Pada tahun 2011, mata dunia seluruhnya tertuju pada tragedi yang terjadi di Suriah yaitu perang sipil yang tidak disangka-sangka akan terjadi. Hal ini mengingat sudah sejak tahun 2000 di bawah masa pemerintahan Presiden Basyar Al-Assad, Suriah termasuk negara yang sangat minim konflik. Beda dengan negara tentangganya yang rawan konflik, silahkan simak Sejarah perang afganistan. Ada hal yang menggelitik di balik pecahnya perang Suriah ini.
Suriah merupakan negara yang terletak di Asia Bagian Barat, bersebelahan dengan Laut Mediterania, ada di antara Lebanon dan Turki. Suriah terdiri dari dataran tinggi kering, meskipun bagian barat lautnya yang bersebelahan dengan Laut Tengah yang cukup hijau. Sungai yang paling penting di Suriah, adalah Sungai Eufrat, dimana sungai ini melintasi negara ini di timur. Kota besarnya adalah termasuk ibu kota negara, yaitu Damaskus di barat daya, Aleppo di utara, dan Homs. Kebanyakan kota penting lain terletak di sepanjang pesisir.
Penyebab Sejarah Perang Suriah
Seperti di Indonesia, yang termaktub dalam Perkembangan Nasionalisme Indonesia, masyarakat Suriah terdiri dari beragam suku dan agama, dibawah pemerintahan Presiden Basyar Al-Assad. Perang Sipil yang terjadi di Suriah pada tahun 2011 menyisakan tanda tanya besar di benak tiap orang karena negara ini terbilang sebagai negara yang cukup stabil di Timur Tengah. Pada saat negara lain mengalami gejolak dan konflik, Suriah tidak terpengaruh dan tetap dalam kondisi stabil. Namun kira-kira apakah penyebab kondisi Suriah memanas hingga menjadi konflik berdarah yang memakan banyak korban, mari kita simak Sejarah Perang Suriah berikut ini , :
- Masa krisis ekonomi
Pada tahun 2006 sampai 2011, sebagian besar dari negara Suriah mengalami kekeringan yang berat, sehingga menimbulkan hasil panen yang mengalami kegagalan, dan banyak peternak yang mengalami kerugian akibat dari banyaknya ternak yang mati. Terhadap kondisi sulit semacam itu, Presiden Basyhar Al- Assad, yang mengetahui kondisi tersebut, kurang tanggap dan cepat dalam mengatasi permasalahan warganya. Sampai-sampai warga mengebor dan membuat sumur sendiri.
Kurang lebih 1 juta warga kehilangan hasil panen, kerusakan lahan dan kematian ternaknya dikarenakan kekeringan tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka yang semakin minim, maka banyak orang desa yang mencari nafkah ke perkotaan di Suriah. Di perkotaanpun kondisi ketersediaan air makin menipis dan memprihatinkan, ditambah lagi peluang kerja sangat kecil sementara yang membutuhkan pekerjaan sangat banyak. Hal ini menimbulkan gejolak di dalam masyarakat.
- Masa Krisis Kemanusiaan.
Pada tahun 2011, di kota Selatan Deraa, Suriah, ada sekelompok pemuda yang meluapkan ketidakpuasannya terhadap pemerintah tentang krisis lahan, minimnya pangan dan masalah ketersediaan kerja tersebut dengan mencoret-coret tembok. Mereka menuliskan slogan-slogan berbau revolusi dalam meluapkan rasa kekesalan mereka. Namun, malangnya aksi mereka langsung mendapat tanggapan keras dari pemerintah Suriah. Ke 15 pemuda ini ditangkap dan disiksa. Para orang tua anak-anak ini, yang merupakan keluarga yang terpandang di kota Deera, tidak terima anak mereka disiksa, maka mereka mengajukan protes kepada pemerintah.
Protes ini kemudian memicu protes-protes lainnya, yang semakin berkembang sengit. Sampai terjadilah peristiwa berdarah, pada 18 Maret 2011, yaitu tentara Suriah menembaki para demonstran yang sedang melakukan aksi demonstrasi. Padahal aksi mereka damai dan tidak melakukan kerusuhan. Karena merasa pemerintah semena-mena, maka masyarakatpun mengamuk, dan melakukan protes membabi buta sehingga terjadi kerusuhan di mana-mana. Tentara Presiden Al-Assad tidak tinggal diam, mereka membalas kerusuhan masyarakat itu dengan menembaki para demostran, menculik dan menyiksa para aktivis yang mereka anggap berbahaya dan profokator, bahkan menembaki anak-anak.
- Masa konflik antara aliran Sunni dan Syiah
Pada tahun 2012, konflik di Suriah berkembang menjadi perang sipil. Presiden Al-Assad memutuskan untuk membinasakan semua pemberontak dan warga sipil yang menentang pemerintahannya tanpa pandang bulu. Namun, strategi politik Al-Assad berkembang, awalnya perang ini adalah murni antara rakyat melawan pemerintah, namun menjadi konflik antar golongan agama seperti halnya Sejarah Perang Amerika.
Entah ingin mengambil simpati dunia, atau ingin mengadu domba antara aliran Sunni dan Syiah, Al-Assad, yang mengikuti aliran Syiah menjadi fokus pada penyerangannya terhadap kaum Islam Garis Keras, Sunni. Karena terkesan menyudutkan Sunni, negara Sunni seperti Arab Saudi dan Qatar tidak tinggal diam, mereka menjadi negara penentang dan anti Al-Assad. Sementara di sisi lain, pemerintah Iran yang beraliran Syiah mendukung Al-Assad dengan memberikan bantuan berupa uang, makanan dan tentara.
- Masa konflik antar negara
Konflikpun makin melebar dan memanas menjadi konflik antar negara. Kelompok ekstrimis Sunni garis keras Al-Qaeda di Irak, ikut melawan Al Assad mati-matian di Suriah dan menguasai Irak Utara di bawah nama baru, disebut ISIS. Hal ini dilakukan karena mereka merasa harus membela hak-hak orang Sunni yang dibunuh oleh Al-Assad. Keikut sertaan Arab Saudi, Qatar dan Turki yang membela kaum pemberontakpun menambah sederet negara yang memusuhi Al-Assad. Tidak hanya itu, Amerika Serikat yang berdalih membela HAM dan menetang kejahatan perang yang dilakukan Al-Assad ikut menyerang pemerintah Suriah.
Israel, sekutu Amerika juga ikut memusuhi dan menggempur pemerintah Suriah. Namun tanpa disangka, Amerika Serikat juga melakukan serangan ke ISIS yang tadinya adalah Al-Qaeda di mana Amerika pernah punya sejarah buruk dengan Al-Qaeda ini. Semuanya menjadi semakin runyam dan rumit setelah beberapa negara mempunyai konflik dan faktor kepentingan di dalam konflik Suriah ini. Digempur dari berbagai sudut dan penjuru, Presiden Al-Assad-pun tidak sendirian, dia mendapat bantuan dari sekutu terbesarnya yaitu Rusia. Tidak hanya Rusia, Iran, Libanon, Irak, Afganistan, dan Yaman juga ikut membantu Pemerintahan Al-Saad. Hal ini dikarenakan mereka mempunyai kesamaan aliran Syiah dan Suriah sudah membantu Iran dalam melakukan transit senjata pada saat akan dikirim ke Libanon. Ketahui pula mengenai Sejarah Perang Aleppo.
- Masa Perpecahan Kubu
Pada tahun 2014, Suriah terbagi menjadi beberapa kubu yaitu Kubu Pemerintah, Kubu Pemberontak, ISIS, dan Kaum Kurdi ( Kaum yang ingin mendapatkan kemerdekaan sendiri ) dan peperangan ini masih berlangsung hingga sekarang dengan kondisi Kubu yang terpecah belah.
Faktor Terjadinya Perang Suriah
Setiap perang atau tragedi, tentu saja ada sebab musababnya, asal-susulnya, maka berikut ini adalah faktor yang melatar belakangi Sejarah Perang Suriah :
- Faktor Ekonomi
Konflik yang terjadi dalam suatu negara biasanya dipicu oleh beberapa faktor, yaitu diantaranya adalah faktor ekonomi seperti halnya Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda. Letak georgrafis Negara Suriah yang kering dan sumber air yang sangat minim membuat warga menjadi kesulitan untuk mengolah lahannya, merawat ternaknya, menghasilkan bahan pangan dan berakibat pada minimnya penghasilan. Ekonomi yang semakin sulit membuat masyarakat yang tinggal di desa melakukan urbanisasi besar-besaran ke kota dengan harapan mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak. Namun bukan semakin membaik kondisinya di kota, namun makin besarnya jumlah pengangguran di Kota serta sempitnya lapangan kerja menimbulkan keresahan di mana-mana dan ketidakstabilan ekonomi.
2. Faktor Pemerintah
Pemerintah Suriah di bawah kendali Presiden Basyar Al-Assad dinilai Kurang tanggap dan tidak maksimal dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi warganya. Hal ini terbukti dalam kelambatan Pemerintahan Suriah dalam mengatasi krisis pangan dan ekonomi warganya sehingga warganya harus mencari air sendiri dengan melakukan pengeboran sumur ilegal. Bahkan pada saat warganya melakukan urbanisasi besar-besaran ke kota, tidak ada tindakan apapun untuk membentuk lapangan kerja. Di sisi lain korupsi di dalam pemerintahannya sudah semakin meluas, ditambah kurangnya kebebasan politik dan represi atau keditaktoran yang dilakukan Presiden Basyhar Al-Assad. Ketahui pula mengenai Sejarah Perang Ambon.
3. Faktor Sosial dan HAM
Pemerintah menanggapi demonstrasi warga dengan kekerasan dan pertumpahan darah sehingga kerusuhan menyebar, dan tindak kekerasan semakin meningkat. Ditambah lagi adanya perbedaan aliran yang dianut oleh Presiden Al-Assad, yaitu Syiah dengan fokus menggempur warganya yang berasal dari aliran Sunni sehingga menjadi konflik antar suku dan aliran. Aliran Syiah, yang identik dengan negara Iran, mau tidak mau membuat Iran terlibat dalam konflik di Suriah. Mengingat Al-Assad beraliran Syiah mencari dukungan senjata, tentara, dan finansial dari Iran.
4. Faktor Politik
Keterlibatan negara lain seperti Rusia, Amerika, Turki, dan lain-lain, karena di dalam peperangan ini ada beberapa Pihak, yaitu :
- Pihak Pemerintah. Pihak pemerintah, didukung oleh Iran,Lebanon, Irak, Afganistan, dan Yaman. Hal ini dikarenakan mereka ingin melindungi situs suci Syiah. Selain itu karena Suriah digunakan sebagai transit untuk pengiriman senjata ke Lebanon oleh Iran, maka saat Al-Assad butuh bantuan, Iran siap memberikan dukungannya. Di sisi lain Rusia mendukung Pemerintah Al-Assad karena ada kepentingan kesalahpahaman dengan Pemerintah Suriah dan menjadi sekutunya. Namun konflik makin memanas antar negara saat para aktivis mengamati bahwa Rusia kebanyakan menyerang kelompok pemberontak dan sipil yang didukung oleh Barat, Simak juga Sejarah Rusia kuno.
- Pihak Pemberontak. Pihak pemberontak adalah pihak yang tidak puas dengan pemerintah. Pihak ini didukung oleh Turki dan Arab Saudi.
- Pihak ISIS. ISIS dulunya adalah Al-Qaeda, yang sempat dibekukan pada tahun 2007 namun merangkak bangkit kembali. Kelompok ini merupakan Sekumpulan Aliran Sunni garis keras yang ingin membela dan mempertahankan aliran Sunni yang diserang oleh Pemerintah Suriah. Namun kelompok ini menjadi ekstrim dan ingin berkuasa.
- Kaum Kurdi. Kaum kurdi merupakan sekumpulan orang yang ingin merdeka, dimana kaum ini didukung oleh Amerika Serikat. Amerika dan Israel sangat menentang Presiden Al-Assad. Dia menganggap Al-Assad bertanggung jawab akan kekejaman perang yang meluas. Namun karena Amerika punya pengalaman buruk dengan Al-Qaeda, maka dia juga melakukan penyerangan kepada ISIS (dulu Al-Qaeda) yang pro pemerintah. Serangan ini dilakukan Amerika di tahun 2014.
Dampak Perang Suriah
Dampak dari Sejarah Perang Suriah tentunya kerugian dan kehilangan. Kehilangan nyawa, kerugian harta benda, hancurnya sebuah pemerintahan, penderitaan rakyat, kelaparan, dan kehancuran. Kehidupan di Suriah sangat mengerikan dan dalam penderitaan. Warga Suriah sering tidak memiliki kebutuhan pokok seperti makanan, tempat tinggal dan perawatan medis. Ketahui pula mengenai Sejarah Perang Asia Timur Raya.
Anak-anak tidak bisa pergi ke sekolah karena peperangan terus terjadi di kota-kota dan di jalanan. Sejak dimulainya perang, lebih dari ratusan ribu warga Suriah tewas, satu juta lainnya terluka. Sementara belasan juta (lebih dari separuh penduduk negara) telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan diri dari perang. Lebih dari lima jutaan telah pindah ke luar negeri dan terdaftar sebagai pengungsi. Hal ini diperkuat dari sumber informasi berikut ini :
- PBB menyatakan setidaknya 250.000 orang telah terbunuh. Namun, organisasi tersebut berhenti memperbarui angkanya pada bulan Agustus 2015.
- Pada bulan Februari 2016, sebuah kelompok pemikir memperkirakan bahwa konflik tersebut telah menyebabkan 470.000 kematian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah kelompok pemantau yang berbasis di Inggris, melaporkan pada bulan Desember 2017 bahwa mereka telah mendokumentasikan kematian lebih dari 346.600 orang, termasuk 103.000 warga sipil. Namun tercatat bahwa angka tersebut tidak termasuk 56.900 orang yang hilang dan diduga meninggal dunia.
- Hampir 5,6 juta orang kebanyakan wanita dan anak-anak telah meninggalkan Suriah, menurut PBB. Tetangga Libanon, Yordania dan Turki telah berjuang untuk mengatasi salah satu eksodus pengungsi terbesar dalam sejarah baru-baru ini.
- Sekitar 10 persen pengungsi Suriah telah mencari penghidupan di Eropa, menabur perpecahan politik karena negara-negara saling berdebat untuk berbagi beban. Sebanyak 6,1 juta orang lainnya mengungsi dari dalam Suriah.
- PBB memperkirakan akan membutuhkan dana $3,5 milyar untuk membantu 13,1 juta orang yang memerlukan bantuan kemanusiaan di Suriah pada tahun 2018. Hampir 70 persen penduduk hidup dalam kemiskinan ekstrim. Enam juta orang menghadapi kerawanan pangan akut di tengah kemiskinan dan kenaikan harga. Di beberapa daerah, orang menghabiskan 15-20 persen pendapatan mereka untuk mendapatkan akses terhadap air minum.
- Partai-partai yang bertikai telah menambah masalah dengan menolak akses agen kemanusiaan kepada banyak orang yang membutuhkan. Sekitar 2,98 juta orang tinggal di daerah yang terkepung atau sulit dijangkau. Baca juga mengenai Sejarah Runtuhnya Uni Soviet dan Sejarah berdirinya patung liberty di Amerika Serikat.
Setelah melihat dampaknya, lalu apakah solusi yang telah dilakukan untuk memecahkan konflik ini? Konflik di Suriah ini sebenarnya awalnya sederhana, yaitu hanya antara pemerintah dan rakyatnya saja, namun menjadi rumit karena Pemerintah melakukan kekerasan berdarah, dan kemudian fokus pada salah satu aliran atau golongan masyarakat, dimana golongan itu didukung oleh beberapa negara, dan negara itupun punya sekutu, maka menjadi konflik antar negara.
Dengan tidak adanya pihak yang mau mengalah, bahkan terus melakukan penyerangan yang menjadi korban adalah negara itu sendiri, Suriah. Di sisi lain, masyarakat internasional sejak lama menyimpulkan bahwa hanya solusi politik yang bisa mengakhiri konflik. Dewan Keamanan PBB telah menyerukan pelaksanaan Komunike Jenewa 2012, yang memberi ide pembentukan sebuah badan pemerintahan transisi dengan kekuatan eksekutif penuh “dibentuk atas dasar kesepakatan bersama.” Jadi perdamaian dan pembicaraan damai adalah solusinya. Mudah-mudahan kesepakatan damai segera terjadi dan kedamaian segera terwujud di Suriah.