Mojokerto menyimpan misteri dalam candi-candi peninggalan bersejarah dan diperkiraan peninggalan Kerajaan Majapahit. Siapa yang tidak kenal dengan kota Mojokerto. Kota yang berada di sebelah barat daya kota Surabaya ini memang cukup dikenal oleh masyarakat indonesia sebagai tempat dengan camilan khas onde-onde dan banyaknya situs peninggalan kerajaan Majapahit. Berikut Candi-Candi di Mojokerto :
Karena ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Nama ‘Tikus’ merupakan pemberian dari masyarakat setempat. Konon, pada saat candi ini ditemukan, tempat candi tersebut merupakan sarang tikus. Karena adanya miniatur dari sebuah menara para peneliti dapat memperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M. Bentuk dari Candi Tikus yang sangat mirip dengan bentuk sebuah petirtaan mengundang banyak perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeologi di Indonesia mengenai fungsi sebenarnya dari candi Tikus.
Sebagian para pakar sejarah berpendapat bahwa bangunan candi Budha di Indonesia ini mempunyai fungsi sebagai sebuah petirtaan, tempat mandi keluarga raja, namun sebagian lagi para pakar sejarah ada yang berpendapat bahwa bangunan candi tersebut mempunyai fungsi sebagai tempat untuk penampungan dan penyaluran air bagi keperluan penduduk Trowulan. Namun, menara Candi Tikus yang berbentuk seperti meru menimbulkan dugaan bagi para pakar sejarah bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Prasasti Alasantan ditemukan tak jauh dari Candi Brahu. Candi Brahu dibangun dari batu bata merah, yang dibuat menghadap ke arah barat dan berukuran panjang mencapai 22,5 m, dengan lebar mencapai 18 m, dan berketinggian 20 meter. Candi Brahu sendiri dibangun dengan gaya dan merupakan candi peninggalan Budha. Diperkirakan para pakar, candi ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan pendapat antara para pakar mengenai hal ini. Dalam sebuah prasasti yang ditulis Mpu Sendok bertanggal 9 September 939 (861 Saka), Candi Brahu disebut berfungsi sebagai tempat pembakaran (krematorium) jenazah raja-raja.
Arkeolog Sri Soeyatmi Satari berpendapat bahwa nama dari Candi Bajangratu ada hubungannya dengan Raja Jayanegara dari Majapahit, karena arti kata ‘bajang’ berarti kerdil menurut artian bahasa Jawa. Menurut Kitab Pararaton dan cerita rakyat, Jayanegara dinobatkan raja ketika dirinya masih berusia bajang atau masih kecil, sehingga gelar Ratu Bajang atau Bajangratu melekat pada diri Raja Jayanegara. Mengenai fungsi candi ini, diperkirakan oleh para pakar bahwa Candi Bajangratu dibuat untuk menghormati Raja Jayanegara.
Dasar dari pendapat ini adalah ditemukannya sebuah relief Sri Tanjung di bawah bagian kaki gapura yang menggambarkan tentang cerita peruwatan. Relief yang memuat tentang cerita peruwatan ditemukan di Candi Surawana. Candi Surawana sendiri diduga didirikan berhubungan tentang wafatnya Bhre Wengker (akhir abad ke-7). Candi Bajang Ratu diperkirakan dibangun pada abad ke-14 dan merupakan sebuah gapura terbesar pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit.
Wringin Lawang berarti ‘Pintu Beringin’ yang merupakan artian dalam bahasa Jawa. Gapura Wringin Lawang dibangun dari bahan batu bata merah dengan luas dasar mencapai 13 x 11 meter dan tinggi mencapai 15,5 meter. Diperkirakan oleh para pakar dibangun pada abad ke-14. Gaya arsitektur Candi Wringin Lawang diduga peninggalan Kerajaan Majapahit dan kini banyak ditemukan atau dipergunakan dalam arsitektur Bali.
Memindahkan Batu tersebut membutuhkan puluhan orang dan hal itu tidak mudah, orang-orang Mojokerto memerlukan waktu seharian. Dan lebih anehnya lagi besok paginya batu tersebut kembali ke tempat semula. Situs Klinterejo terletak agak jauh dari situs lainnya di sebelah utara Trowulan dan sudah masuk wilayah Kecamatan Sooko. Pada situs Klinterejo yang nampak dari situs ini sekarang adalah sebidang tanah di tengah sawah yang di kelilingi sebuah tembok buatan baru. Di dalam situs ini bisa kita dapati bekas dari kaki candi yang dibuat dari batu andesit yang berbentuk segi empat dengan panjang sisinya mencapai ± 5,60 meter.
Di atas situs ini bisa kita dapati sebuah Yoni yang amat besar. Tingginya mencapai 1,22 meter, dengan panjangnya mencapai 1,83 meter dan lebarnya 1,91 meter. Dan Bagian ceratnya terdapat sebuah pahatan kepala naga. Yoni ini merupakan sebuah situs peninggalan purbakala yang sangat penting, karena disamping ukuran Yoni yang sangat besar juga karena terdapat sebuah pahatan angka tahun 1294 caka. Dan angka tahun ini sama dengan tahun meninggalnya Bhre Kahuripan. Oleh karena itu para pakar sejarah berpendapat bahwa kompleks situs Klinterejo itu bisa dikatakan sebagai candi pemakaman dari Bhre Kahuripan atau Ratu Tribuwana Tunggadewi ialah ibunda dari Raja Hayam Wuruk.
Dari lokasi reruntuhan candi Minak Jinggo telah ditemukan oleh para pakar sebuah arca Garudha, namun oleh masyarakat setempat dan berita-berita tradisi archa Garudha disebutk sebagai arca Menak-Jinggo. Dilihat dari motif dan model ragam hias pada relief-relief yang masih tersisa dalam candi ini, dapat kita lihat dengan jelas bahwa candi tersebut merupakan peninggalan kerajaan Majapahit.
Candi Gentong dibangun pada masa pemerintah Prabu Hayam Wuruk untuk kegiatan upacara negara yaitu Sraddha, untuk memperingati wafatnya Ratu Tribuwana Wijaya Tungga Dewi yang tidak lain adalah ibunda Prabu Hayam Wuruk. Tujuan dari upacara Sraddha adalah untuk memohon kesejahteraan pemerintah. Candi Gentong adalah bukti besarnya toleransi umat beragama pada masa Kerajaan Majapahit, terbukti dari sebuah fakta yang ditemukan para pakar bahwa agama Hindhu dan Budha dapat bersanding dan mendapatkan pengakuan pemerintah Kerajaan Majapahit.
Di dalam Situs Kedaton ini terdapat sebuah Candi Kedaton, Sumur Upas dan sisa-sisa kompleks bangunan perumahan peninggalan zaman Kerajaan Majapahit yang diduga berasal dari abad ke-13. Candi Kedaton, yang terletak di sisi dari kirinya Situs Kedaton, pada bagian bawah dari bangunan candi Kedaton mempunyai bentuk sebuah persegi datar yang dibuat dari susunan batu bata merah setinggi hampir mencapai 2 m, tanpa bagian atap.
Lokasi Situs Kedaton ini tidak begitu jauh dari Pendopo Agung Trowulan. sebuah galian purbakala di Situs Kedaton yang dilakukan para pakar diduga merupakan sisa dari permukiman penduduk yang hidup pada zaman Kerajaan Majapahit. Jika pun penemuan itu sebuah permukiman, entah untuk apa fungsi dari area ini yang bentuknya lebih menyerupai sebuah benteng atau loron.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…