Peristiwa malari atau biasa disebut sebagai Malapetaka Limabelas Januari merupakan peristiwa dan aksi demonstrasi dari golongan mahasiswa yang menyangkut kerusuhan sosial. Sama dengan namanya, peristiwa ini terjadi pada tanggal 15 Januari 1974 ketika Tanaka Kakuei yang merupakan Perdana Menteri Jepang sedang bekunjung ke Jakarta selama tiga hari, yaitu 14 hingga 17 Januari 1974. Lebih tepatnya,sejarah peristiwa malari ini terjadi lantaran adanya gerakan antimodal asing. Di mana mahasiswa melakukan demonstrasi serta turun ke jalan dengan tujuan mengkritik kebijakan ekonomi yang dianggap berpihak kepada investasi asing. Selain itu, dengan berkunjungnya ketua IGGI (Inter-Governmental Group on Indonesia) yaitu Jan P. Pronk menjadikan aksi ini semakin digencarkan oleh mahasiswa, dan puncaknya terjadi pada saat Perdana Menteri Jepang berkunjung ke Indonesia.
Pada saat itu, mahasiswa merencanakan untuk menyambut kedatangan Perdana Menteri Jepang dengan melakukan aksi demonstrasi yang akan dilaksanakan d Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Akan tetapi, ketatnya penjagaan membuat mahasiswa akhirnya tidak berhasil menjalankan rencana. Dengan kronologis peristiwa yang tergolong singkat ini, tidak bisa dipungkiri bahwa tidak sedikit kerusakan yang terjadi. Para demonstran melakukan aksi pembakaran terhadap kendaraan-kendaraan yang ada hubungannya dengan Jepang, serta melakukan penjarahan. Hal ini menimbulkan kerusuhan yang sangat besar dan menjadi alasan untuk rezim pada masa Orde Baru untuk melakukan pembungkaman terhadap aksi mahasiswa. (Baca juga: Kebijakan orde baru)
Pada saat itu pula, Presiden Soeharto mengambil keputusan untuk Panglima Kopkamtib, yaitu Soemitro untuk segera berhenti dari jabatannya. Kemudian, Presiden Soeharto mengambil alih jabatan tersebut, disertai dengan penggantian Kepala Bakin, yaitu Sutopo Juwono menjadi Yoga Soegomo. Dengan adanya kejadian ini, lantas keadaan Jakarta yang tidak kondusif, maka pada tanggal 17 Januari 1974 membuat Presiden Soeharto akhirnya mengambil keputusan untuk mengantar Perdana Menteri Jepang ke pangkalan udara menggunakan helikopter. Selain fakta tersebut, ada pula fakta lain perihal terjadinya peristiwa malari. Di antaranya adanya tuduhan yang ditujukan kepada eks PSII dan eks Masyumi sebagai dalang persitiwa ini. Tuduhan ini berasal dari Jenderal Ali Moertopo. Namun, setelah beberapa tokoh peristiwa Malari diadili, seperti Hariman Siregar dan Syahrir, tuduhan tersebut tidak terbukti. (Baca juga: Kerusuhan Mei 1998)
Penyebab Peristiwa Malari 1974
Latar belakang aksi ini adalah bahwa pada mulanya timbul rasa antimodal asing. Maksud dari kalimat tersebut adalah adanya penolakan terhadap eksisnya produk-produk dari Jepang yang beredar di Indonesia. Hal ini juga diperkuat dengan keputusan Soeharto dalam usahanya melakukan pembangunan besar-besaran pada banyak aspek. Akan tetapi, usaha pembangunan tersebut memiliki kendala berupa adanya hutang dari masa pemerintahan Soekarno. Untuk menutupi hutang tersebut, maka Presiden Soeharto memikirkan rencana untuk kemudian memasukkan investor dari negara lain. (Baca juga: Penyebab perang Ambon)
Sebelum produk-produk Jepang, seperti kendaraan, alat-alat elektronik, dan barang-barang lainnya menguasai pasar Indonesia, ternyata Amerika Serikat telah lebih dulu menjadi investor, yaitu meliputi bidang energi dan tambang. Akan tetapi pada kenyataannya, produk-produk Jepang lebih mendominasi dibanding Amerika Serikat. Dengan melihat keadaan tersebut, akhirnya membuat Presiden Soeharto ingin lebih mengembangkan kerja sama dengan Jepang dengan menjadikan Jepang sebagai investor terbesar di Indonesia. Rencana tersebut terdengar hingga ke berbagai kalangan, termasuk mahasiswa. Hal inilah yang menjadi latar belakang dan juga penyebab mahasiswa melakukan aksi demonstrasi dengan slogan anti asing.
Namun, ada pula Penyebab Peristiwa Malari yang lain, yaitu adanya isu perpecahan dari kalangan tokoh militer yang berada di bawah Presiden Soeharto. Di mana pada tahun 1971, seorang Panglima kopkamtib sekaligus merupakan Deputi Panglima Angkatan Bersenjata, yaitu Jenderal Soemitro sering menyelenggarakan rapat dan memanggil sejumlah menteri. Hal ini akhirnya membuat kelompok Ali Moertopo merasa terusik dan berniat menanyakannya kepada Presiden Soeharto perihal rencana dan siasat yang akan dilakukan oleh Soemitro. (Baca juga: Sejarah Peristiwa 13 Mei)
Kemudian, pada akhir tahun 1973, Presiden Seoharto memerintahkan untuk mengumpulkan jenderal-jenderal yang bertujuan untuk mencari jalan keluar terhadap masalah ini. Pasalnya, di awal tahun 1973, Jenderal Soemitro memulai melaksanakan aksi dengan mendatangi beberapa kampus. Maksud Soemitro adalah memberikan gagasan dan pandangan kepada mahasiswa agar lebih kritis terhadap apa yang terjadi, yang berkaitan dengan sistem pemerintahan. Namun, aksi Soemitro ini jelas ditantang oleh Ali Moertopo.
Dalam rapat yang diadakan oleh Presiden Soeharto yang dihadiri oleh sejumlah jenderal tersebut, akhirnya membuat Soemitro memberikan penjelasan tentang aksinya. Soemitro mengungkapkan bahwa beliau tidak bermaksud untuk merusak wibawa sistem pemerintahan. Dengan diadakannya rapat tersebut, menggiring opini masyarakat bahwa terjadi perpecahan di kalangan tokoh militer. Hingga pada awal tahun 1975, tepatnya pada tanggal 2 Januari, sejumlah jenderal melakukan klarifikasi bahwa tidak ada masalah yang terjadi di militer. (Baca juga: Sejarah peristiwa Trisakti tahun 1998)
Puncak Peristiwa Malari 1974
Berdasarkan gagasan secara tidak langsung, dan juga saran dari Jenderal Soemitro untuk lebih bersikap kritis terhadap pemerintahan, maka mahasiswa dan pelajar melakukan aksi demonstrasi menolak investor asing. Dan ini terjadi tanggal 15 Januari 1974 yang dimulai dari Jalan Salemba tepatnya kampus Universitas Indonesia menuju kampus Trisakti di daerah Grogol. Aksi ini telah dipersiapkan beberapa minggu sebelum Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei, datang ke Indonesia. Dalam aksinya, mahasiswa dan pelajar menuntut agar pemerintah menurunkan harga-harga dan juga meminta agar Presiden Soeharto menghukum para koruptor.
Aksi ini juga diwarnai dengan dibakarnya patung Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei. Para mahasiswa dan pelajar kemudian melanjutkan aksi hingga ke Istana Kepresidenan, di mana Presiden Soeharto dan Takana Kakuei malakukan pertemuan di sana. Pada saat itu juga, ketika demonstan tiba di lokasi, sejumlah peluru ditembakkan. Hal ini dilakukan lantaran demonstran dituduh melakukan kekerasan. Namun, mahasiswa membantah hal tersebut. Hingga berakhirnya aksi ini, tercatat bahwa peristiwa malari menewaskan sebanyak 11 orang, 120 toko hancur, 685 mobil dibakar, dan 128 demonstran mengalami luka-luka.
Hasil dari peristiwa malari menimbulkan beberapa dampak, seperti diberhentikannya Soemitro sebagai Panglima Kopkamtib, pembubaran asisten pribadi presiden, dan selain itu Perdana Menteri Jepang mengambil keputusan bahwa beliau akan melakukan peninjauan kembali untuk kerja sama antara Jepang-Indonesia, untuk hubungan yang lebih baik ke depannya.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…