Babak akhir Perang Dunia II berlangsung pada pertengahan tahun 1945 setelah berlangsung sejak tahun 1939. Jerman sudah lebih dulu menyatakan penyerahan diri kepada Sekutu dan mengakhiri Perang Dunia II di Eropa pada Mei 1945. Walaupun perang sudah reda di Eropa, tidak demikian dengan perang di Pasifik. Penyerahan Jepang pada 2 September 1945 kepada Sekutu menandai akhir Perang Dunia II yang dilakukan di atas kapal USS Missouri di Teluk Tokyo.
Menteri Luar Negeri Jepang Mamoru Shigemitsu dan Jenderal Yoshizo Umezu sebagai perwakilan militer menanda tangani dokumen mengenai penyerahan diri Jepang di geladak kapal perang USS Missouri dengan disaksikan Jenderal Richard K. Sutherland. Sebelumnya pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang sudah menyatakan menyerah kepada pasukan sekutu setelah peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki oleh AS. Kelak juga terjadi dampak perjanjian San Fransisco pada tahun 1951 antara AS dan Jepang. Namun sebelumnya, saat itu Jepang masih berusaha untuk berunding dengan sekutu agar tidak harus menyerah tanpa syarat.
Ultimatum Amerika Kepada Jepang
Sementara perang Pasifik masih berlangsung, para pemimpin sekutu mengadakan konferensi di Postdam, Jerman pada 17 Juli hingga 2 Agustus. Konferensi itu dihadiri Presiden Harry S. Truman, PM Inggris Winston Churchill, dan PM Uni Soviet Joseph Stalin, dan pemimpin nasionalis Cina Chiang Kai Sek. Mereka membahas mengenai status negara blok Axis yang kalah, pemulihan Eropa, peran Uni Soviet di Eropa Timur dan bagaimana caranya memaksa Jepang untuk menyerah. Kemudian AS, Inggris dan Cina mengumumkan satu deklarasi pada 26 Juli kepada Jepang yang sudah terjepit untuk bersedia menyerah tanpa syarat. Sebuah ultimatum dikemukakan: AS akan mengebom Jepang dengan lebih keras jika tidak mau menyerah juga.
Sebenarnya pada saat itu Jepang sudah berada dalam kondisi yang terjepit karena rontoknya garis pertahanan di Pasifik. Angkatan laut Jepang pada Februari 1944 mengalami kekalahan telak di Filipina, dan pada Juli 1944 pangkalan angkatan laut di Saipan tidak dapat dipertahankan. Kondisi ini menimbulkan krisis di pemerintahan dan membuat PM Tojo Hideki mundur dari jabatannya, digantikan oleh Koiso Kuniaki yang juga tidak dapat berbuat banyak. Iwo Jima direbut AS pada Maret 1945. Koiso akhirnya juga mundur dan digantikan oleh Suzuki Kantaro pada April 1945. Bulan Juni, tentara AS berhasil merebut Okinawa dan membuat kekuatan angkatan laut Jepang lumpuh.
Secara efektif, kekuatan Angkatan Laut Jepang sudah tidak ada sejak Agustus 1945 dan invasi Sekutu ke Jepang hanya tinggal masalah waktu saja. Hal itu terjadi akibat kerugian yang dialami ketika perang, berupa serangkaian peneboman sekutu di galangan kapal Jepang di Kure, Prefektur Hiroshima. Yang tersisa dari angkatan laut Jepang hanya enam kapal induk, empat kapal penjelajah dan satu kapal tempur, tetapi semuanya tidak memiliki bahan bakar yang cukup. Masih ada 19 kapal perusak dan 38 kapal selam yang masih dapat beroperasi, namun keterbatasan bahan bakar menyulitkan operasinya.
Pada peristiwa Jepang menyerah kepada Sekutu tersebut sebenarnya sudah hampir semua menteri di Kabinet Suzuki meminta agar Jepang menyerah secara resmi, namun Menteri Angkatan Darat Anami Korechika dan militer menolak. Mereka ingin mencari solusi lain yang lebih terhormat bagi Jepang dan tidak merugikan. Sayangnya, Menteri AD Jendral Anami justru menyampaikan kepada media untuk menerjemahkan sikap pemerintah sebagai ‘penolakan dengan mengabaikan’ tanpa persetujuan kabinet setelah ultimatum dari AS. Hal itu mengakibatkan dunia menganggap bahwa Jepang meremehkan hasil deklarasi Postdam, dan mengarahkan kepada peristiwa pengeboman Hiroshima dan Nagasaki.
Kesepakatan dengan Soviet
Hingga saat ini, spekulasi mengenai penyebab peristiwa Jepang menyerah kepada Sekutu masih menjadi perdebatan. Sebagian besar kalangan menganggap dampak peristiwa bom Hiroshima dan Nagasaki adalah faktor utama yang meyakinkan Jepang untuk menyerah, tetapi jika ditilik lagi hal itu sedikit janggal karena antara pengeboman dan penyerahan diri memerlukan waktu agak lama. Sebelum Hiroshima dan Nagasaki, Jepang telah mengalami pengeboman di 68 kota dan antara separuh atau seluruhnya mengalami kehancuran. Sekitar 1,7 juta rakyat Jepang menjadi tidak punya tempat tinggal, 300 ribu orang terbunuh dan 750 ribu orang lain mengalami luka – luka.
Serangan di setiap kota diperkirakan memakan 4 – 5 kiloton bom non atom, sedangkan di Hiroshima 16,5 ton bom atom dan Nagasaki 20 kiloton. Hiroshima berada di urutan kedua dari jumlah orang yang tewas selama pengeboman di 68 kota, dan peringkat keempat dari segi luas daerah yang hancur. Secara umum, Hiroshima ada di urutan ke 17 kota yang hancur. Sehingga, ada kemungkinan pemerintah Jepang tidak terlalu terpengaruh terhadap hal tersebut dan menganggapnya kurang signifikan. Konon pada tingkat dewan tertinggi tidak ada diskusi khusus mengenai pengeboman.
Teori lain mengenai alasan Jepang menyerah kepada Sekutu adalah disebabkan karena ancaman dari Uni Soviet. Dalam keadaan genting, Jepang meminta Uni Soviet agar bersedia menjadi mediator untuk hasil akhir perang yang lebih menguntungkan bagi Jepang. Ini adalah langkah yang logis dan masuk akal karena Jepang dan Soviet terikat pakta netralitas untuk mencegah kedua negara saling bertikai dan angkat senjata satu sama lain. Namun Soviet menanggapinya dengan dingin karena sebelumnya sudah bersepakat lebih dulu dengan AS, Inggris dan sekutu lainnya yang terdapat pada Konferensi Yalta bahwa sekutu tidak akan menerima perdamaian yang terpisah atau bersyarat dari Jepang. Pada akhirnya Soviet mendukung sekutu dan pada hari pengeboman Nagasaki tanggal 9 Agustus, pakta netralitas dipatahkan Soviet dengan menyerbu ke Manchuria.
Sebelumnya pasukan Soviet juga telah dipindahkan dari front Barat, lokasi bekas pertempuran PD II di Eropa ke Front Timur Jauh. Mereka akhirnya menaklukkan Mengjiang di pedalaman Mongolia, Semenanjung Korea, Pulau Sakhalin, Kepulauan Kuril dan sudah merencanakan penyerbuan ke Hokkaido. Hal ini membuat invasi Rusia lebih nyata dan berbahaya, belum lagi sejak awal Agustus tentara Jepang dipusatkan di Selatan dan membuat pertahanan di area utara yang diserang oleh Rusia melemah. Pada akhirnya situasi dalam peristiwa Jepang menyerah kepada Sekutu mampu membuat seluruh anggota Dewan Tertinggi menyatakan penyerahan diri pada 15 Agustus 1945 dan menyebar luaskan pengumuman melalui radio. Teori lain menyatakan bahwa konon Soviet akan mengeksekusi Kaisar Hirohito jika berhasil menang dalam invasinya. Tidak hanya itu, sistem kekaisaran pun akan dihancurkan beserta seluruh anggota keluarga kekaisaran.
Pengumuman peristiwa Jepang menyerah kepada Sekutu bukannya berlangsung tanpa hambatan. Sekitar seribu orang tentara yang dipimpin Mayor Kenji Hatanaka menyerbu ke Istana Kaisar untuk mencegah transmisi rekaman pengumuman penyerahan diri Jepang pada 14 Agustus 1945. Serangan itu berhasil digagalkan dan pengumuman ditunda hingga sehari kemudian pada 15 Agustus 1945. Setelah Jepang resmi menyerah, konon sebagian pos komando yang terpencil dan pos mkiliter di pelosok Asia masih menolak untuk menyerah selama berbulan – bulan dan bertahun – tahun setelah peristiwa Jepang menyerah kepada Sekutu. Walaupun demikian akhir pendudukan Jepang di Indonesia, akibat penjajahan Jepang di Indonesia telah terlanjur merusak dan menyengsarakan rakyat selama 3, 5 tahun masa penjajahan Jepang di Indonesia yang dimulai sejak sejarah perjanjian kalijati.