Meskipun berhasil melalui banyak peristiwa sejarah di Indonesia sebelum merdeka, melepaskan diri dari belenggu era kolonial dan melalui kemerdekaan indonesia, Indonesia masih harus komitmen untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan dari gangguan luar maupun dalam. Gangguan luar adalah serangan dari negara asing contohnya seperti peristiwa 10 November yang menghasilkan sejarah monumen tugu pahlawan, peristiwa merah putih, peristiwa ambarawa, agresi militer belanda yang pertama dan kedua. Belanda berharap untuk menguasai Indonesia lagi. Biografi Jenderal Sudirman perlu dibaca karena beliaulah yang berjasa di peristiwa agresi militer belanda. Gangguan dari dalam adalah para tokoh-tokoh separatis yang tidak mau bergabung atau melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu gangguan dari dalam adalah Peristiwa Andi Azis yang ada di zaman orde lama.
Peristiwa Andi Azis atau dalam ilmu sejarah internasional disebut dengan Makassar Uprising adalah usaha pemberontakan yang dimulai oleh Andi Azis, yang menginginkan untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur dan tidak mau kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Andi Azis yang seorang mantan perwira KNIL, para perwira APRIS (sebelum jadi ABRI) yang dulunya mantan anggota KNIL wajib bertanggung jawab untuk menangani gangguan keamanan yang terjadi di wilayah Negara Indonesia Timur Gangguan keamanan di Negara Indonesia Timur menurut Andi Azis sebenarnya didalangi oleh pemerintah. Gerakan ini berhasil dikalahkan oleh pemerintah dan Negara Indonesia Timur bergabung dengan NKRI. Berikut adalah proses atau upaya pemerintah dalam menghadapi pemberontakan Andi Azis.
Latar Belakang Pemberontakan Andi Azis
Andi Azis adalah tentara mantan perwira KNIL yang langsung bergabung dengan APRIS dan perlahan-lahan akhirnya mampu menjadi perwira APRIS. Pelantikan Andi Azis disaksikan oleh Letkol Ahmad Yunus Mokoginta yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Tentara Teritorium Negara Indonesia Timur.
Tapi sepertinya Andi Azis menyalahgunakan jabatan. Dia malah menggerakkan pasukan yang mantan perwira KL/KNIL dan menyerang markas APRIS dan malah menyandera para perwira APRIS. Bahkan Letkol A. Y. Mokoginta yang menyaksikan pelantikan Andi Azis juga ikut ditahan. Begitu berhasil menguasai Makassar, Andi Azis menyatakan agar Negara Indonesia Timur harus dipertahankan. Ia menuntut agar para pejabat APRIS yang dari mantan anggota KNIL harus bertanggung jawab terhadap gangguan keamanan di wilayah Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh pemerintah.
Upaya Pemerintah dalam Menghadapi Pemberontakan Andi Azis
Pada tanggal 8 April 1950, pemerintah melakukan tindakan. Ultimatum diserukan yang menuntu agar Andi Azis segera datang ke Jakarta dalam batas 4 x 24 jam. Selain itu juga agar Andi Azis mempertanggung jawabkan tindakan sembrononya. Pilihan lain juga ditawarkan, apabila Andi Azis tidak mempedulikan ultimatum tersebut, Kapal Angkatan Laut Hang Tuah akan datang dan melakukan bombardir ke kota Makassar. Tapi tetap saja Andi Azis tidak mempedulikan ultimatum tersebut.
Lewat 4 X 24 jam, Andi Azis yang tak menanggapi dinyatakan pemberontak oleh pemerintah pada tanggal 13 April 1950. Pemerintah pun langsung mengirimkan pasukan untuk mengamankan Makassar. Dan akhirnya, pada tanggal 14 April 1950 Andi Azis datang ke Jakarta setelah berunding dengan Sri Sultan Hamengkubuwana IX dengan syarat tidak akan ditangkap. Tetapi, ketika Andi Azis baru mendarat di Bandara Kemayoran, Andi Azis justru langsung ditangkap oleh Polisi Militer.
Anggota KL/KNIL kerap kali memprovokasi dan memancing konflik dengan pasukan APRIS. Pasukan KNIL terus saja mengganggu. Sedangkan pasukan APRIS yang mulai tergerak atas provokasi dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pelawanan di Sulawesi Selatan. Pasukan APRIS akhirnya berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak pada tanggal 21 April 1950.
Kemudian anggota ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang turun di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang diciptakan Mayor H. V. Worang di Sulawesi Selatan tidak bertahan lama karena para tentara KL-KNIL yang diam menunggu peralihan pasukan APRIS muncul dari Makassar. Para tentara KL-KNIL memprovokasi APRIS yang akhirnya menyebabkan terjadinya pertempuran antara pasukan KL-KNIL melawan APRIS pada tanggal 5 Agustus 1950. APRIS mengerahkan kekuatan dari darat, laut dan udara. Kondisi Sulawesi Selatan khususnya Makassar di konflik itu sedang berada di kondisi yang sangat seru dan menegangkan. Akhirnya pasukan APRIS berhasil mendesak para pasukan KNIL. Di akhir pertempuran, pasukan APRIS-pun memulai strategi pengepungan untuk mendesak para tentara KNIL yang membuat masalah.
Strategi pengepungan sangat sukses untuk membuat pasukan KNIL terdesak. Pada 8 Agustus 1950, pihak KNIL memohon untuk melakukan perundingan waktu menyadari bahwa situasi perang sudah sangat merugi dan tidak memungkinkan lagi untuk berperang melawan serangan dari APRIS. Pihak APRIS menyetujui perundingan. Perundingan dimulai oleh Kolonel A.E Kawilarang dari Indonesia dan Mayor Jendral Scheffelaar dari KNIL. Dari hasil perundingan, dua pasukan yang saling berseteru ini setuju untuk menyudahi baku tembak karena mereka menyadari terjadinya kegaduhan di daerah Sulawesi Selatan khususnya Makassar. Hasil persetujuan lain yaitu APRIS memberikan waktu dua hari untuk pasukan KNIL agar mereka meninggalkan Makassar.
Pengadilan Andi Azis
Untuk Andi Azis sendiri, dia baru disidang pada tanggal 25 Maret 1953. Dia langsung mengaku bersalah dan harus bertanggung jawab atas ulahnya. Dia juga mengaku bahwa dia sangat buta politik. Masalah buta politik juga diakui oleh Kolonel Alex Kawilarang di biografinya bahwa Andi Azis diakali oleh beberapa oknum pejabat NIT. Para oknum pejabat itu meyakinkan dan membujuk Andi Azis untuk melakukan coup pada tanggal 5 April 1950. Pengadilan tentara di Yogyakarta lalu menjatuhkan hukuman kurungan empat belas tahun dan dikurangi masa tahanan. Andi Azis sempat di penjara Wirogunan lalu pindah Yogyakarta selama tiga tahun dan akhirnya pindah ke Cimahi. Kasus Andi Azis ini tentu memberikan pelajaran kepada kita orang biasa agar tidak buta politik. Jika kita buta politik, maka ada kemungkinan kita akan ditipu atau diakali oleh oknum yang ahli politik.
Demikian informasi tentang kasus pemberontakan Andi Azis dari KNIL di Makassar. Upaya pemerintah dalam menghadapi pemberontakan Andi Azis perlu diketahui karena merupakan salah satu dari banyak lembaran sejarah perjuangan untuk mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan dari ancaman dalam negeri.