Keberadaan partai – partai lokal di Aceh berasal dari kesepakatan antara RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk berdamai yang disahkan dengan MoU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005 atas nama Pemerintah RI Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dan Pimpinan Gerakan Aceh Merdeka Malik Mahmud. Konflik yang berkepanjangan di Aceh dengan pemerintah RI diakhiri dengan MoU tersebut, yang memperbolehkan masyarakat Aceh membentuk partai politik lokal. Itu adalah awal sejarah partai Aceh dimulai.
Awal Mula Partai Lokal di Aceh
Peperangan selama 30 tahun yang ditambah dengan bencana gempa bumi dan tsunami membuat Aceh mengalami banyak kesulitan dan kehilangan. Setelah penanda tanganan MoU tersebut, perlahan keadaan aman dan damai mulai terwujud. Berdasarkan poin dalam MoU, selama tidak lebih dari satu tahun sejak penanda tanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI telah sepakat akan membantu fasilitasi pembentukan partai – partai politik berbasis di Aceh yang sudah memenuhi persyaratan Nasional.
Hasil perundingan MoU Helsinki tersebut kemudian dimasukkan sebagai bagian dari Undang – Undang Pemerintah Aceh tahun 2006 (UUPA). Pasal 75 memuat perizinan pembentukan partai politik tersebut. Pemerintah Pusat kemudian juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) no.20 tahun 2007 mengenai Partai Politik Lokal Aceh. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa pembentukan partai politik dilegalkan di Aceh secara yuridis melalui pertimbangan UUD 1945 pasal 28 dan 18A. Pada awalnya sejumlah 14 partai lokal mendaftar ke Depkumham, namun KIP Aceh hanya meloloskan enam partai yang memenuhi syarat verifikasi. Dari keenam partai tersebut, Partai Aceh adalah satu – satunya partai yang menampung para mantan pemberontak Gerakan Aceh Merdeka. Ketahui juga mengenai peninggalan kerajaan aceh, sejarah kerajaan aceh, dan sejarah perang aceh melawan belanda.
Pembentukan Partai Aceh
Sejarah partai Aceh kemudian diawali oleh Pimpinan Partai Malik Mahmud yang memberikan surat mandat kepada Teungku Yahya Mu’ad SH pada tanggal 19 Februari 2007 untuk pembentukan partai politik lokal. Partai Aceh sebelumnya telah berganti nama sebanyak tiga kali. Awalnya Partai Aceh bernama Partai GAM yang didirikan dengan akta notaris tertanggal 7 Juni 2007 di Banda Aceh. Menurut juru bicara Partai GAM, Teungku Adnan Beuransyah, nama GAM hanya sebuah nama tanpa ada embel – embel lainnya. Tetapi bendera partai ini mirip dengan bendera yang dulunya digunakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yaitu latar belakang merah menyala dan dua garis hitam di atas dan bawah, gambar bulan sabit dan bintang berwarna putih di bagian tengahnya.
Pada sejarah partai Aceh di awal berdirinya, Ketua Partai pun dijabat oleh Malik Mahmud, warga negara Singapura yang juga merupakan mantan perdana menteri GAM. Malik Mahmud bertempat tinggal di Swedia dan menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam caranya memimpin Partai GAM serta bahwa Indonesia tidak mempermasalahkan status kewarganegaraannya sebagai pemimpin GAM.
Nama partai dan penjabat Ketua Umum kemudian diprotes oleh pemerintah Indonesia hingga selubung pada papan nama Partai GAM langsung diperintahkan untk ditutup oleh Polisi. Partai GAM diperintahkan untuk menulis singkatan yang benar berdasarkan surat Kantor Wilayah Hukumdan HAM Aceh. Jika tidak, partai tidak akan diverifikasi agar sah menjadi badan hukum oleh Kakanwil Hukum dan HAM Propinsi NAD. Maka pada 25 Februari 2008 pengurus partai menulis nama partai menjadi Gerakan Aceh Mandiri. Ketahui juga mengenai bangunan bersejarah di Aceh, sejarah Kesultanan Aceh Darussalam, dan silsilah kerajaan aceh.
Pemerintah RI tetap menolak walaupun singkatan tersebut sudah ditulis di nama partai karena berdasarkan perjanjian Helsinki maka nama GAM tidak boleh digunakan. Benderanya pun masih menyerupai bendera GAM, dengan nama GAM ditulis menggunakan huruf balok di bagian tengah bendera dengan warna dasar sama dan lis berwarna putih dan hitam. Pihak Kanwil Hukum dan HAM kemudian kembali mengeluarkan pernyataan untuk kembali mengganti nama berdasarkan peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa logo dan bendera daerah tidak boleh memiliki kesamaan dengan organisasi terlarang atau separatis RI.
Kemudian diadakan rapat antara Pemerintah RI dan GAM serta CMI melalui fasilitasi IPI Interpeace di Jakarta. Pada 22 April 2008 nama partai kembali diganti menjadi Partai Aceh yang berkedudukan di ibukota propinsi NAD, yaitu Banda Aceh. Bendera juga diganti menjadi tetap berlatar merah dengan lis hitam dan tulisan Aceh di bagian tengahnya, serta tulisan partai di bagian pinggir.
Azas dan Tujuan Partai Aceh
Partai Aceh pertama kali dipimpin oleh Muzakkir Manaf sebagai Ketua Umum, Muhammad Yahya sebagai Sekretaris, Hasanuddin sebagai bendahara dan kantor pusatnya berada di Jalan Sultan Alaidin Syah, Banda Aceh. Azas dalam sejarah Partai Aceh adalah Qanun Meukuta Alam Al Asyi, Pancasila dan UUD 1945 yang ditetapkan pada 27 Agustus 2007. Tujuan dari Partai Aceh adalah sebagai berikut:
Sifat dari Partai Aceh adalah independen dan terbuka dengan fungsi sebagai alat pemersatu perjuangan politik Aceh dengan berusaka menghidupkan nilai sejarah dari perjuangan rakyat Aceh, meningkatkan kualitas SDM agar kehidupan bangsa lebih maju dan bermartabat, mendidik rakyat Aceh di bidang politik, serta ikut pro aktif dalam kehidupan politik serta pemerintahan. Ketahui juga sejarah museum tsunami aceh dan sejarah museum aceh.
Hasil Pemilu Legislatif
Bukti eksistensi pertama dari partai lokal Aceh yang telah dibentuk sejak tahun 2007 adalah pada saat pemilu tahun 2009. Partai Aceh berhasil meraih simpati rakyat Aceh dengan perolehan fantastis pada pileg 2009 yang konon bahkan belum pernah dicapai oleh partai politik lainnya di Indonesia sejak pemilu 1999. Suara yang diraih Partai Aceh sebesar 46,91% sehingga berhak akan sejumlah 33 kursi dari 69 kursi di DPRA pada saat itu. Pada Pileg 2014 hanya ada tiga partai yang kembali ikut serta karena tidak semuanya dapat memenuhi syarat keikutsertaan kembali. Partai Aceh dan Partai Daerah Aceh merupakan dua dari partai lama yang dapat ikut serta, ditambah dengan partai lokal baru yang didirikan oleh Irwandi Yusuf, Sofyan Dawood dan lainnya yang diberi nama Partai Nasional Aceh (PNA).
PNA diklaim sebagai parpol baru bagi para eks GAM yang telah keluar dari PA, serta juga menampung sejumlah eks tokoh GAM. Pada Pileg 2014 ketiga partai bersaing dengan 11 Partai Nasional lainnya untuk memperebutkan kursi Parlemen. PA mendapatkan suara terbanyak dengan 29 kursi di DPRA yang setara dengan 35,80 persen. Pada Pemilu 2019, kedua partai lainnya yang tidak berhasil mendapatkan minimal lima persen kursi di DPRA pada pileg sebelumnya harus mengganti nama, logo dan lambang sesuai peraturan Pasal 90 UUPA. Sedangkan Partai Aceh akan maju tanpa hambatan berkat perolehan suara mereka yang signifikan pada pemilu lalu.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…