Ternyata organisasi-organisasi politik yang ada di Indonesia semasa pergerakan nasional saling terkait satu sama lain. Sebagaimana sejarah Gerindo yang tersangkut dengan sejarah PNI, sejarah Partindo dan sejarah Parindra. Karena terkait dengan kedua organisasi besar tersebut, Gerindo juga menjadi organisasi besar dengan tokohnya Mr. Sartono, Muh. Yamin serta Sanusi Pane.
Berawal dari kondisi Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda. Keadaan wilayah Hindia-Belanda terus saja dijajah dari tangan negara satu ke negara lainnya. Betapapun banyaknya perubahan yang dicoba pemerintah untuk menjalankan kebijakannya, tetap saja rakyat kecil yang menjadi korban. Mulai dari awal kedatangan bangsa Portugis tahun 1511 hingga Inggris yang berhasil merebut kekuasaan dari tangan Belanda.
Pada tanggal 19 Agustus 1816, Inggris mewujudkan hasil Convention London tahun 1814 yang mengharuskan Inggris menyerahkan kembali daerah jajahan yang dulu berhasil direbutnya. Dengan itu, berarti Hindia-Belanda kembali memasuki masa penjajahan Belanda di Indonesia. Kembalinya Indonesia ke tangan Belanda tidak memberikan efek positif terhadap kehidupan pribumi.
Cultuurstelsel (sistem tanam paksa) yang menjadi kebijakan pemerintah Belanda justru semakin menyengsarakan rakyat Indonesia yang ketika zaman Inggris harus mematuhi sistem landrente atau sistem sewa tanah. Akibatnya, banyak warga asli Indonesia yang semakin membenci Belanda. Mereka berusaha melawan sebisanya, namun karena memang belum terorganisir dengan baik gerakannya selalu gagal.
Baca juga :
Bermula dari pemahaman akan nasib dan kesengsaraan rakyat kecil yang kian hari kian menjadi, beberapa mahasiswa Indonesia mulai tergerak hatinya. Mereka ini sadar bahwa nasib mereka terlalu beruntung karena dapat menikmati manisnya pengetahuan di bangku sekolah. Tidak seperti rakyat Indonesia biasa yang sangat dibatasi dalam memperoleh pendidikan, mereka kaum terpelajar datang dari kalangan tertentu yang dihormati.
Para pelajar ini merasa harus memanfaatkan ilmu yang didapatkannya untuk menolong rakyat Indonesia. Tanpa rakyat, mereka tidak akan berarti apa-apa. Dan percuma menjadi kaum terpelajar jika negaranya sendiri dikekang belajar hingga masyarakatnya masih banyak yang bodoh.
Banyak orang yang ingin merdeka namun tidak tahu cara meraih kemerdekaan. Sebelumnya, perlawanan terhadap kolonialisme hanya dilakukan sembarangan dengan sifat kedaerahan. Karenanya perlawanan-perlawanan tersebut tidak kunjung berhasil. Hal ini dapat dimaklumi oleh para kaum pelajar mengingat kebanyakan rakyat Indonesia tidak pernah mendapatkan pendidikan yang bisa membuka pikiran baru.
Berdirinya Gerindo
Gerakan ini didirikan di Jakarta namun tidak menjadi bagian dari sejarah Jakarta sebagai ibukota. Tanggal berdirinya adalah 23 Mei tahun 1937. Di mana tahun tersebut menjadi tahun yang baik bagi beberapa organisasi nasional. Kemudian A.K Gani didaulat sebagai ketua Gerindo dengan wakilnya Amir Syarifudin pada kongres perdana Gerindo pada 20-24 Juli 1938.
Organisasi ini memiliki tujuan mulia untuk menyebarkan semangat nasionalisme ke seluruh rakyat Indonesia agar memiliki daya juang tinggi dalam mencapai kemerdekaan. Untuk mewujudkannya, Gerindo merambahi bidang-bidang penting dalam kehidupan masyarakat. Para pemimpin Gerindo sendiri adalah jebolan dari tokoh sejarah Partindo yang pernah berjaya sebelum akhirnya bubar akibat problem internal yang gagal diselesaikan.
Sebelum mencapai kemerdekaan Indonesia, Gerindo beraksi dengan cara memberikan lapangan pekerjaan bagi para pengangguran. Gerakan ini juga selalu berusaha meningkatkan taraf perekonomian rakyat Indonesia yang selama masa penjajahan Belanda di Indonesia selalu berada di bawah garis standar. Kaum buruh menjadi sasaran utama alasan gerakan ini didirikan. Nasib mereka yang tidak kunjung membaik mengetuk hati para petinggi Gerindo.
Baca juga :
Awal mula pendirian Gerindo berpangkal dari kisah perpecahannya PNI semenjak ditinggal Soekarno menjalani masa hukuman di penjara Sukamiskin, Bandung. PNI pecah menjadi sayap kanan yang masih mempertahankan keaslian PNI dengan pimpinan Mr. Sartono lalu mengubah namanya menjadi Partindo dan sayap kiri yang diketuai oleh Moh. Hatta lalu menamai kelompoknya sebagai Pendidikan Nasional Indonesia – Baru (PNI-Baru).
Pergerakan Gerindo
Setelah keduanya berjalan sesuai keinginan masing-masing, mereka mulai memperebutkan simpati rakyat Indonesia. Kenyataannya, kedua pecahan PNI ini menjadi musuh utama pemerintah Belanda karena sama-sama menebarkan virus kemerdekaan secara brutal ke masyarakat awam.
Banyak rakyat jelata yang terpengaruh dengan propaganda kedua organisasi tersebut. Tentu saja hal ini menakutkan bagi pemerintah Belanda yang masih menyayangi kursi kekuasaannya di Indonesia. Mereka takut diberontak, dan karenany berusaha menghalangi pergerakan Partindo dan PNI-Baru sekuat mungkin.
Organisasi Partindo dan PNI-Baru yang mulanya diperbolehkan beroperasi setelah melalui dinamika yang rumit, mulailah pergerakannya menjadi intaian. Lama kelamaan pemerintah Belanda merasa harus menghentikan aktivitas organisasi tersebut. Mereka pun dilarang menggelar forum dan rapat umum yang menjadi aktivitas kebiasaan mereka ketika menyebarkan semangat kemerdekaan.
Baca juga :
Karena dengan cara halus sepak terjang Partindo dan rekannya masih dinilai membahayakan, organisasi ini pun menjadi dilarang mengadakan rapat di seluruh wilayah Indonesia. Gubernur Jenderal pendudukan Hindia-Belanda sampai mengambil hak exorbitantrechten yang khusus untuk menjalankan kebijakannya. Ia menyuruh pembubaran Partindo jika berkumpul. Larangan ini dikeluarkan sebagai tambahan bagi larangan-larangan lain yang lebih dulu dikeluarkan dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Berubah Haluan
Pelarangan yang sangat keras tersebut melumpuhkan organisasi jelmaan PNI. Aktivitasnya berhenti sejenak hingga membuat mereka menyerah dengan cara membubarkan diri tahun 1930. Kematian Partindo mengakhiri pula keberanian organisasi nasional yang bersikukuh mengambil sikap non kooperatif dengan pemerintah Belanda.
Meskipun sudah bubar, para petinggi Partindo seperti Mr. Sartono terus mencari celah agar perjuangan menuju kemerdekaan dapat diteruskan. Satu-satunya cara agar leluasa menyebarkan semangat cinta tanah air secara terang-terangan adalah dengan menjadi teman yang baik bagi pemerintah Belanda. Sebagaimana sejarah Parindra yang berasaskan kooperatif dengan pemerintah Belanda lalu mendapatkan kemudahan dalam beraktivitas, Mr. Sartono ingin mengikuti jejak Parindra.
Baca juga :
Akhirnya, bekas tokoh PNI kembali bersatu untuk membentuk organisasi baru yang pro dengan kebijakan pemerintah Belanda. Organisasi ini dinamakan Gerakan Indonesia atau disingkat Gerindo. Semata-mata organisasi ini bukan hanya didirikan agar lebih mudah beraktivitas saja. Lebih dari itu, para pimpinan Gerindo merasa ada yang tidak beres dengan negaranya.
Paham fasisme yang terus menyebar secara internasional saat itu mulai berjalan ke arah selatan dan mengintai Indonesia. Satu-satunya cara menghadapi paham fasisme adalah dengan mempertemukan lawannya. Dalam sejarah demokrasi, fasisme – chauvinisme- leninisme – marxisme menjadi paham yang menjadi pemicu sejarah runtuhnya Uni Soviet. Selain itu, paham-paham tersebut sudah lama dijadikan sasaran oleh Amerika Serikat yang memiliki pandangan berseberangan.
Karena Belanda menganut asas yang lebih demokratis ketimbang negara Jepang, para tokoh Gerindo memanfaatkan pertemanan dengan Belanda agar lebih kuat menghadapi fasisme jika benar-benar memasuki wilayah Indonesia. Para petinggi ini sudah dapat merasakan kemungkinan beralihnya masa penjajahan Belanda di Indonesia ke masa penjajahan Jepang di Indonesia dengan membawa pula fasisme – totalitarianisme sebagaimana yang pernah dilakukan kekaisaran Jepang.