Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perihal arti pendidikan adalah Pendidikan yaitu sebuah proses pembelajaran bagi setiap individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek tertentu dan spesifik. Pengetahuan yang diperoleh secara formal tersebut berakibat pada setiap individu yaitu memiliki pola pikir, perilaku dan akhlak yang sesuai dengan pendidikan yang diperolehnya.
Lain hal nya menurut Bapak Pendidikan Indonesia yang mendefinisikan Pendidikan yakni suatu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Maksudnya ialah bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan hidup yang setinggi-tingginya.
Mengacu pada dunia pendidikan di Indonesia yang tak lepas dari peran besar seorang Ki Hadjar Dewantara atau sosok yang bernama asli Raden Mas Suwardi Suryaningrat adalah seorang keturunan darah biru yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta.
Ki Hadjar Dewantara tamat dari Sekolah Dasar Eropa yang kala itu bisa dinikmati oleh orang pribumi dari kalangan bangsawan seperti dirinya. Kemudian beliau melanjutkan ke Sekolah Dokter Bumiputera atau dikenal pula dengan STOVIA yang tidak sempat ia tamatkan karena sakit. Selepas itu ia memilih berprofesi sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar yakni Tjahaja Timoer, Poesara, Sediatomo, Midden Java, De Express, Kaoem Moeda, dan Oetoesan Hindia.
Beliau pernah menulis sebuah artikel berjudul ‘Als ik een Nederlander was’ yang artinya ‘Seandainya aku seorang Belanda’ yang dimuat dlaam surat kabar De Express pada 13 Juli 1913. Artikel tersebut sontak menohok para Hindia Belanda dan karen artikel tersebut beliau ditangkap Belanda dan diasingkan ke pulau Bangka sebelum akhirnya diasingkan ke Belanda bersma kedua sahabatnya yakni Douwes Dekker dan Tjipto Mangunkusumo. Selama Masa pengasingan di Belanda, beliau aktif dalam Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia) sebuah organisasi para pelajar asal Indonesia.
Cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan dimulai dari sini hingga memperoleh suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan langkahnya dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Ki Hadjar Dewantara terinspirasi sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.
Artikel terkait :
- Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
- Sejarah Lahirnya Pancasila
- Sejarah Bahasa Indonesia
- Sejarah Perumusan UUD 1945
Perguruan Nasional Taman Siswa
Pada bulan September 1919 Ki Hadjar Dewantara kembali ke Indonesia kemudian bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan yakni Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922. Ki Hadjar Dewantara adalah nama resmi yang dimilikinya saat ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia mengganti namanya menjadi. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya dengan tujuan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat secara fisik maupun mental.
Semboyan pendidikan yang dipakainya kini sangat terkenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Memiliki arti yakni (di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan). Semboyan ini masih dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Nasional Tamansiswa.
Perlunya mengemukakan latar keberlakuan awal dari asas Tut Wuri Handayani yakni dengan ketujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa. Ketujuh asas tersebut merupakan asas yang menunjukkan perjuangan untuk menghadapi pemerintah kolonial Belanda sekaligus untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan sifat yang nasional dan demokrasi.
Berikut adalah ketujuh asas tersebut:
- Setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam berkehidupan umum.
- Pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri.
- Pengajaran harus tersebar luas hingga dapat menjangkau kepada seluruh rakyat.
- Pengajaran harus berdasarkan pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri.
- Mengejar kemerdekaan hidup lahir maupun batin hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri.
- Konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri maka mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan.
- Mendidik anak-anak perlu adanya keikhlasan lahir dan batin untuk mengorbankan segala kepentingan pribadi demi keselamatan dan kebahagiaan anak-anak.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sjaref Thajeb meresmikan lambang Tut Wuri Handayani pertama kali pada tanggal 6 September 1977 yang mana dalam pidatonya Bapak Sjaref Thajeb mengungkapkan alasan dibalik diresmikannya lambang ini adalah karena melihat banyaknya instansi di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mempergunakan lambang sendiri. Sehingga dianggap tidak menunjukkan kordinasi, persatuan dan kesatuan yang kokoh dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pembuatan lambang ini dimaksudkan agar mampu menggambarkan tugas dan fungsi Departemen dalam usaha mendidik, mencerdaskan dan membudayakan kehidupan bangsa.
Artikel terkait :
Arti Lambang Tut Wuri Handayani
Penggunaan Tut Wuri Handayani dalam tubuh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor : 0398/M/1977 tanggal 6 September 1977.
Berikut adalah makna dari lambang Tut Wuri Handayani :
- Belencong menyala bermotif garuda : Belencong (menyala) adalah lampu khusus dipergunanakan pada pertunjukan wayang kulit. Cahaya belencong membuat pertunjukkan menjadi lebih hidup. Burung Garuda (yang menjadi motif pada Belencong) memberikan gambaran dinamis, gagah perkasa, mampu dan berani mandiri mengarungi dunia luar. Ekor dan sayap garuda digambarkan masing-masing lima bumi dengan arti ‘satu kata dengan perbuatan sebanyak butir Pancasila,’
- Buku : sumber bagi segala ilmu yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
- Bidang segi lima (biru muda) : Menggambarkan alam kehidupan Pancasila
- Semboyan Tut Wuri Handayani : Digunakan oleh Ki hajar Dewantara dalam menjalankan sistem pendidikannya. Pencantuman semboyan ini berarti melengkapi penghargaan dan penghormatan terhadap almarhum Ki hajar Dewantara yang hari lahirnya telah dijadikan Hari Pendidikan Nasional.
- Warna : putih pada ekor dan sayap Garuda dan buku berarti suci, bersih tanpa pamrih. Kuning emas pada nyala api berarti keagungan dan keluhuran pengabdian. Biru muda pada bidang segi lima berarti pengabdian yang tak kunjung putus dengan memiliki pandangan hidup yang mendalam (pandangan hidup Pancasila)