Asian-China Free Trade Area atau disingkat ACFTA merupakan area perdagangan bebas di antara para anggota ASEAN dan Cina. Konsep perjanjian kerja sama ini ditandatangani di Phnom Penh di Kamboja dan ditujukan untuk pembentukan area perdagangan bebas di tahun 2010. Setelah dibentuk, kini menjadi area perdagangan bebas nomor tiga terbesar di dunia untuk volume dagang setelah kawasan ekonomi Eropa dan NAFTA. Serta menjadi area perdagangan bebas paling besar di dunia untuk ukuran jumlah penduduk. ACFTA ini merupakan peran Indonesia dalam organisasi internasional, peran Indonesia dalam hubungan internasional dan peran Indonesia dalam perdamaian dunia.
Sebenarnya ACFTA ini idenya Cina dan dicetuskan pada November 2000. Di waktu itu Cina memprediksi akan mengalahkan Amerika Serikat di posisi mitra dagang utama ketiga ASEAN. Posisi pertama dan kedua yaitu Jepang dan Uni Eropa. Antara tahun 2003 hingga 2008, volume perdagangan ASEAN dan Cina melonjak drastis dari US$ 60 milyar menjadi US$ 192,5 milyar. Cina juga diprediksi jadi negara pengekspor terbesar di dunia pada tahun 2010.
Tentunya ACFTA bermanfaat untuk meningkatkan hubungan negara-negara ASEAN dan Cina khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan. Mempermudah perdagangan barang dan jasa antar negara dengan cara menimimalkan atau bahkan menghilangkan semua kendala dan hambatan yang ada. Contoh hambatan dan kendala seperti pajak, bea cukai, kuota impor dan beberapa hal lagi. Kemudian mengusahakan bidang kerja sama yang baru dan membuat kebijakan yang baik dalam rangka memperkuat kerja sama ekonomi antar negara-negara anggota perjanjian. Yang terakhir adalah agar integrasi ekonomi lebih efektif dan mengurangi kesenjangan pembangunan.
Tapi apakah nantinya akan seindah itu? Tidak ada sempurna di dunia ini. Tentunya perjanjian dagang berdampak positif dan negatif pada semua negara yang terlibat. Khususnya negara kita tercinta Indonesia. Berikut akan kita bahas Dampak Perjanjian ACFTA Antara Indonesia dan China.
1. Adanya Peluang Menarik Investasi
Indonesia sudah melakukan investasi ke banyak perusahaan yang ada di luar negeri. ACFTA ini diharapkan akan lebih mudah untuk menarik investasi. Diharapkan nanti hasil investasi bisa diolah lagi untuk mengekspor produk ke negara lain yang bukan anggota ACFTA. Dengan begitu, keuntungan yang didapat akan lebih besar dan relasi dengan negara lain menjadi lebih erat.
2. Meningkatkan Volume Perdagangan
Dengan adanya perdagangan bebas, maka kendala di dunia perdagangan bisa berkurang. Sehingga bisa memotivasi para produsen dan importir untuk meningkatkan volume perdagangan. Tentunya tidak hanya asal volume produksi naik, tapi juga tetap memperhatikan kualitas produknya. Semakin baik kualitasnya, maka reputasi perusahaan bisa terkenal di area ACFTA. Semakin baik dan terkenal reputasi perusahaan, maka produk perusahaan berpotensi untuk menguasai pasar ACFTA. Semakin besar penguasaan suatu produk, maka volume ekspor atau penjualan akan naik. Semakin banyak volume yang ada, maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh. Semakin banyak keuntungan suatu perusahaan, maka pajak yang harus dibayar ke pemerintah Indonesia semakin besar. Sehingga bisa mengisi kas negara.
3. Meningkatkan Laba BUMN
BUMN sudah melakukan proyeksi laba terkait dengan ACFTA. Hasilnya berpengaruh positif secara agregat. Tapi selain faktor laba bersih, persentase pay out ratio atas laba juga berpengaruh ke besarnya dividen atas laba BUMN. Merasa optimis dengan adanya ACFTA, BUMN juga bisa menggunakan barang modal dengan harga lebih murah. Porsi terbesar perolehan pemerintah dari laba BUMN yaitu dari pertambangan, jasa keuangan, perbankan dan komunikasi dengan total persentase sebanyak 91 persen. BUMN yang bergerak di bidang tersebut perlu impor barang modal yang cukup banyak serta bisa menjual sebagian produknya ke Cina.
4. Banjirnya Produk Cina
Serbuan produk luar negeri khususnya produk dari Cina bisa merusak ekonomi dalam negeri. Padahal sebelum tahun 2009, Indonesia sudah mengalami penurunan industri. Ditambah lagi pasar lokal diserang oleh produk asing dengan harga, kualitas dan volume yang sangat bersaing. Serbuan ini kadang membuat produsen lokal banting setir menjadi importir atau pedagang. Contohnya tekstil dan produk tekstil buatan Cina lebih murah mulai 15% hingga 25% daripada produk lokal. Mungkin kelihatannya selisih harganya kecil. Tapi menurut pendapat wakil ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, hanya butuh selisih harga 5% untuk mengacaukan harga pasar lokal.
5. Ekonomi Negara Melemah
Perekonomian dalam negeri bisa melemah dan tidak mandiri jika terus digempur produk asing tanpa henti. Bahkan produk yang pada dasarnya merupakan bahan mentah saja harus impor. Jika terlalu banyak sektor ekonomi sering bergantung ke impor dan ditambah lagi banyak titik vital ekonomi negara yang sudah dikuasai asing, maka tinggal menunggu waktu saja untuk melihat Indonesia yang kurang mandiri.
6. Pengangguran Meningkat
Terlalu banyak impor akan melemahkan industri manufaktur dan industri kecil menengah di pasar dalam negeri. Sehingga hanya tinggal menunggu waktu saja ekonomi negara melemah. Hingga efeknya lapangan kerja semakin berkurang. Padahal menurut statistik, tiap tahunnya ada dua juta lulusan baru tiap kerja. Padahal menurut data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, di Februari 2019 ada 6,82 juta pengangguran.
Setelah mengetahui betapa susahnya tantangan di era perdagangan bebas ini, kita harus bisa bertahan terlebih dahulu melawan dominasi produk Cina. Beberapa cara untuk memperkuat ekonomi dalam negeri contohnya memperkuat teknologi industri, menurunkan suku bunga, memperbaiki kualitas barang atau jasa dan menurunkan harga agar bisa bersaing dengan industri China. Baru kemudian bisa menyerang balik untuk menguasai pasar.
Demikian informasi tentang Dampak Perjanjian ACFTA Antara Indonesia dan China. Dampak Perjanjian ACFTA Antara Indonesia dan China tentu perlu diketahui dan dipahami agar mengetahui dampak positif dan negatif dari perjanjian itu khususnya di bidang ekonomi dalam negeri. Agar lebih memahami apa itu hubungan internasional, akan lebih baik jika mengetahui perbedaan APEC dan OPEC dan sejarah perjanjian internasional.