seperti Tumenggung Aria Pati dan Kiai Demang Lehman. Sedangkan yang gugur yaitu Tumenggung Macan Negara, Tumenggung Naro, Panglima Bukhari dan Rasyid. Menantu Pangeran Antasari, yaitu Pangeran Perbatasari tertangkap di Belanda ketika bertempur di Kalimantan Timur pada tahun 1866. Dia diasingkan ke Tondano di Sulawesi Utara. Panglima Bakumpai juga tertangkap dan digantung pada tahun 1905 di Banjarmasin. Gusti Muhammad Seman juga wafat di Pertempuran Baras Kuning di daerah Barito.
Hasil Akhir dengan Kekalahan Kesultanan Banjar
Sejarah Perang Banjar selesai pada tahun 1906 yang ditandai dengan kekalahan Pangeran Antasari dan Kesultanan Banjarmasin. Korban di pihak Banjar lebih dari enam ribu jiwa. Sementara pihak kolonial kehilangan tiga ribu hingga lima ribu orang dan dua kapal uap yang tenggelam. Pasca perang ini, Belanda semakin menusukkan taring dan kukunya di tanah Kalimantan.
Demikian informasi Sejarah Perang Banjar tentang perjuangan Kesultanan Banjar melawan dominasi Pemerintah Hindia Belanda. Meskipun kalah, Perang Banjar ini memberi kita pelajaran bahwa kegigihan para pahlawan dahulu, tokoh Islam dan ulama dalam memperjuangkan tanahnya. Selain di Banjar, cukup banyak pula perjuangan melawan penjajah di beberapa daerah yang menjadi titik awal perkembangan nasionalisme di Indonesia. Contohnya seperti sejarah Perang Kamang dan sejarah Perang Padri. Kesultanan di Indonesia yang lain juga melawan Belanda seperti sejarah Kerajaan Tidore, sejarah Kerajaan Samudra Pasai dan Kerajaan Demak beserta peninggalan kerajaan demak.