Perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan maupun mempertahankan kedaulatan bangsa Indonesia melibatkan seluruh rakyat tanpa pandang bulu. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa semuanya ikut berjuangan demi masa depan bangsa dan negara selama masih merupakan rakyat Indonesia. Latar belakang berbagai etnis, suku, dan agama yang berbeda sudah tidak lagi menjadi halangan untuk bersatu dalam perjuangan.
Itulah mengapa semboyan bangsa Indonesia adalah “Bhinneka Tunggal Ika” dengan artian berbeda-beda tetapi tetap satu. Pahlawan yang namanya telah menggores sejarah juga berasal dari berbagai jenis latar belakan yang berbeda. Pada kenyataannya kebanyakan yang dikenal dalam sejarah perjuangan bangsa adalah pahlawan dengan agama Islam. Lalu sebenarnya siapa saja pahlawan Indonesia non muslim? Berikut adalah ulasan mengenai para pahlawan yang tidak beragama Islam. Meskipun begitu kiprah dan perjuangannya terhadap bangsa dan negara juga tidak main-main. Baca juga Sejarah pki, Peristiwa g30spki, Sejarah museum jalesveva jayamahe.
Daftar Pahlawan Indonesia Non Muslim
Selain Islam, agama lain yang sudah berkembangan sejak zaman pra kemerdekaan di Indonesia adalah Kristen, Hindu, dan Buddha. Hal itu cukup wajar mengingat bagaimana perkembangan agama di Indonesia yang tidak serta merta menjadi mayoritas Islam. Agama tersebut juga merupakan keyakinan yang dianut oleh sebagian pahlawan yang namanya pasti sudah sering didengar.
Entah itu dijadikan sebagai pahlawan yang wajib diketahui, tercatat dalam buku sejarah, atau dikenang sebagai nama jalan di kota-kota besar. Berikut adalah daftar pahlawan bergama selain Islam yang banyak memberi sumbangsih baik berupa pemikiran, jasa, dan raganya untuk bangsa dan negara.
- Yos Sudarso
Nama lengkap dari pahlawan satu ini adalah Laksamana Madya Yosaphat Sudarso, tetapi lebih dikenal dengan Yos Sudarso. Ia lahir pada tanggal 24 Nivember 1925 di Salatiga. Namanya diabadikan dalam sebuah KRI. Adapun tanda penghormatannya adalah Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Yos Sudarso gugur dalam pertempuran pada tanggal 13 Januari 1963 tepat di atas KRI Macan Tutul. Pertempuran tersebut terjadi di laut Aru yang terjadi pada masa kampanye Trikora.
- Jenderal Urip Sumoharjo
Jenderal Urip Sumoharjo lahir pada tanggal 22 Februari 1893 di Purworejo, Jawa Tengah. Sebelumnya ia memiliki nama Muhammad Siddik, karena terlahir dalam keluarga yang beragama Islam. Tetapi setelah beranjak dewasa ia kemudian berpindah keyakinan menjadi seorang Kristiani. Dalam sejarahnya ia berhenti sekolah dan memilih untuk mengikuti pelatihan militer di Batavia yang kini adalah Jakarta. Ketika lulus pada tahun 1914 ia menjadi seorang Letnan sebagai tentara pemerintah kolonial Belanda. Lalu pada tahun 1938 ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut setelah berselisih paham dengan Bupati Purworejo.
Perjuangannya cukup panjang setelah mengundurkan diri, ia kemudian dipanggil untuk kembali bertugas. Lalu pasca kemerdekaan Indonesia ia diangkat sebagai kepala staff dan pemimpin sementara angkatan perang. Ketika itu ia berupaya untuk menyatukan kelompok militer yang terpecah di Indonesia.
Ia kemudian wafat pada tanggal 17 November 1948 akibat serangan jantung di kamarnya. Jenazahnya dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Pada saat itu pemakamannya berlangsung secara anumerta dipromosikan sebagai Jenderal. Ada banyak tanda kehormatan yang diperolehnya seperti Bintang Sakti (1960), Bintang Kartika Eka Pakci Utama (1968), dan Bintang Republik Indonesia Adipurna (1967). Ia juga ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1964. Baca juga Sejarah patung pancoran, Sejarah berdirinya tugu monas, Sejarah masjid agung semarang, dan Sejarah ham di dunia.
- Laksamana Muda Udara Agustinus Adisutjipto
Agustinus Adisutjipto adalah seorang Marsekal Muda Anumerta yang lahir pada tanggal 3 Juli 1916 di Salatiga, Jawa Tengah. Ia merupakan seorang komodor udara Indonesia yang sebelumnya sekolah di Geneeskundigie Hoge School atau Sekolah Tinggi Kedokteran serta Sekolah Penerbangan Militaire Luchtvaart di Kalijati. Pada tanggal 15 November 1945 ia mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta yang berlokasi di Lapangan Udara Maguwo. Lapangan tersebut kemudian berganti nama menjadi Bandara Adisutjipto sebagai bentuk penghargaan untuk mengenang jasa-jasanya. Ia wafat pada tanggal 24 Juli 1947 di Bantul dalam usia 31 tahun dan dikenang sebagai salah satu Pahlawan Nasional.
- Thomas Matulesy
Nama Thomas Matulesy mungkin sedikit asing di telinga, tetapi kalau melihat pahlawan yang tertera di dalam pecahan uang seribu rupiah tentu sudah tidak asing lagi. Pahlawan yang memgang parang tersebut dikenal sebagai Kapitan Pattimura yang sebenarnya memiliki nama asli Thomas Matulesy. Ia lahir pada tahun 1783 di Negeri Haria, Saparua, Maluku. Perjuangannya melawan Belanda bahkan berhasil merebut benteng Belanda yang berada di Saparua pada tahun 1817. Sebelumnya ia juga sempat melumpuhkan semua tentara Belanda yang berada di dalam benteng tersebut. Sayangnya ia kemudian tertangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Eksekusinya berlangsung pada tanggal 16 Desember 1817 yang menjadi akhir hayatnya. Kini ia dikenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional.
- Wage Rudolf Supratman
Siapa yang tidak kenal nama satu ini? Wage Rudolf Supratman terkenal karena sumbangishnya dalam menggubah lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ia lahir pada tanggal 9 Maret 1903 di Jatineragara, Jakarta. Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Jakarta, kemudian hijrah ke Makassar yang saat itu masih dikenal sebagai Ujung Pandang dan menyelesaikan Normaal School di sana. Ia masih sempat tinggal di kota tersebut, lalu menjadi guru SD, dan terjun dalam dunia perusahaan dagang.
Kemampuannya dalam bermain biola dan menggubah lagu diperoleh dari sang kakak yang kala itu tinggal di Ujungpandang. Sebenarnya hal wajar jika Supratman memiliki kebolehan dalam urusan musik, karena sebagai seorang Kristiani tentu saja kemampuannya sudah termasuk cukup mumpuni. Ia kemudian wafat pada tahun 1938 dalam usia yang termasuk muda.
- Igantius Slamet Rijadi
Ignatius Slamet Rijadi lahir pada hari Rabu, 28 Mei 1926 di kampung Danukusuman, Solo. Ketika lahir namanya adalah Soekamto, tetapi semasa kecil ia sering mengalami sakit, akhirnya namanya diganti menjadi Slamet. Seiring perjalanannya hingga masa SMP namanya kembali ditambah menjadi Slamet Rijadi, karena ada banyak anak sepantarannya yang juga bernama Slamet. Baca juga Macam macam artefak, Peninggalan zaman praaksara, Sejarah hari cuci tangan sedunia.
- A. Kartini
Siapa sangka Raden Ajeng Kartini sebenarnya adalah seorang penganut agama Buddha. Hal ini diketahui lewat surat-suratnya dengan para sahabatnya di luar negeri. ia kerap menggunakan berbagai istilah tentang Buddha seperti Boeddhakindje, Boeddhisme, dan bahkan menyebut dirinya sebagai anak buddha. Sebagai seorang wanita Jepara yang banyak memberikan perjuangan terhadap emansipasi wanita, Kartini menjadi salah satu bukti bahwa perbedaan tidak menjadi halangan untuk memberi manfaat bagi orang lain. Ia kemudian wafat pada usia yang ke-70 tahun dan sekarang dikenal sebagai salah Satu Pahlawan Nasional.
Itulah beberapa daftar Pahlawan Indonesia Non Muslim. Sebenarnya masih ada banyak sekali pahlawan non muslim seperti Robert Wolter Monginsidi, Letnan Jenderal T.B. Simatupang, dan sebagainya. Semoga bermanfaat!