Yaman adalah satu negara di Timur Tengah yang memiliki letak strategis secara geografis. Yaman berbatasan darat dengan wilayah Arab Saudi, terletak di kawasan perairan yang ramai dilewati kapal – kapal tanker pengangkut minyak sehingga tidak terhitung lagi sudah berapa juta barel minyak yang melewati perairan Yaman. Letak Yaman di Teluk Aden yang juga merupakan perairan paling sibuk di Laut Merah adalah keunggulannya. Selain itu, sumber daya alam dan migas merupakan kekayaan negara yang terletak di Propinsi Hadramaut ini sehingga banyak menjadi incaran negara – negara kuat lainnya.
Dengan semua potensi dan kekayaannya tersebut, Yaman seharusnya menjadi negara yang kaya dan makmur. Namun kenyataannya, negara ini terus dirundung bentrokan bersenjata yang menyengsarakan sekitar 23 juta rakyatnya. Konflik berdarah baik yang terjadi di dalam negeri maupun dari pihak luar terus berlangsung di Yaman hingga saat ini. Pada awalnya, pertikaian dalam negerilah yang memberikan kesempatan bagi negara – negara luar untuk ikut campur dalam penanganan krisis di Yaman.
Latar Belakang Konflik di Yaman
Perang saudara di Yaman, negara termiskin di jazirah Arab antara milisi Houthi dan pemerintah telah berlangsung sejak sekitar 3-4 tahun lamanya. Bentrokan antara Houthi dan pemerintah Yaman memang telah terlibat berbagai bentrokan sejak tahun 2004 namun diselang seling dengan beberapa kali gencatan senjata. Pada saat itu pertempuran hanya terjadi di wilayah utara Yaman, tepatnya di Saada, propinsi Yaman yang miskin. Hingga pada September 2014, kelompok pemberontak Houthi berhasil menguasai Sanaa, ibu kota Yaman dan memperluas kekuasaannya ke wilayah selatan sampai ke kota terbesar kedua Yaman, yaitu Aden. Sejak itu negara – negara Arab lalu melakukan aksi militer untuk mengalahkan pemberontak Houthi dan memulihkan pemerintahan Yaman.
Houthi awalnya adalah gerakan berlatar belakang teologi yang mendukung toleransi dan perdamaian pada tahun 1990an. Pada masa – masa awal, Houthi lebih berperan dalam bidang pendidikan dan budaya. Mereka masih mempunyai hubungan dengan sekte Zaidi dalam aliran Syiah Islam. Houthi kemudian terbagi menjadi dua aliran karena kelompok pertama lebih ingin adanya keterbukaan sementara kelompok kedua ingin lebih dekat dengan tradisi Syiah. Pendiri Houthi, Hussein Badreddin al- Huthi memilih kelompok yang pertama.
Bentrokan terjadi ketika kelompok pendukung Houthi berdemu di masjid ibu kota Yaman, sehingga mendiang Presiden Ali Abdullah Saleh melihat mereka sebagai ancaman. Sejumlah pimpinan Houthi kemudian ditangkap dan pemimpin mereka diminta menghentikan demo. Hussein yang menolak mengikuti perintah tersebut kemudian diserbu oleh pasukan ke Propinsi Saad dan terbunuh pada 2004. Sejak itu terjadi bentrokan antara Houthi dan pemerintah yang berakhir dengan gencatan senjata pada 2010.
Penyebab Perang Arab Saudi Dan Yaman
Pada tahun 2011 Houthi menjadi salah satu kelompok yang turut menentang pemerintahan Presiden Saleh dan menolak keras adanya rekomendasi dari Konferensi Dialog Nasional yang membuat Yaman terbagi menjadi enam negara bagian federal. Ini adalah awal mula penyebab perang Arab Saudi dan Yaman. Beberapa faktor yang memicu penyerbuan Arab Saudi ke Yaman adalah:
1. Pemberontakan Terhadap Pemerintahan Presiden Saleh
Perang saudara antara Yaman Utara yang dipimpin oleh Ali abdullah Saleh sejak tahun 1978 dan Yaman Selatan yang dipimpin oleh pihak sosialis Ali Salim Beidh. Pada 22 Mei 1990 kedua wilayah ini bergabung menjadi Republik Arab Yaman dengan Ali Abdullah Saleh sebagai presidennya dan Ali Salim Beidh menjadi wakilnya. Kondisi Yaman dibawah pimpinan Saleh semakin terpuruk, miskin dan sengsara, juga tidak adanya kesempatan mengembangkan diri bagi rakyat Yaman Selatan. Hingga di tahun 1994, wapres Ali Salim Beidh mengundurkan diri dan turut bergabung dengan kaum sosialis untuk memberontak dan melepaskan wilayah Yaman Selatan. Kubu pemberontak didukung oleh kelompok beraliran Syiah yaitu Al-Houthi. Adanya pemberontak juga terlihat dalam penyebab perang Afghanistan dan penyebab perang Aleppo.
2. Penahanan Presiden Abdurrabuh Mansur Hadi
Konon, Houthi telah sejak lama ingin mendapatkan kekuasaan dalam pemerintahan dan ingin agar wilayah Utara dijadikan kawasan otonomi khusus. Pada tahun 2011, Saudi mendukung Abdurrabuh Mansur Hadi untuk menjadi Presiden menggantikan Saleh dengan menggulingkan Presiden Saleh. Namun, tidak ada perubahan seperti yang diharapkan sehingga rakyat yang kecewa bergabung dengan Houthi dan melawan pemerintah. Pada Januari 2015 Houthi menyerbu kota Sanaa dan menangkap Presiden Hadi serta menjadikannya tahanan rumah. Presiden melarikan diri ke Aden dan menggunakan kapal untuk mencapai Arab Saudi pada 2017. Sejak itu penyebab perang Arab Saudi dan Yaman dimulai.
3. Kelompok al-Qaeda
Kemunculan kelompok al-Qaeda turut menjadi penyebab perang Arab Saudi dan Yaman. Kelompok pemberontak lainnya muncul pada tahun 2009. Kelompok Salafi pimpinan Tereq Al-Fadhli melakukan demo dan memberontak kepada pemerintahan Ali Abdullah Saleh. Pada tahun yang sama, kelompok al-Qaeda muncul sehingga kedua kelompok dituduh bekerja sama, namun pemimpin Salafi menolak tuduhan tersebut. Al-Qaeda adalah kelompok militan teroris yang beroperasi internasional yang mendeklarasikan diri di Yaman Selatan pada 2009, atau pada saat Afghanistan mengalami gejolak dengan dipimpin oleh Abu Sayyaf al-Shihri dan Abu Al Harith Muhammad al Awfi.
4. Motif Arab Saudi
Silsilah Bani Saud merupakan sejarah Arab yang perlu disimak dengan hati – hati. Penyebab perang Arab Saudi dan Yaman berikutnya adalah motif yang dimiliki oleh Arab Saudi berupa motif politik. Jika Arab Saudi bisa menguasai Yaman maka pemerintahnya bisa melakukan lobi yang menguntungkan. Selain itu kedekatan Houthi dengan Iran yang memiliki paham bertentangan membuat Saudi takut jika Yaman menjadi demokratis dan Houthi juga turut ambil bagian. Sehingga eksistensi Saudi yang berbatasan dengan Yaman menjadi terancam terkait ekonomi dan politik di perbatasan, sejarah perang Arab Israel.
Dampak Perang Yaman
Pelanggaran hak asasi, tragedi kemanusiaan dan kejahatan perang pasti akan selalu ada di negara – negara yang mengalami peperangan seperti dalam sejarah perang Aleppo, sejarah perang Suriah dan sejarah perang balkan. Pengakuan Arab Saudi dan UAE yang mendapatkan dukungan dari AS, Inggris dan Perancis secara penuh sehingga mereka merasa bisa melakukan apapun sesukanya, termasuk menimbulkan akibat kemanusiaan paling dahsyat saat ini di sejarah perang Amerika. Mereka tidak ragu untuk melakukan serangan yang sangat brutal, melanggar hak asasi manusia dan mengorbankan harta benda serta nyawa warga sipil dalam jumlah yang sangat luar biasa. Hal ini bisa terjadi karena ketiga negara itu yang sering menyerukan kesetaraan dan persamaan hak asasi manusia melakukan standar ganda.
Sejak perang terjadi pada tahun 2014 sudah sebanyak 6.475 warga sipil tewas, 16.700 mengalami luka – luka menurut data tahun 2018. Sementara lebih dari 8 juta warga Yaman terlantar, mengalami kelaparan dan hidup dalam ketidak pastian dan ketidak amanan. Menurut catatan PBB, lebih dari 3 juta warga mengungsi di beberapa wilayah, 280 ribu mencari suaka ke negara lain termasuk Djibouti dan Somalia. Lebih parah lagi bagi mereka yang tetap tinggal di Yaman karena akses bantuan kemanusiaan ditutup atau tertutup karena pertempuran. Disinyalir oleh sebuah laporan investigatif yang dikeluarkan oleh tim PBB bahwa koalisi militer Arab Saudi dan Uni Emirat Arab telah menyiksa, memerkosa dan menjadikan anak – anak kecil sebagai milisi sehingga bisa dikategorikan dalam perilaku kejahatan perang.