Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang dulunya bernama Partai Keadilan (PK) adalah sebuah partai politik berbasis Islam di Indonesia yang berawal dari gerakan – gerakan dakwah di berbagai kampus Indonesia. Slogan PKS adalah ‘Berkhidmat Untuk Rakyat’ dan didirikan pada 21 Mei 1998, berupa penggabungan dari Partai Keadilan serta PK Sejahtera. Dalam perjalanannya, PKS beberapa kali mengalami konflik internal, misalnya ketika pada 2013 Luthfi Hasan Ishaaq ditangkap oleh KPK atas dugaan suap impor daging sapi sehingga ia harus mundur dari jabatan Presiden PKS. Berikut ini adalah sekelumit pembahasan mengenai sejarah partai PKS.
Lembaga Dakwah Kampus, Cikal Bakal PKS
Asal usul Partai Keadilan Sejahtera atau sejarah partai PKS bisa ditelusuri dalam sejarah partai PKS mulai dari Gerakan Dakwah Kampus yang menyebar di berbagai universitas di Indonesia pada tahun 1980an. Bisa dikatakan pelopor gerakan ini adalah Muhammad Natsir, yaitu mantan Perdana Menteri Indonesia dan bagian dari sejarah Partai Masyumi yang dibubarkan pada tahun 1960. Muhammad Natsir mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) pada tahun 1967. Pada awalnya lembaga ini memfokuskan diri pada usaha untuk mencegah kegiatan misionari Kristen di Indonesia. Peran DDII yang paling penting adalah dalam memprakarsai kelahiran Lembaga Mujahid Dakwah sebagai afiliasinya, dengan dipimpin oleh Imaduddin Ibrahim yang aktif melakukan pelatihan keagaamaan bertempat di Masjid Salman, ITB.
Memasuki tahun 1985, Orde Baru mewajibkan semua organisasi massa atau Ormas menjadikan Pancasila sebagai asas sehingga sejumlah tokoh Islam marah dan menyebut bahwa Rezim Orba telah memperlakukan politik Islam sebagai ‘Kucing Kurap’. Di saat yang sama, Jamaah Tarbiyah mendapatkan momentum di kalangan mahasiswa yang menjadi kader Rohis dan mahasiswa yang menjadi aktivis dakwah di kampus – kampus. Pada tahun 1993 seorang kader dari Jamaah Tarbiyah yaitu Mustafa Kamal memenangkan pemilihan mahasiswa untuk Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI sebagai kader Jamaah pertama yang mendapatkan kekuasaan di tingkat Universitas. Setahun kemudian, Zulkieflimansyah yang juga seorang kader Jamaah Tarbiyah, terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa UI.
Para anggota Jamaah Tarbiyah lalu mendirikan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang menjadi unit – unit kegiatan mahasiswa secara resmi di berbagai kampus sekuler di Indonesia, misalnya UI yang dilakukan terutama oleh para aktivis dari Forum Studi Islam. Pada saat itu, sebutan ‘usrah’ yang berarti ‘keluarga’ kerap digunakan untuk menyebut kelompok – kelompok kecil pengajian di LDK mulai diasosiasikan menggunakan sistem sel seperti Ikhwanul Muslimin untuk merekrut kader – kadernya, dan juga mulai dilakukan berbagai pelatihan untuk anggota. Usrah adalah berbagai kelompok kecil yang saling berhubungan secara dekat, dan digabungkan melalui suatu struktur hierarkis. Kebanyakan anggotanya tidak saling mengenal anggota kelompok lainnya. Melalui struktur organisasi semacam ini, aktivitas dakwah kampus berkembang semakin pesat dan masjid – masjid kampus menjadi pusat aktivitasnya.
Pendirian Partai Keadilan
Berbagai faksi dan kubu di dalam LDK kemudian sepakat untuk membentuk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSDLK) pada tahun 1986. Sejarah partai PKS dimulai ketika FSLDK mengadakan pertemuan berkala setiap tahunnya. Pada pertemuan tahunan ke 10 di Malang tahun 1998, momentum tersebut dimanfaatkan untuk deklarasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). KAMMI yang dipimpin oleh Fahri Hamzah muncul sebagai salah satu organisasi yang paling vokal dalam menyuarakan tuntutan reformasi melawan Soeharto. Tidak lama setelah mundurnya Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, para tokoh KAMMI mempertimbangkan pendirian sebuah partai Islam. Partai tersebut lalu dinamakan Partai Keadilan (PK). KAMMI dan PK menyatakan dengan tegas bahwa tidak memiliki hubungan formal, walaupun para tokoh elite KAMMI berkontribusi dalam pembentukan PK.
Deklarasi PK dilakukan di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta pada 20 Juli 1998 dengan Presiden pertamanya yaitu Nurmahmudi Isma’il. Pada pemilu 1999, PK mendapatkan perhatian dari banyak pihak sebagai satu – satunya parpol yang memiliki struktur kepengurusan yang transparan, terorganisir dengan rapi dan mempunyai agenda program yang jelas. Tidak seperti berbagai partai islam lain yang bergantung pada ketokohan satu figur, PK justru menegaskan pentingnya egalitarianisme dalam Islam dan kekuatan kolektif, juga tidak banyak memberi ruang untuk tampilnya seorang pemimpin kharismatik. Ciri khas PK adalah minimnya tokoh yang memiliki magnet yang berpotensi untuk dipilih, tetapi para kader dan simpatisannya dituntut untuk patuh terhadap norma – norma agama dan loyal pada garis partai.
Dalam keikutsertaan sebagai parpol pada Pemilu legislatif 1999, PK mendapatkan 1.436.565 suara atau sekitar 1,36% dari total perolehan suara nasional, dan mendapatkan jatah sebanyak 7 kursi di DPR. Walaupun mendapatkan suara, tetapi PK gagal untuk memenuhi ambang batas parlemen sebesar dua persen sehingga terpaksa bergabung melalui stembus accord dengan delapan parpol berbasis Islam lainnya pada bulan Mei 1999. Kemudian Nurmahmudi ditawarkan jabatan sebagai Menteri Kehutanan dalam Kabinet Persatuan Nasional yang dibentuk Presiden Abdurrahman Wahid pada bulan Oktober 1999. Tawaran tersebut diterima dan jabatan presiden PK diserahkan kepada Hidayat Nur Wahid, doktor lulusan Universitas Islam Madinah sejak 21 Mei 2000.
Kegagalan PK utuk memenuhi ambang batas parlemen di sejarah pemilu di indonesia pada tahun 1999 membuahkan konsekuensi penggantian nama sesuai dengan peraturan pemerintah. Maka pada tanggal 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) telah menyelesaikan seluruh proses verifikasi untuk Departemen Hukum dan HAM di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) atau setingkat propinsi dan tingkat Dewan Pimpinan Daerah atau setingkat kabupaten dan kota. Sehari setelahnya, PK telah resmi mengubah namanya menjadi PKS. Simak juga sejarah dari beberapa parpol islam lain seperti sejarah partai PPP , sejarah partai PKB dan sejarah partai PAN.
Sepak Terjang PKS Pada Pemilu
Dalam sejarah partai PKS, dengan bergantinya nama PK menjadi PKS maka hal ini memungkinkan untuk kembali mengikuti dan berkompetisi pada pemilu legislatif 2004. Kali ini PKS mendapatkan total 8.325.020 suara atau sekitar 7,34% dari total perolehan suara secara nasional, sebanyak 45 dari 550 kursi yang merupakan pencapaian luar biasa. Dengan demikian, PKS berhak mendudukkan wakilnya di DPR dan menduduki peringkat keenam untuk partai dengan suara terbanyak setelah Partai Demokrat. Presiden PKS, Hidayat Nur Wahid kemudian terpilih sebagai Ketua MPR dengan 326 suara mengalahkan Sutjipto dari PDIP yang mendapatkan 324 suara.
Jabatan Presiden PKS kemudian diserahkan kepada Tifatul Sembiring yang juga seorang mantan aktivis kampus dan pendiri PKS. Presiden PKS setelah Tifatul adalah Luthfi Hasan Ishaaq (2009 – 2010, 2010 – 2013), Anis Matta (2013-2015) dan Mohamad Sohibul Iman (2015 – 2020). Saat ini ketua Fraksi PKS di DPR adalah Jazuli Juwaini, Sekretaris Jenderal Mustafa Kamal, Ketua Majelis Syuro Salim Segaf Al- Jufri, dan wakil ketuanya Hidayat Nur Wahid. Memasuki pemilu 2009 dalam sejarah partai PKS, mereka meningkatkan pencitraannya sebagai partai terbuka mengambil hikmah dari kegagalan PK yang dianggap terlalu tertutup sebagai parpol. Misalnya dengan menampilkan sosok wanita tidak berkerudung, anak – anak punk pada iklan – iklan partainya, bahkan ada wacana untuk calon legislatif non muslim yang dinyatakan oleh beberapa elite partai.
Berbagai usaha kampanye masif PKS ini berhasil meningkatkan dukungan elektoral di beberapa wilayah yang sebelumnya tidak menjadi basis PKS di Jatim, Jateng dan Sulteng. Akan tetapi di sisi lain, kampanye tersebut justru menjadi bumerang bagi PKS karena seluruh basis harakah yang menopangnya justru menyetujui isu – isu inklusif tersebut. Walaupun demikian, perolehan suara PKS bisa naik pada pemilu 2009 jauh lebih baik daripada partai lainnya yang mengalami guncangan akibat suara Partai Demokrat yang naik secara tajam. PKS mendapatkan 57 dari 560 kursi atau sekitar 7,88% dan menjadi urutan 4 dari partai suara terbanyak. Sedangkan pada pemilu 2014, PKS mendapatkan 40 kursi dari 560, mengalami penurunan suara dengan 6.79% dan 17 kursi, menempati urutan ketujuh.
Menjelang pemilu 2019 dalam sejarah dari partai PKS, mereka harus berkoalisi dengan parpol lain untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen untuk kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. PKS masih setia sebagai parpol oposisi bersama Gerindra sehingga kerap diprediksi bahwa keduanya masih akan berkoalisi di pilpres 2019. PKS telah resmi ditetapkan sebagai peserta pada pemilu 2019 dan mendapatkan nomor urut 8. Simak juga sejarah partai politik di Indonesia lainnya seperti sejarah partai gerindra dan sejarah partai demokrat.