Bagi pecinta atau peminat sejarah, keberadaan sejarah museum Aceh tidak dapat dilewatkan sebagai salah satu museum yang menyimpan berbagai peninggalan sejarah masyarakat Aceh. Terlebih lagi museum ini merupakan salah satu yang tertua di Indonesia yaitu berusia 103 tahun. Koleksi museum ini bahkan dapat ditemukan berasal dari zaman pra sejarah. Letak Museum di jalan Sultan Alaidin MahmudSyah, Banda Aceh dapat dikunjungi oleh para wisatawan yang sedang berada di Aceh sebagai bagian dari wisata sejarah. Tidak hanya itu, rakyat Aceh pun akan memetik manfaat yang besar dengan keberadaan museum ini agar dapat lebih mengenal sejarah tanah kelahirannya.
Koleksi museum ini termasuk berjenis – jenis perkakas, peralatan untuk bertani, peralatan rumah tangga, senjata dan pakaian tradisional, koleksi manuskrip kuno, foto – foto sejarah dan maket pengembangan Masjid Agung Baiturrahman. Koleksi museum ini yang cukup populer adalah sebuah lonceng berusia 1400 tahun yang bernama ‘Lonceng Cakra Donya’. Lonceng ini adalah hadiah dari Kaisar Cina yang berasal dari Dinasti Ming kepada Sultan Pasai di tahun 1414, dibawa ke Aceh saat Sultan Ali Mughayat Syah dari Kesultanan Aceh Darussalam berhasil menaklukkan Pasai pada 1524 M. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum Asia Afrika Di Bandung.
Asal Mula Sejarah Museum Aceh
Paviliun Aceh memamerkan koleksi pribadi F.W. Stammeshaus. Ia kemudian menjadi Kurator Museum Aceh pertama pada 1915 sampai 1931. Selain memamerkan koleksi milik Stammeshaus, disana juga dipamerkan koleksi – koleksi berupa benda – benda pusaka para Pembesar Aceh, dan hal ini menjadikan Pavilliun Aceh sebagai yang memiliki koleksi paling lengkap. Berkat kelengkapan koleksinya tersebut Paviliun Aceh mendapatkan penghargaan berupa 4 medali emas, 11 perak, dan 3 perunggu. Penghargaan inilah yang membuat Stammeshaus mengusulkan kepada Gubernur Aceh untuk mengembalikan Paviliun tersebut ke Aceh sebagai sebuah museum. Pelajari juga mengenai Sejarah Berdirinya Bank Syariah.
Pada saat diresmikan, museum Aceh berada di bagian Timur Blang Padang, Kutaraja atau saat ini dikenal sebagai Banda Aceh. Tanggung jawab Museum waktu itu berada di bawah penguasa sipil dan Militer Aceh. Setelah kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda menyerahkan Museum Aceh ke Pemerintah Daerah Aceh yang menunjuk Pemda Tingkat II Banda Aceh untuk bertanggung jawab mengelola museum Aceh. Lokasi saat ini di jalan SA. Mahmudsyah memiliki luas sekitar 10.800 meter persegi. Lokasi museum dipindahkan pada 1969 dari Blang Padang yang dipelopori oleh Teuku Hamzah Bendahara, dan setelah dipindahkan pengelolaannya ada di bawah tanggung jawab Badan Pembina Rumpun Iskandar Muda (BAPERIS) Pusat.
Koleksi Museum Aceh
Dalam sejarah museum Aceh, memiliki berbagai koleksi yang beragam dan disusun sesuai kategori antara lain:
Rehabilitasi Gedung Museum
Ketika pemerintah mengadakan program mengenai pengembangan kebudayaan terutama untuk permuseuman, Museum Aceh pada tahun 1974 mendapatkan biaya Pelita melalui proyek Rehabilitasi dan Perluasan Museum Daerah Istimewa Aceh. Manfaat dari pemberian biaya tersebut sangat besar karena dengan demikian museum dapat menambah koleksi, meneliti koleksi dan merehabilitasi bangunan lama dan membuat bangunan – bangunan baru berupa:
Sejarah museum Aceh memasuki masa pada tahun 1975 ketika pengelolaannya dioper kepada Departemen Kebudayaan dan Pendidikan. Berdasarkan program Pelita tersebut, Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh dan BAPERIS mengeluarkan SK bersama pada 2 September 1975 bernomor 538/1976 dan SKEP/IX/1976 mengenai persetujuan penyerahan Museum pada Depdikbud. Kemudian status museum dinaikkan menjadi Museum Negeri Propinsi Aceh melalui SK Mendikbud RI tanggal 28 Mei 1979 nomor 093/0/1979 dan diresmikan oleh Mendikbud Daod Yoesoef pada 1 September 1980. Pemerintah Daerah Aceh mendapatkan kewenangan pengelolaan museum ini 20 tahun kemudian, yang bertahan ketika terjadi tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 tanpa kerusakan. Pelajari juga mengenai Sejarah Berdirinya Gereja Katolik di Indonesia.
Anda yang berminat pada sejarah museum Aceh dan segala isinya dapat mengunjungi museum ini kapan saja jika sedang berada di Banda Aceh. Jadwal buka museum adalah hari Selasa –Kamis pada jam 08.00-12.30 dan 13.30-17.30, Jumat pukul 08.30-11.30, dibuka kembali 14.00-17.30, Sabtu Minggu 08.30-12.30, dibuka kembali 14.00-17.30. Visi museum ini adalah sebagai pelestari warisan budaya, jendela budaya dan sebagai lembaga edukatif kultural rekreatif dan objek wisata utama. Misi museum adalah untuk melestarikan warisan budaya, nilai – nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat sehingga tidak dilupakan oleh para generasi muda yang semakin bertumbuh dan menjadi calon pemimpin di masa depan.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…