Partai Persatuan Pembangunan adalah salah satu partai yang berpengaruh pada era Orde Baru bersama dengan Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia (sekarang PDI Perjuangan) sebagai tiga partai politik utama. Asal usul ketiga partai ini berawal dari Ketetapan MPRS no.XXII/MPRS/1966 yang isinya agar pemerintah bersama DPR-GR segera membuat UU yang mengatur kepartaian, ormas dan kekaryaan yang disederhanakan. Penyederhanaan ini merupakan solusi atas situasi politik Indonesia yang tidak stabil sejak tahun 1950an karena sistem multi partai yang tidak sesuai dengan kondisi rakyat Indonesia.
Asal Usul Berdirinya PPP
Partai Persatuan Pembangunan yang biasa disingkat sebagai PPP atau P tiga dideklarasikan pada 5 Januari 1973 dan merupakan hasil gabungan dari empat partai Islam yaitu Partai Nadhlatul Ulama (NU), Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) dan Partai Muslimin Indonesia (Parmusi). Saat itu Mohammad Syafaat Mintaredja menjadi Ketua sementara. Tujuan penggabungan ini adalah untuk menghadapi Pemilu pertama di masa Orde Baru pada tahun 1973. Pendiri PPP adalah lima deklarator yang menjadi pimpinan empat partai Islam peserta Pemilu 1971 dan seorang ketua dari kelompok persatuan pembangunan, salah satu fraksi di DPR. Para tokoh pendiri PPP tersebut adalah:
- Idham Chalid, Ketua Umum PB NU
- Mohammad Syafaat Mintaredja SH, Ketua Umum Parmusi
- Haji Anwar Tjokroaminoto, Ketua Umum PSII
- Haji Rusli Halil, Ketua Umum Perti
- Haji Masykur, Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di DPR.
Penggantian Lambang PPP
Tekanan politik yang didapatkan pada masa orde baru membuat PPP pernah mengganti asas dan lambang partainya. Pada awalnya PPP mempunyai asas Islam dan berlambang Ka’bah, namun pada Muktamar I tahun 1984 PPP meninggalkan asas Islam dan berganti menggunakan asas Pancasila sesuai dengan sistem politik dan peraturan perundangan yang berlaku pada saat itu. Sejak itu secara resmi PPP menggunakan asas Pancasila dan mengganti lambangnya dengan gambar bintang dalam segi lima.
PPP kemudian kembali mengganti asas dan lambangnya setelah Orde Baru tumbang dan Presiden Soeharto lengser tanggal 21 Mei 1998 menjadi asas Islam dan lambangnya pun berganti kembali menjadi Ka’bah. Penggantian tersebut disahkan pada Muktamar IV di akhir tahun 1998. Walaupun demikian, komitmen PPP untuk kembali mendukung keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila tidak berubah. Hal ini kemudian ditegaskan dalam Pasal 5 AD PPP yang dibuat pada Muktamar VII di Bandung pada tahun 2011 bahwa tujuan PPP adalah untuk mewujudkan masyarakat madani yang adil, makmur dan sejahtera secara lahir batin serta demokratis dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila di bawah ridha dari Allah SWT. Ketahui juga mengenai faktor penyebab runtuhnya orde baru, sejarah MPR, sejarah DPR dan kerusuhan mei 1998.
Ketua Umum PPP
Ketua Umum DPP PPP pertama yaitu H. Mohammad Syafaat Mintaredja SH dengan masa jabatan yang berlangsung sejak tanggal 5 Januari 1973 hingga tahun 1978. Pada awal pendirian PPP juga dibentuk presidium yang terdiri dari KH. Idham Chalid sebagai Presiden Partai, H. Mohammad Syafaat Mintaredja SH, Drs.Th.M. Gobel. H. Rusli Halil dan H. Masykur sebagai wakil presiden.
Ketua Umum PPP kedua adalah H.Jailani Naro SH yang menjabat selama dua periode. Periode pertama adalah pada tahun 1978 ketika H. Mohammad Syafaat M intaredja mengundurkan diri hingga Muktamar PPP tahun 1984. Ia kemudian terpilih lagi menjadi Ketua DPP PPP pada muktamar tersebut.
Ketua Umum ketiga adalah H.Ismail Hasan Metareum SH yang terpilih dalam Muktamar II PPP pada tahun 1989 dan kembali terpilih dalam Muktamar III tahun 19994. Sedangkan Ketua Umum PPP keempat adalah H.Hamzah Haz yang dipilih pada Muktamar IV tahun 1998 dan juga terpilih kembali pada Muktamar V tahun 2003. Hasil dari Muktamar V tahun 2003 juga menetapkan Wakil Ketua Umum Pimpinan Harian Pusat DPP PPP yaitu H. Alimawarwan Hanan SH, yang merupakan mantan Sekjen PPP.
Ketua Umum PPP kelima adalah H.Suryadarma Ali yang dipilih dalam Muktamar VI tahun 2007, Sekjen H.Irgan Chairul Mahfiz, Wakil Ketua Umum Drs. HA.Chozin Chumaidy. H. Suryadarma Ali lalu kembali terpilih menjadi Ketua Umum untuk masa bakti 2011-2015 pada Muktamar VII PPP tahun 2011 di Bandung. Ketahui juga sejarah perumusan UUD 1945, sejarah partindo partai indonesia, dan sejarah indische partij.
Perolehan Suara PPP
Sebanyak enam kali pemilu tercatat sudah diikuti PPP sejak tahun 1977 sampai percepatan Pemilu tahun 1999 dengan berbagai hasil yang fluktuatif. Pada Pemilu tahun 1999 PPP mendapatkan 11.329.905 suara atau 10,71 persen, 58 kursi atau 12,55 persen dari keseluruhan 462 kursi. Perolehan suara ini menurun pada Pemilu 2004 dengan 9.248.764 atau 8,14 persen, 58 kursi ata 10,54 persen dari 550 kursi DPR. Saat pemilu tahun 1999 pun kondisi PPP tidak membaik, hanya mendapatkan 5,5 juta suara dan 38 kursi di DPR. Ketika Pemilu 2014 PPP mendapatkan peningkatan perolehan suara sebanyak 8.157.488 dan 39 kursi DPR.
Pada masa sekarang, PPP bergabung dengan koalisi partai pendukung pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla yaitu PDIP, PKB, Golkar, Nasdem, Hanura dan PAN. PPP telah mendeklarasikan dukungannya terhadap Joko Widodo sebagai calon Presiden pada Pemilu 2019 yang disampaikan langsung oleh Ketua Umum Muhammad Romahurmuziy ketika berpidato pada acara Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara pada Jumat tanggal 21 Juli 2017.
Konflik Internal PPP
PPP tidak lepas dari konflik internal sebagai partai, salah satunya ketika Mantan Ketum DPP PPP Suryadharma Ali mendapatkan vonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena dianggap terbukti terlibat korupsi. Proses banding yang dilakukan malah menambah hukuman menjadi 10 tahun penjara dan juga sekaligus mencabut haknya untuk dipilih dalam jabatan publik apapun selama 5 tahun setelah menjalani hukuman penjara. Majelis Hakim Tipikor menyatakan bahwa Suryadharma terbukti menyalahgunakan jabatan sebagai menteri dalam kasus penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2010-2013 dan juga dalam penggunaan dana operasional menteri. Setelah itu, posisi pimpinan partai diisi oleh Romahurmuziy yang terpilih pada Muktamar VIII untuk periode 2016-2021.
Setelah terpilihnya Romahurmuziy justru muncul konflik kepengurusan dengan kubu Djan Faridz yang mengklaim diri sebagai kepengurusan yang sah. Pada tanggal 12 Juni 2017 Mahkamah Agung mengabulkan permohonan Romahurmuziy lewat Putusan PK no.79 PK/Pdt.Sus-Parpol/2016. Terbitnya keputusan ini juga sekaligus menganulir putusan Kasasi no. 601 K/Pdt.Sus-Parpol/2015 tertanggal 2 November 2015 yang memberi kemenangan pada kubu Djan Faridz. Walaupun demikian, kedua kubu belum melakukan islah, terbukti dengan terjadinya perebutan Kantor DPP PPP di jalan Diponegoro, Cikini, Jakpus pada 16/7/2017 antara simpatisan kubu Romahurmuziy yang meminta pihak Djan keluar dari kantor.
Pada pemilu 2019 yang akan datang PPP menargetkan posisi 3 besar walaupun diakui oleh Romahurmuziy bahwa target tersebut tidak akan mudah untuk dicapai. Berdasarkan hasil survei pada Januari 2018, PPP mendapatkan elektabilitas hanya sebesar 3,5 persen sehingga menjadi salah satu parpol yang terancam tidak lolos ke Parlemen. Untuk lolos, parpol harus mendapatkan 4 persen suara sah nasional pada Pemilu 2019 yang akan datang. Namun Romahurmuziy optimis bahwa suara PPP masih dapat meningkat, sebab berdasarkan survei LSI masih ada sekitar 20,7 persen peserta pemilu yang belum menentukan pilihan.