Pahlawan dapat didefinisikan sebagai seseorang yang berjuang dengan sepenuh jiwa raganya dengan berani demi keadilan dan kebebasan yang dapat menyatukan negara Indonesia pada zaman perjuangan kemerdekaan lampau. Seseorang tidak saja dapat dianggap sebagai pahlawan dari kegiatannya mengangkat senjata melawan penjajah, namun juga atas jasa – jasanya yang dapat memajukan bidang – bidang kehidupan lain yang mempengaruhi rakyat Indonesia. Beberapa biodata pahlawan kemerdekaan dari Riau ini tidak saja berjasa dalam peperangan, namun mereka juga berjasa dalam mengangkat pena dan memajukan pendidikan rakyat pribumi dalam masa perjuangan kemerdekaan.
1. Sultan Mahmud Riayat Syah
Gelar pahlawan nasional dari Riau diberikan kepada Sultan Mahmud pada 2017. Beliau dilantik menjadi Sultan pada tahun 1761 M pada usia dua tahun. Pusat pemerintahan kerajaannya berada di Hulu Riau yang disebut sebagai Kota Raja selama kurun waktu 26 tahun, sejak tahun 1761-1787. Ibukota kerajaan kemudian dipindahkan ke Lingga dalam rangka taktik perang melawan Belanda, hingga wafatnya pada 1812. Pemimpin tertinggi kerajaan Johor-Riau-Lingga dan Pahang ini banyak mengeluarkan kebijakan salah satunya memerintahkan perjuangan melawan penjajah di Teluk Riau dan Teluk Ketapang Melaka pada tahun 1784.
Kekalahan tidak menyurutkan perjuangannya melawan penjajah. Ia kemudian memperkuat armada perang, menyusun strategi dan membangun pusat – pusat ekonomi, mempererat hubungan dengan kerajaan lain seperti Jambi, Mempawah, Indragiri, Asahan, Selangor, Kedah dan Trenggano, memperkuat persaudaraan Melayu dan Bugis melalui pernikahan sehingga mampu melawan penjajah yang senang berpolitik adu domba. Beliau wafat pada 12 Januari 1812 dan dimakamkan di Daik Lingga, Riau.
2. Raja Haji Fisabilillah
Ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 11 Agustus 1997, beliau lahir di Kota Lama, Ulusungai, Riau pada 1725. Ia adalah adik dari Sultan Selangor pertama, Sultan Salehuddin dan merupakan paman dari Sultan Selangor kedua, Sultan Ibrahim. Namanya kini menjadi nama bandara di Tanjung Pinang, juga di salah satu masjid Selangor Malaysia tepatnya di kota Cyberjaya. Ia adalah Raja Yang Dipertuan Muda Riau Lingga Johor Pahang IV, terkenal dalam perlawanan terhadap Belanda dan pembangunan Pulau Biram Dewa di sungai Riau Lama. Gugur pada saat menyerang pangkalan maritim Belanda di Teluk Ketapang Melaka pada 1784. Jenazahnya kemudian dipindahkan dari makam di Melaka ke Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepri oleh Raja Ja’afar.
3. Raja Ali Haji (RAH)
Beliau dijuluki sebagai Bapak Bahasa Indonesia yang terkenal dengan karya sastranya berjudul Gurindam Dua Belas, juga membuat sebuah pedoman yang menjadi standar dalam bahasa melayu yang menjadi asal muasal bahasa Indonesia. Gelar pahlawan nasional dari Riau diberikan Presiden SBY pada 10 November 2004. Beliau lahir pada tahun 1808 di Selangor, putra dari Raja Ahmad dan cucu dari Raja Haji Fisabilillah. Ia adalah saudara Raja Lumu yang merupakan Sultan pertama Selangor, ia juga keturunan dari prajurit Bugis yang datang di Riau pada abad ke 16. Ilmu bahasa didapatnya pada 1822 ketika mengikuti ayahnya ke Betawi, belajar ilmu bahasa arab dan ilmu agama di Mekkah pada 1828 ketika berhaji.
Ia menjadi penasehat agama di Kesultanan Riau Lingga pada 1845 dan menjadi sangat produktif dalam bidang sastra, pendidikan serta kebudayaan. Gurindam Dua Belas lahir pada tahun 1846 dan dipublikasikan oleh E.Netscher pada 1854. Karya berikutnya, Bustan alKatihibin ditulis pada tahun 1857 di Betawi. Kitab Pengetahuan Bahasa yaitu Kamus Loghat Melayu Johor Pahang Riau Lingga menjadi acuan bahasa Melayu, kamus bahasa pertama di Indonesia pada saaat itu dan ditetapkan sebagai pedoman bahasa Indonesia dalam Kongres Pemuda 28 Oktober 1928. Ia meninggal antara tahun 1872-1873 dan dimakamkan di pemakaman Engku Putri Raja Hamidah.
4. Sultan Syarif Kasim II
Bernama lengkap Yang Dipertuan Besar Syarif Kasim Abdul Jalil Saifuddin, lahir di Siak Sri Indrapura, Riau pada 1 Desember 1893 dan merupakan sultan ke 12 dari Kesultanan Siak. Ia adalah salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan ia menyatakan bahwa Kesultanan Siak adalah bagian dari wilayah Indonesia dan menyumbangkan harta kekayaan sejumlah 13 juta gulden kepada pemerintah Republik Indonesia. Atas jasa – jasanya, namanya diabadikan menjadi nama bandara Pekanbaru. Sultan Syarif Kasim juga mendirikan sekolah dasar bernama Madrasah Taufiqiyah al Hasyimiah pada 1917 yang mengajarkan agama dan ilmu pengetahuan umum bagi semua anak – anak Siak laki – laki untuk menyaingi pemerintah Belanda, yang hanya memperuntukkan sekolah dasar di Riau yaitu HIS bagi anak – anak Eropa, Tionghoa atau bangsawan pribumi saja.
5. Tuanku Tambusai
Pahlawan nasional dari Riau lainnya adalah Tuanku Tambusai yang juga berjuluk Harimau Paderi Dari Rokan. Lahir di Rokan Hulu pada 5 November 1784, ia mulai berjuang di daerah Rokan Hulu dan sekitarnya selama 15 tahun melawan Belanda. Ia sulit dikalahkan, pantang menyerah dan tidak mau berdamai dengan Belanda. Ia menolak ajakan Kolonel Elout untuk berdamai hingga pada 28 Desember 1838 benteng dalu – dalu jatuh ke tangan Belanda. Ia meloloskan diri lewat pintu rahasia lalu mengungsi dan wafat di Saremban, Negeri Sembilan, Malaysia.
6. Syarifah Latifah
Ia adalah Kartini yang berasal dari Riau, permaisuri Kesultanan Siak Sri Inderapura, dikenal juga dengan nama Tengku Agong. Ia adalah istri Sultan Syarif Kasim II yang bertahta dari 1908 – 1946, menikah pada 27 Oktober 1912. Cita – cita mulianya untuk membangun sekolah khusus perempuan di lingkungan kesultanan sangat didukung oleh Sultan. Ide membuat sekolah datang ketika menemani suaminya melawat ke Medan untuk menghadap Residen Sumatera Timur.
Ia melihat Medan yang sudah modern dan banyak wanita yang berkesempatan bekerja seperti kaum lelaki, berbeda dengan wanita Siak yang hanya ada di dapur. Begitu pula ketika ia mengunjungi Langkat dan Tanjungpura. Maka ia berpikir bahwa wanita harus pintar untuk dapat mencapai tingkatan tersebut tanpa melupakan kodratnya sendiri. Ia membuka sekolah keterampilan bagi anak perempuan dan remaja putri di Siak antara tahun 1926 – 1928, tetapi meninggal dunia karena sakit pada 3 Maret 1929.
Pahlawan nasional dari Riau lainnya juga diangkat bersamaan dengan Syarifah Latifah atau Tengku Syarifah Fadlun Maharatu dari Siak yaitu pada peringatan hari ulang tahun Riau ke 61 tepatnya pada sidang paripurna DPRD Riau, 9 Agustus 2018. Mereka adalah:
- HM Hamid Yahya dari Pekanbaru
- Tengku Ghazali dari Kampar
- Tengku Ilyas dari Rokan Hulu
- Datuk Zainal Abidin dari Rokan Hilir
- Tengku Muhammad dari Indragiri Hilir
- Letkol A. Muis dari Kuantan Singingi
- H. Bakar Oemar dari Kepulauan Meranti
- Tengku Masdulhak dari Dumai
- H. Baharuddin Yusud dari Indragiri Hilir
- Kolonel Polisi Zalik Aris dari Bengkalis
- Tengku Nazir Alwi dari Pelalawan.
Total sejumlah 12 orang pahlawan nasional atau pahlawan kemerdekaan dari 100 nama yang diusulkan dikukuhkan dan diterima oleh para ahli waris dari pahlawan tersebut, diserahkan oleh Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman.