Bangunan

Sejarah Museum Sangiran Solo Jawa Tengah Terlengkap

Museum Sangiran merupakan museum yang menampilkan benda-benda purbakala dari situs penggalian arkeologis di Jawa Tengah. Lebih tepatnya di Surakarta. Situs penggalian ini mendapatkan fosil-fosil manusia purba seperti Pithecanthropus erectus, Meganthropus dan beberapa fosil lain. Pada tahun 1977, pemerintah Indonesia menetapkan area ini sebagai cagar budaya. Hinggar akhirnya situs Sangiran mendapat perhatian dari UNESCO dan ditetapkan sebagai situs warisan dunia pada tahun 1996. Kini situs purbakala Sangiran menjadi salah satu situs yang sangat penting untuk mempelajari fosil manusia. Setara dengan Situs Zhoukoudian di China, Situs Danau Willandra di Australia, Situs Olduvai Gorge di Tanzania dan Situs Sterkfontein di Afrika Selatan. Cukup banyak fosil dan benda purbakala yang ditemukan di Sangiran. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum Loka Jala Crana Surabaya.

Sejarah Museum Sangiran

Sejarah Museum Sangiran tak lepas dari sejarah bagaimana area Sangiran ini menjadi situs penggalian purbakala. Karena itulah kita harus mengetahui sejarah Sangiran terlebih dahulu. Sejarah Sangiran sudah dimulai sejak lama. Bahkan ketika Indonesia masih dijajah oleh Belanda.

Pada tahun 1883, pemerintah kolonial Belanda mengirim seorang ahli paleoanthropologis (merupakan cabang ilmu arkeologi yang fokus untuk mempelajari manusia) untuk melakukan persiapan penggalian di Sangira. Rencana penggalian ini dipimpin oleh Eugene Dubois. Sayangnya, Dubois tidak menemukan fosil-fosil yang menarik. Kemudian Dubois mengalihkan penggaliannya ke Trinil di Jawa Timur. Di Trinil, Dubois berhasil menemukan fosil-fosil secara signifikan. Pulau Jawa memang dikenal sebagai tempat ditemukannya banyak fosil kehidupan purbakala. Para ilmuwan yang memahami langkah-langkah penelitian ilmu sejarah segera datang ke sini.

Pada tahun 1934, seorang antropologis bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald mulai memeriksa area Saingiran. Tahun-tahun berikutnya, von Koenigswald menemukan nenek moyang manusia yang bernama Pithecanthropus erectus. Biasa disebut dengan Java Man atau Manusia Jawa. Kemudian Pithecanthropus erectus diklasifikasikan dan ternyata termasuk kelompok Homo erectus. Enam puluh fosil manusia ditemukan lagi dan diantara penemuan itu terdapat Meganthropus. Von Koenigswald lalu menemukan sebuah fosil berupa kranium bagian atas dari spesies Homo erectus pada tahun 1937 yang berumur kira-kira 0,7 hingga 1,6 juta tahun yang lalu. Kranium atas ini lalu diberi nama Sangiran 2. Selain itu, fosil beberapa hewan buruan manusia purba juga ditemukan

Lama-lama situs purbakala Sangiran ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Pada tahun 1977, pemerintah Indonesia menetapkan area seluas 56 km2 di sekeliling Sangiran sebagai Daerah Cagar Budaya. Kemudian pemerintah lalu mendirikan museum dan laboraturium sederhana di Sangira. Lalu UNESCO menetapkan Sangiran sebagai Warisan Budaya Dunia pada tahun 1996. Pada tanggal 15 Desember 2011, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meresmikan museum untuk umum. Pada bulan February 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi museum dan ditemani oleh sebelas menteri kabinet. Seiring berjalannya waktu, para akademisi dan arkeologis dari Indonesia mempelajari dan meneliti situs ini. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum Ambarawa.

Koleksi di Museum Sangiran

Sebenarnya museum dan laboraturium sederhana sudah ada di Sangiran beberapa dekade sebelum museum yang sekarang dibuka untuk umum mulai Desember 2011. Koleksi fosilnya mencapai 13809 tapi hanya 2934 yang ditampilkan. Sebagin besar masih disimpan untuk diteliti. Museum yang sekarang lebih modern, memiliki tiga aula utama, pameran yang ekstensif dan diorama yang menarik. Diorama ini menggambarkan area Sangiran kira-kira satu juta tahun yang lalu. Museum utama ini disebut Krikilan.

Museum yang memiliki moto The Homeland of Java Man ini memiliki tiga aula utama. Aula pertama memuat beberapa diorama yang menyediakan informasi tentang manusia dan hewan yang hidup di situs Sangiran kira-kira satu juta tahun yang lalu. Seperti pola  kehidupan, tempat tinggal, masa meramu dan meramu. Alat-alat yang digunakan manusia purba juga ada seperti bilah, serpih, gurdi, serut, kapak perimbas, kapak persegi dan bola batu. Aula kedua, yang lebih luas dari aula pertama, menjelaskan material dari banyak fosil yang ditemukan di Sangiran dan variasinya. Serta menjelaskan sejarah eksplorasi di Sangiran. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum Adityawarman.

Aula ketiga menjelaskan diorama besar yang mempertunjukkan area Sangiran kira-kira satu juta tahun yang lalu. Lebih tepatnya tiga juta tahun yang lalu (masa akhir pliosen) hingga puluhan ribu tahun yang lalu (masa akhir pleistosen). Dengan gunung berapi seperti Gunung Lawu sebagai latar balakang dan kehidupan di Sangiran sebagai latar depan. Beberapa karya di aula ketia ini merupakan karya dari Elisabeth Daynes. Seorang pemahat paleontologis yang terkenal di dunia internasional.

Pihak museum juga sudah membangun tiga tempat tambahan. Empat tempat tambahan ini tersebar di situs Sangiran. Tiga tempat tambahan itu adalah Ngebung, Dayu dan Bukuran. Ngebung dibangun untuk memuat sejarah penemuan situs Sangiran, Dayu dibuat untuk menyediakan informasi terkait penelitian terbaru dan Bukuran dibangun untuk menyediakan informasi terkait penemuan fosil manusia di Sangiran. Ditambah dengan Krikilan, kini sudah ada empat lokasi.

Sejarah Museum Sangiran: Kehidupan di Era Pliosen hingga Era Pleistosen

Museum Sangiran mengkoleksi banyak penemuan di situs Sangiran yang sebagian besar berasal dari era akhir pliosen hingga akhir era pleistosen.  Pliosen adalah era yang berlangsung mulai 5,3 hingga 1,8 juta tahun yang lalu. Era pliosen dibagi jadi dua yaitu Zanclean (3,6 juta hingga 5,3 juta tahun yang lalu) dan Piacenzian (2,58 juta hingga 3,6 juta tahun yang lalu). Kehidupan purbakala di Sangiran dimulai ketika era Piacenzian dimana suhunya lebih hangat dari era Zanclean. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum Angkut.

Di masa ini genus Homo mulai berkembang dari nenek moyangnya dari genus Australopithecus. Era Pleistosen atau biasa disebut dengan Zaman Es adalah era yang dimulai dari 2,58 juta hingga 11,7 ribu tahun yang lalu. Disebut era pleistosen karena suhunya sangat dingin dan banyaknya aktivitas gletser. Era Pleistosen dibagi menjadi empat yaitu Gelasian, Calabrian, Chibanian dan Tarantian. Kehidupan purbakala di Sangiran berakhir di akhir era Pleistosen atau era Tarantian.

Koleksi Museum Sangiran: Fosil Manusia Purba, Hewan Purba dan Bebatuan

Cukup banyak fosil manusia purba yang menjadi koleksi Museum Sangiran. Seperti Homo Sapiens, Homo Neanderthal Eropa, Homo Neandhertal Asia, Homo soloensis, Pithecanthropus erectus, Australopithecus africanus, Pithecanthropus mojokertensis dan Meganthropus paleojavanicus. Penemuan manusia purba berjenis Homo erectus di sini cukup banyak dan kira-kira mencapai seratus manusia. Penemuan ini bisa dibilang mewakili 65% penemuan Homo erectus di Indonesia dan separuh dari penemuan Homo erectus di dunia. Melimpahnya penemuan ini menjadi salah satu faktor Sangiran menjadi situs penting di Indonesia dan dunia.

Selain manusia purba, koleksi Museum Sangiran juga meliputi hewan-hewan purba. Umumnya hewan ternak seperti babi (Sus sp.), sapi (Bovidae sp.), kerbau (Bubalus palaeokarabau), banteng dan domba. Hewan lain juga ditemukan seperti harimau (Felis paleojavanica), badak (Rhinocerus sondaicus), rusa (Cervus sp.) dan gajah purba. Fosil gajah purba yang ditemukan ada beberapa jenis yaitu Elephas namadicus, Mastodon sp. dan Stegodon trigonocephalus. Museum Sangiran juga memiliki geraham dari Stegodon trigonocephalus. Salah satu spesies gajah purba yang hidup pada waktu 2,6 juta hingga dua belas ribu tahun yang lalu dari Suriah hingga Indonesia. Binatang air juga ada seperti kepiting, gigi ikan hiu, kuda nil, kura-kura dan hewan moluska laut seperti kerang dan siput purba. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum BRI Purwokerto.

Beberapa jenis batu juga ditemukan seperti ametis, taktit, kalsedon, agate dan diatom. Ametis adalah mineral dan batu mineral yang berwarna keunguan dan tersusun dari senyawa silikat dioksida. Biasanya berbentuk mirip kristal. Taktit atau biasa disebut dengan skarn adalah batu yang terbuntuk karena kontak batu sedimen karbonat engan intrusi magma granitik. Kalsedon adalah batu yang kilauannya mirip lilin, mirip kaca, berminyak, lembut, tumpul dan terkadang ada yang sedikit transparan. Warnanya berbagai jenis tapi secara umum berwarna kelabu, kelabu kebiruan atau coklat. Agate adalah batu berwarna-warni atau memiliki variasi warna yang cantik. Kita mengenal agate dengan nama batu akik.

Area dan Cara Menuju ke Museum Sangiran

Area Sangiran seluas 56 km2 (7 km x 8 km) dan berada di provinsi Jawa Tengah. Kira-kira berada lima belas kilometer di utara Surakarta di lembang Sungai Solo. Secara administratif, area Sangiran dibagi menjadi dua kabupaten. Yaiut Kabupaten Sragen (termasuk kecamatan Gemolong, Plupuh dan Kalijambe) dan Kabupaten Karangayar (termasuk Kecamatan Gondangrejo).

Karakteristik khusus area ini adalah geologinya yang dahulu kala merupakan laut. Puncak di area ini terbentuk jutaan tahun yang lalu karena tectonic uplift. Tectonic uplift adalah kenaikan permukaan bumi secara vertikal karena sebab-sebab alami. Contoh sebab alaminya yaitu karena letusan Gunung Lawu, Gunung Merbabu dan Gunung Merapi. Kemudian puncaknya terkikis dan terlihatlah alas yang menyimpan banyak fosil arkeologis. Pelajari juga mengenai Sejarah Museum Biologi.

Akses menuju Museum Sangiran bisa dimulai dari Surakarta. Dari Surakarta, pengunjung harus menempuh jarak lima belas kilometer ke utara melalui jalan utama menuju Kota Purwodadi. Carilah Kota Kalioso dan dari Kalioso lalui area pedesaan kira-kira empat kilometer sebelum sampai ke titik pengunjung. Waktu total dari Surakarta tergantung kondisi lalu lintas. Estimasi kira-kira 45 hingga 60 menit. Pengunjung juga bisa menggunakan bus rute Surakarta ke Purwodadi. Museum dibuka pukul delapan pagi dan tutup pukul empat sore. Museum buka setiap hari kecuali senin.

Demikian informasi tentang sejarah Museum Sangiran beserta cara mengakses dan kondisinya sekarang. Sejarah Museum Sangiran perlu diketahui khususnya untuk penikmat sejarah purbalaka karena situs Sangiran memberikan informasi dan menjelaskan kehidupan purbakala di Indonesia. Museum ini sangat layak dikunjungi karena sudah diakui oleh UNESCO. Semoga informasi tentang sejarah Museum Sangiran ini bisa menambah pengetahuan anda tentang keunggulan Indonesia di sisi sejarah maupun budaya. Cukup banyak tempat-tempat bersejarah di Indonesia. Seperti candi peninggalan agama Hindu. Contohnya seperti sejarah candi dieng dan sejarah Candi Arjuna yang juga terletak di Jawa Tengah seperti Museum Sangiran. Ada juga sejarah Candi Sewu yang berada di Klaten.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Henry Hafidz

Recent Posts

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…

5 years ago

Sejarah Hari Buruh Internasional ( 1 Mei ) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…

5 years ago

Kolonialisme dan Imperialisme – Latar Belakang dan Contoh

Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…

5 years ago

Sejarah Organisasi Internasional

Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…

5 years ago

De Facto dan De Jure – Pengertian – Perbedaan – Contoh Menerapkannya

Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…

5 years ago

Silsilah Kerajaan Demak Sebagai Kerajaan Islam Pertama

Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…

5 years ago