PETA atau Pembela Tanah Air merupakan salah satu organisasi yang berperan penting dalam kemerdekaan bangsa Indonesia. PETA hidup di Masa penjajahan Jepang di Indonesia sejak tahun 1942-1945. Usia PETA memang hanya seumur jagung saja, namun perannya terhadap kemerdekaan Indonesia panjang dan berliku.
Meskipun namanya Pembela Tanah Air, namun tidak semua orang Hindia Belanda diperbolehkan bergabung dengan PETA. Karena berbasis militer, hanya para laki-laki saja yang dapat berjuang bersama PETA. Dibutuhkan latihan fisik yang sama dengan para tentara Jepang untuk menjadi anggota PETA.
Latar Belakang
Sejarah terbentuknya PETA berkaitan erat dengan keinginan Indonesia untuk merdeka. Jepang mengambil untung dari keadaan yang mulai memihak. Belanda kalah perang dari Jepang pada tanggal 8 Maret 1942. Penundukan Belanda ini dilakukan tanpa syarat apapun dengan ditandai menyerahnya Letnan Jenderal Teer Poorten yang sebelumnya ditugasi Ratu Beatrix dari kerajaan Belanda untuk mengakhiri masa penjajahan Belanda di Indonesia.
Jika kita mau lebih teliti lagi menguak fakta sejarah. Jepang yang hanya memerintah sebentar itu sudah sangat menyengsarakan rakyat. Mereka boleh dikatakan sangat licik dan munafik. Dengan mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia, mereka mendirikan banyak organisasi yang sebenarnya dipersiapkan untuk mendukung kepentingan Jepang.
Organisasi bentukan Jepang di Hindia Belanda ada banyak jenis. Mulai dari keagamaan sampai organisasi militer. Semua organisasi tersebut selalu menggandeng tokoh Indonesia yang berpengaruh agar masyarakat luas percaya organisasi itu didirikan demi kepentingan bangsa Indonesia. Namun tidak semua orang Indonesia yang digandeng Jepang mengkhianati negaranya sendiri. Mereka menuruti Jepang di depan saja, di belakangnya mereka membuat suatu persiapan menuju kemerdekaan.
Baca Juga :
Diiming-imingi melindungi diri dari perang Asia Timur Raya yang akan segera terjadi. Belum lagi disusul perang pasifik dan beberapa perang yang sangat mungkin menjadikan Jepang sebagai target utama membuat para petinggi Jepang harus memutar otak untuk bertahan diri. Mereka pun memanfaatkan penduduk dari negara jajahannya secara halus.
Dengan menyerukan sikap patriotisme yang dibutuhkan untuk setiap jiwa yang ingin merdeka, Jepang terus melancarkan serangan rayuannya kepada masyarakat Hindia Belanda. Secara resmi, Jepang mendirikan PETA (Pembela Tanah Air) pada tanggal 03 Oktober 1942. Keputusan pembentukan PETA diakui Jepang sebagai bentuk tindak lanjut atas surat permohonan pendirian organisasi yang diajukan oleh Gatot Mangkupradja.
Sebenarnya bukan Gatot Mangkupradja saja yang ingin membantu Jepang menyiapkan diri menghadapi perang di perairan Pasifik. Ada banyak orang-orang cerdas di Hindia Belanda yang saat itu ingin menggerakkan masyarakat namun tidak berdaya karena selama Belanda memerintah, perizinan organisasi sangat rumit. Bahkan mungkin nyawa pendiri organisasi dapat terancam jika tetap nekad mengoperasikan organisasinya.
Tujuan
Tujuan utama pendirian PETA memang tidak semata-mata untuk menyiapkan Indonesia merdeka. Para pemuda dan laki-laki dewasa dilatih fisiknya dengan cukup keras. Mereka dipersiapkan sebagai prajurit perang yang akan melengkapi kekurangan armada perang Jepang menghadapi sebuah perang Besar. Dikhawatirkan oleh Jepang, Amerika Serikat mencari sekutu baru hingga kekuatannya berkali lipat lebih besar. Dengan armada Amerika yang kuat dan kecanggihan peralatannya terus diperbaharui, tidak mungkin Jepang dapat bertahan tanpa tambahan prajurit yang siap dikorbankan.
Namun di sisi lain, Jepang mendidik anggota PETA untuk mencintai tanah airnya sendiri. Dikatakannya bahwa latihan yang dilakukan tersebut akan bermanfaat untuk melindungi tanah air Indonesia suatu hari nanti ketika Indonesia terancam diserang negara lain. Masih banyak negara luar yang menginginkan Indonesia menjadi negara koloninya lagi. Tanah yang subur, masyarakat ramah dan masih bodoh menjadikan Indonesia sebagai lahan investasi yang amat menjanjikan.
Keanggotaan
Keanggotaan PETA terdiri dari para pemuda berbagai tingkatan. Rata-rata anggotanya merupakan seorang pelajar yang telah menyadari arti pentingnya kemerdekaan. Oleh karenanya mereka tetap rajin berlatih militer meskipun sudah merencanakan pembalikan gerakan organisasi. Mereka yang berjiwa muda ini sudah mengatur strategi untuk meraih kemerdekaan Indonesia sendiri melalui organisasi PETA.
Para anggota PETA memang disiapkan untuk menjadi tentara Jepang. Sayangnya, pihak Jepang tidak memberikan ketegasan akan status prajuritnya. Saat PETA masih aktif beroperasi, nama-nama seperti Jenderal Besar Soedirman dan Letnan Jenderal Soeharto menjadi nama kenangan yang pernah ikut mewarnai PETA. Mereka tahu posisi mereka hanya ditempatkan sebagai cadangan prajurit saja. Jadi mereka bukan pasukan resmi Jepang yang mendapat juga tunjangan keprajuritan.
Baca juga :
Sama halnya dengan organisasi militer lainnya. Untuk mencapai suatu tujuan besar, tahap yang dilaksanakan harus sudah tersusun rapi dengan rencana yang matang. Termasuk pula struktur organisasi dan keanggotaannya. Tujuan kejelasan ini adalah memudahkan pendistribusian tugas bagi para anggota dan petinggi organisasi. Sehingga organisasi dapat berjalan dengan seimbang. Berikut urutan hirarkis jabatan dalam PETA.
- Daidanco : Hanya orang-orang yang memang sebelumnya pernah memiliki pangkatlah yang dapat menduduki posisi komandan batalyon ini. Mereka yaitu para pejabat birokrasi, pemuka agama, para penegak di dunia hukum, dan abdi negara resmi lainnya.
- Cudanco : Sedikit lebih rendah dari Daidanco. Cudanco diperbolehkan ditempati oleh para guru dan juru tulis yang memang mendedikasikan hidupnya demi dunia pendidikan yang lebih baik. Mereka boleh memimpin sebuah kompi.
- Shodanco : Hanyalah pelajar yang pernah merasakan bangku sekolah menengah tingkat pertama atas saja yang berhak memimpin suatu peleton.
- Budanco : Demi menjaga stabilitas organisasi, dibentuklah kelompok paling kecil dalam sebuah organisasi besar. Budanco boleh mengendalikan suatu regu dengan syarat ia pernah duduk di bangku sekolah dasar. Keberadaannya akan memudahkan pengorganisasian dan proses koordinasi.
- Giyuhei : Anggota PETA yang belum pernah sekolah boleh saja bergabung. Namun mereka harus rela diberi tugas apa saja karena bergabungnya dia hanya diakui sebagai prajurit sukarela yang berada di hirarki paling bawah struktur organisasi PETA.
Pembubaran PETA
Karena para pemimpin dan anggota PETA memang sejak awal berusaha memperalat organisasi ini agar memerdekakan Hindia Belanda, timbullah beberapa kejadian yang di luar dugaan. Salah satu kejadian yang sangat terkenal dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ialah peristiwa pemberontakan PETA di Blitar yang dipimpin oleh Soepriyadi.
Pemberontakan PETA terjadi sebelum Indonesia Merdeka, beda dengan penyebab perlawanan 10 November, penyebab pertempuran Bandung lautan api atau peristiwa Medan Area. Tepatnya, Soepriyadi mengerahkan tentara PETAnya di tanggal 14 Februari 1945 untuk melakukan pemberontakan pada pemerintah Jepang.
Yang tidak disukai oleh sejarah adalah hilangnya Soepriyadi ketika tentaranya tertangkap. Hanya Muradi, koordinator lapangan pemberontakan PETA sajalah yang sampai titik darah penghabisan mengawal tentaranya ke tiang hukuman. Para pemberontak disiksa habis-habisan oleh Kempetai (Polisi Jepang) sembari menunggu pemenggalannya di daerah Ancol, Jakarta pada tanggal 16 Mei 1945.
Baca juga :
Pembubaran PETA dilaksanakan sehari setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Presiden Soekarno menyetujui dibubarkannya PETA karena ingin membuktika pada dunia bahwa Indonesia merdeka di atas kaki sendiri. Sehingga setiap senjata yang dipakai untuk melawan negara mana pun nantinya adalah senjata milik sendiri dengan prajurit dari dalam negeri sendiri. Sama sekali tidak ada pengaruh Jepang dalam setiap usaha kemerdekaan. Karenanya, para Daidanco banyak yang meletakkan senjatanya.
Resminya pembubaran PETA dilakukan secara baik-baik tanpa ada kerusuhan. Pada tanggal 19 Agustus 1945, Letnan Jenderal Nagano Yuichiro yang menjadi panglima terakhir pasukan Jepang di Indonesia memberikan pidato perpisahan. Pidato tersebut sekaligus memutus hubungan PETA yang memperjuangkan kemerdekaan sekaligus membantu mempertahankan Jepang. Dengan begitu, bubarlah PETA dan mandirilah kesatuan militer Indonesia.
Para bekas tentara PETA banyak yang kemudian terjun di dunia militer Indonesia. Beberapa di antaranya menjadi petinggi, dan beberapa di antaranya tidak terlalu dikenal namanya. Namun, dikenal atau tidak mereka telah memberikan sumbangan besar terhadap pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang sekarang dikenal dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).