Indonesia

4 Dampak Tanam Paksa di Bidang Politik Indonesia

Nenek moyang kita pernah melalui masa-masa sulit yaitu era penjajahan. Kita pernah dijajah oleh beberapa bangsa mulai dari Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan yang terakhir Kekaisaran Jepang. Dari beberapa bangsa tersebut, yang paling lama menjajah adalah Belanda. Masa penjajahan Belanda di Indonesia yaitu selama tiga setengah abad. Awal penjajahan Belanda di Indonesia karena rempah-rempah dan akibat penjajahan Belanda juga tertulis di sejarah. Selama tiga setengah abad tersebut, gubernur Belanda yang memimpin Nusantara silih berganti. Bergantinya gubernur Belanda berarti juga ada kemungkinan perubahan keputusan politik. Salah satu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh Belanda pada Nusantara adalah Tanam Paksa. Berikut kita akan membahas apakah tanam paksa dan siapakah pencetusnya sebelum memasuki dampak tanam paksa di bidang politik. Sejarah Tanam Paksa Cultuurstelsel atau secara bahasa berarti Sistem Kultivasi atau diterjemahkan oleh sejarawan Indonesia disebut sebagai Sistem Tanam Paksa. Tanam Paksa adalah keputusan politik yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830. Peraturan tanam paksa ini mewajibkan agar setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya sebesar dua puluh persen untuk ditanami komoditi ekspor. Terutama kopi, tebu, teh dan tarum. Hasil panen nantinya akan dijual dan diserahkan kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah ditetapkan. Sedangkan untuk penduduk desa yang tidak memiliki tanah wajib bekerja 75 hari dalam setahun atau dua puluh persen ke kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pengganti pajak. Secara garis besar, peraturannya seperti itu. Tapi kenyataan tidak seindah peraturan. Pada praktiknya jauh lebih menyiksa daripada peraturan. Tidak hanya dua puluh persen lahan, seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman ekspor dan hasilnya wajib diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Pajak pun tetap ditarik dari wilayah yang digunakan untuk tanam paksa. Sedangkan penduduk yang tak punya lahan, bukannya hanya 75 hari, tapi harus bekerja selama setahun penuh. Dampak Tanam Paksa di Bidang Politik Masuk ke inti bahasan, dampak tanam paksa di bidang politik ada yang positif tapi ada pula yang negatif. Tentu saja rakyat pribumi atau bangsa yang terjajah mendapat porsi negatif yang jauh lebih besar daripada bangsa yang menjajah. Berikut adalah dampak tanam paksa di bidang politik:

1. Van den Bosch Mendapat Kenaikan Jabatan

Keberhasilan Tanam Paksa sangatlah signifikan. Bahkan saking banyaknya, Kerajaan Belanda terus mendapatkan mengekspor bahan-bahan yang didapat dari Indonesia. Sehingga tak heran jika mereka kaya. Bahkan pertumbuhan ekspornya mencapai empat belas persen. Kerajaan Belanda berhasil selamat dari tepi kebangkrutan. Kas Belanda sudah habis akibat membiayai Perang Padri melawan Imam Bonjol, Perang Jawa melawan Diponegoro dan perang di Eropa seperti Revolusi Belgia. Surplusnya digunakan untuk membayar hutang yang ada sejak era VOC. Keadaannya kini berbalik menjadi sangat kaya. Kondisi ini berbeda jauh dengan para korban tanam paksa yang mati kelaparan atau kelelahan. Singkatnya, Belanda menari, tertawa dan bergembira di atas tumpukan mayat orang Indonesia. Ketika kembali ke Belanda pada tahun 1834, keberhasilan tanam paksa membuat Van den Bosch mendapatkan banyak hal. Dia kini ditunjuk sebagai menteri koloni. Kemudian mendapat julukan Graaf dari ratu Belanda karena berhasil menyelamatkan keuangan Belanda dengan Tanam Paksanya itu.

2. Kritikan Kaum Humanis

Melihat bagaimana dampak destruktif dari tanam paksa dan UU Agraria pada pribumi membuat kaum humanis Belanda bereaksi. Seorang tokoh Belanda dari Residen di Lebak, Banten, yang bernama Eduard Douwes Dekker menulis buku berjudul Max Havelaar pada tahun 1860 dengan nama samaran Multatuli. Di bukunya, Douwes Dekker menceritakan kondisi petani yang menderita dan tertindas akibat tekanan dan kebijakan pejabat Hindia Belanda. Selain Douwes Dekker, ada seorang humais yang merupakan anggota Raad van Indie. Dia bernama C. Th van Deventer. Sama seperti Douwes Dekker, dia membuat tulisan berjudul Een Eereschuld yang berarti Hutang Kehormatan. Tulisan ini membeberkan kemiskinan dan penindasan di tanah jajahan Hindia Belanda. Een Eereschuld ini dimuat dalam majalah De Gids yang terbit pada tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya mengajak Pemerintah Belanda agar tetap memperhatikan kehidupan dan kesejahteraan sosial rakyat di tanah jajahannya. Tulisan van Deventer inilah yang nantinya berkembang menjadi Politik Etis.

3. Kritikan Kaum Liberal

Tidak hanya kaum humanis, kaum liberal pun mengkritik Kerajaan Belanda atas sistem tanam paksa karena menginginkan agar perusahaan dikelola oleh swasta. Langkah awal kaum liberal yaitu menuntut penghapusan tanam paksa dan keinginan mereka tercapai pada tahun 1870 dengan diberlakukannya UU Agraria dengan diberlakukannya UU Agraria. Setelah penghapusan Tanam Paksa mereka terus bergerak ke tujuan utama. Yaitu menuntut agar pemerintah memberikan kebebasan ekonomi. Dengan kata lain mereka ingin pemerintah tidak ikut campur dalam urusan ekonomi. Urusan ekonomi cukup ditangani swasta saja. Pemerintah hanya bertindak sebagai pelindung, penyedia prasana, masalah hukum dan menjaga keamanan warga negara. Hingga munculnya UU Agraria 1870 dan UU Gula 1870 yang mengakhiri sistem tanam paksa. Untuk UU Agraria sendiri, peraturan ini menolong pihak swasta agar lebih berkembang. Contohnya seperti mengijinkan pemilik perusahaan perkebunan swasta untuk menyewa lahan yang luas dengan masa berlaku maksimal 75 tahun. Lahan ini bisa ditanami tanaman seperti kopi, teh, karet, kelapa sawit dan tarum. Sedangkan tanaman musiman contohnya seperti tembakau dan tebu.

4. Munculnya Pemikiran Politik Etis

Politik etis atau politik balas budi adalah pemikiran dari pemerintah kolonial akan tanggung jawabnya untuk mencerdaskan pribumi. Dalam pidato 1901, Ratu Belanda menyetujui dan berkata bahwa Belanda punya kewajiban untuk meningkatkan dan mengusahakan kemakmuran pribumi atau Hindia Belanda. Ada tiga poin di politik balas budi yaitu edukasi, irigasi dan transmigrasi. Demikian informasi tentang dampak tanam paksa di bidang politik. Dampak tanam paksa di bidang politik perlu diketahui agar kita bisa belajar dari sejarah bahwa sebuah kebijakan atau keputusan politik mulai dari yang kecil hingga yang besar bisa mempengaruhi suatu tatanan masyarakat terutama di bidang politik. Kisah Indonesia dan Belanda terus berlanjut hingga pasca kemerdekaan. Dua contoh ancaman Belanda pasca kemerdekaan yaitu Agresi Militer Belanda 1 dan Agresi Militer Belanda 2.
=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Henry Hafidz

Recent Posts

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…

5 years ago

Sejarah Hari Buruh Internasional ( 1 Mei ) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…

5 years ago

Kolonialisme dan Imperialisme – Latar Belakang dan Contoh

Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…

5 years ago

Sejarah Organisasi Internasional

Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…

5 years ago

De Facto dan De Jure – Pengertian – Perbedaan – Contoh Menerapkannya

Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…

5 years ago

Silsilah Kerajaan Demak Sebagai Kerajaan Islam Pertama

Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…

5 years ago