Dunia perbankan di Indonesia pada masa sekarang ini telah semakin maju dan juga tidak hanya mengutamakan keberadaan bank konvensional saja. Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, rakyat Indonesia yang beragama Islam juga membutuhkan sistem perbankan yang sesuai dengan syariat Islam agar transaksi perbankan yang dilakukan dapat sejalan dengan pemahaman agamanya. Kemunculan bank syariah menawarkan produk – produk keuangan dan juga cara transaksi serta investasi yang berbeda dengan bank konvensional yang sudah lama ada.
Walaupun masih tergolong baru, perbankan syariah berkembang dengan pesat berkat kesadaran para muslim untuk melakukan transaksi perbankan sesuai ajaran agama yang dianutnya sehingga sistem perbankan yang menganut hukum serta asas keislaman akan lebih diminati daripada yang menggunakan sistem konvensional. Sistem syariah dalam perbankan ini akhirnya diikuti oleh bank – bank konvensional yang kemudian mendirikan unit syariah terpisah untuk mendapatkan lebih banyak nasabah yang berpindah ke sistem perbankan syariah.
Bank Syariah Pertama di Indonesia
Perbankan syariah atau bank syariah adalah sistem perbankan islam yang melaksanakan kegiatannya berdasarkan hukum atau syariat agama Islam. Berdasarkan hukum Islam, perbankan syariah tidak mengenal adanya suku bunga pinjaman atau ‘interest rate’ karena dianggap sebagai riba. Sistem bagi hasil atau nisbah adalah jenis ‘bunga’ yang dikenal dalam sistem perbankan syariah, yang sama – sama diketahui serta disetujui oleh pihak nasabah. Sejarah berdirinya bank syariah dimulai dari pelopor bank syariah di Indonesia, yaitu Bank Muamalat.
Pada 18 – 20 Agustus di Cisarua, Bogor diadakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diprakarsai MUI (Majelis Ulama Indonesia). Hasil lokakarya ini kemudian didukung ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan beberapa pengusaha muslim sehingga pada 1991 ditandatangani akta pendirian Bank Muamalat Indonesia. Bank ini resmi beroperasi pada 1 Mei 1992 berkat bentukan Tim Perbankan MUI. Akan tetapi dalam perjalanannya, kinerja bank Muamalat kurang populer dan stagnan. Bank ini baru membaik kinerjanya serta dilirik oleh nasabah setelah era krisis ekonomi dan reformasi. Ketahui juga mengenai sejarah bank Indonesia, sejarah berdirinya bank sentral dunia dan sejarah koperasi.
Sejarah Berdirinya Bank Syariah di Indonesia
Sejarah keberadaan bank syariah sebelum pendirian Bank Muamalat dapat dirunutkan sejak kurun waktu sebelum kemerdekaan. K.H. Mas Mansyur, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937 – 1944 pernah menyatakan jika umat Islam Indonesia tidak memiliki lembaga yang bebas riba sehingga terpaksa menggunakan jasa perbankan konvensional. Kronologis pembentukan bank syariah dapat kita ikuti sejak beberapa kurun waktu berikut:
1. Periode 1967 – 1983
Pada tahun 1967 dikeluarkan Undang – Undang no.14 tentang Pokok – Pokok Perbankan. Tertera pada pasal 13 C bahwa dalam operasi usaha bank menggunakan sistem kredit dan kredit tersebut tidak dapat dilaksanakan tanpa adanya pengambilan bunga, karena konsep bunga telah melekat dalam pengertian kredit itu sendiri. Pada tahun 1980an pemerintah mengalami kesulitan untuk mengendalikan tingkat bunga karena bank – bank yang ada sangat tergantung kepada likuiditas dari Bank Indonesia, sehingga keluar Deregulasi tertanggal 1 Juni 1983 untuk melepaskan keterikatan tingkat bunga tersebut. Adanya deregulasi tersebut memungkinkan bank untuk menentukan tingkat bunga sebesar 0% yang berasal dari penerapan sistem perbankan syariah melalui prinsip bagi hasil. Ketahui juga mengenai sejarah berdirinya Budi Utomo dan sejarah perhimpunan Indonesia.
2. Periode 1988
Sejak adanya deregulasi tahun 1983 tersebut, pada tahun 1988 pemerintah menganggap pembukaan peluang bisnis di bidang perbankan perlu diperluas, dengan tujuan untuk memobilisasi dana yang dimiliki masyarakat demi kepentingan pembangunan. Oleh sebab itu pada 27 Oktober 1988, dikeluarkan Paket Kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober (PAKTO) yang isinya tentang liberalisasi perbankan untuk memungkinkan pendirian bank – bank baru selain dari bank yang sudah ada. Sejak itu dimulai pendirian Bank Perkreditan Rakyat yang menggunakan sistem Syariah di beberapa daerah di Indonesia. MUI kemudian melakukan Musyawarah Nasional IV pada 1990 yang hasilnya adalah amanat untuk membentuk kelompok kerja yang akan mendirikan Bank Islam di Indonesia.
3. Periode 1991 – Masa Kini
Sejarah berdirinya bank syariah di Indonesia dimulai dengan pendirian Bank Muamalat pada 1991. Pada kurun waktu ini, pemerintah mengeluarkan Undang – Undang no.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang mencantumkan mengenai sistem perbankan bagi hasil. Tertera dalam pasal 6 huruf M dan pasal 13 huruf C menyatakan bahwa salah satu usaha dari bank umum dan bank perkreditan rakyat adalah untuk menyediakan pembiayaan bagi nasabah yang didasarkan kepada prinsip bagi hasil. Peraturan ini adalah tanda dimulainya era sistem perbankan ganda atau dual banking system di Indonesia, yang berarti ada dua sistem perbankan yang beroperasi secara sinergis dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan jasa dan produk perbankan bersama – sama, juga menjadi pendukung pembiayaan bagi beberapa sektor perekonomian nasional.
Undang – Undang Perbankan no.7 tahun 1992 kemudian diubah menjadi Undang – Undang no.10 tahun 1998 yang semakin mendorong perkembangan sistem perbankan syariah di Indonesia. Undang – undang ini memungkinkan bank umum untuk melakukan kegiatan usaha yang menggunakan prinsip syariah, yaitu melalui pembukaan Unit Usaha Syariah. Berdasarkan undang – undang tersebut, bank umum memiliki pilihan untuk melakukan kegiatan usaha dengan sistem umum ataupun syariah, atau bahkan melakukan usaha berdasarkan kedua prinsip tersebut. Anda juga dapat menyimak mengenai sejarah Islam di Indonesia, sejarah berdirinya bank mandiri dan sejarah bank Islam.
Kurangnya regulasi mengenai perbankan syariah kemudian dilengkapi dengan terbitnya UU no.21 tahun 2008 yang mengatur beberapa hal baru di bidang Perbankan Syariah, begitu juga dengan UU no.19 tahun 2008 mengenai Surat Berharga Syariah Negara (SUKUK), dan UU no.42 tahun 2009 tentang Amandmen Ketiga UU no.8 tahun 1983 mengenai PPN Barang dan Jasa . Beberapa aturan baru tersebut yaitu mengenai otoritas fatwa dan komite dari perbankan syariah, mengenai pembinaan dan pengawasan bank syariah, pemilihan Dewan Pengawas Syariah (DPS), mengatur perpajakan, penyelesaian sengketa di bidang perbankan, juga mengenai konversi Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS). UU ini juga memungkinkan perbankan syariah lebih leluasa dalam mengembangkan diri, antara lain dalam beberapa hal berikut:
- Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syarian tidak dapat dikonversi menjadi bentuk Bank Umum konvensional. Bank Umum dapat dikonversi ke dalam bentuk Bank Syariah dalam pasal 5 ayat 7.
- Apabila dilakukan merger atau akuisisi antara Bank Syariah dengan Bank Non Syariah maka hasilnya wajib menjadi Bank Syariah , tercantum dalam pasal 17 ayat 2.
- Tercantum dalam pasal 68 ayat 1, Bank umum yang memiliki UUS harus memisahkan diri apabila UUS telah memiliki aset sebesar paling tidak 50 persen dari total nilai aset bank induk atau dalam kurun waktu 15 tahun sejak pemberlakuan UU Perbankan Syariah.
Selain itu juga banyak kegiatan usaha yang tidak dapat dilakukan oleh bank umum akan tetapi bebas dilakukan oleh bank syariah. Misalnya, penjaminan penerbitan surat berharga, penitipan untuk kepentingan pihak lain, menjadi wali dari amanat yang diberikan, penyertaan modal, mendirikan dan mengurus dana pensiun, menerbitkan, melakukan penawaran, dan perdagangan surat berharga syariah jangka panjang.
Perbankan syariah juga dapat melakukan layanan sosial, seperti menyelenggarakan lembaga untuk baitul mal yang menyalurkan dana infak, sedekah, zakat, hibah, atau dana sosial lain untuk disalurkan kepada lembaga pengelola zakat. Sejarah berdirinya bank syariah hingga saat ini mencatat paling tidak terdapat beberapa bank syariah di Indonesia, seperti Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Muamalat, Bank Mega Syariah, BNI Syariah, BRI Syariah, BJB Syariah dan banyak lagi.