Pertempuran Ambarawa atau Palagan Ambarawa adalah peristiwa perlawanan yang dilakukan rakyat kepada sekutu yang berada di Ambarawa, Semarang bagian Selatan, Jawa Tengah. Ambarawa telah menjadi kota militer Hindia Belanda sejak zaman kolonial. Di Ambarawa terdapat Benteng Willem I yang juga disebut sebagai Benteng Pendem, berlokasi tidak jauh dari museum kereta api Ambarawa. Pada masa penjajahan Jepang di Indonesia, di Ambarawa terdapat kamp khusus perempuan dan anak – anak Belanda.
Pasukan sekutu mendatangi Ambarawa setelah kekalahan Jepang, atas nama Rehabilitation of Allied Prisoers of War and Internees (RAPWI) untuk merehabilitasi tawanan perang dan internir. Tidak hanya tim rehabilitasi yang datang, namun juga tentara sekutu bersama mereka pada 20 Oktober 1945 dengan dipimpin Brigadir Bethell. Yang mendarat adalah pasukan Inggris dari Divisi India ke 23 di Semarang, dan diizinkan oleh pemerintah RI untuk mengurus tawanan perang yang ditahan di penjara Magelang serta Ambarawa.
Awal Mula Pertempuran Ambarawa
Semula kedatangan sekutu disambut baik oleh orang – orang Indonesia terutama oleh pemerintah Jawa Tengah dipimpin Gubernur Mr. Wongsonegoro, tetapi kemudian diketahui bahwa NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut mendompleng sekutu dan menjadi penyebab pertempuran Ambarawa. Bangsa Indonesia mengetahui bahwa NICA berniat kembali merebut kekuasaan, dan situasi memburuk ketika para mantan anggota KNIL yang menjadi tahanan kembali dipersenjatai oleh NICA. Belanda merasa masih mempunyai hak berdasarkan perjanjian antara Inggris dan Belanda. Perjanjian yang disebut Civil Affairs Agreement pada 24 Agustus 1945 mengatur mengenai pemindahan kekuasaan di Indonesia dari British Military Administration kepada NICA.
NICA yang dipersenjatai oleh sekutu kemudian memicu insiden yang terjadi di Magelang pada 26 Oktober 1945 berupa pertempuan antara pasukan TKR resimen Magelang pimpinan Letkol M. Sarbini dan sekutu, karena mereka mencoba melucuti senjata TKR. Pertempuran tersebut mereda setelah diadakan perundingan antara Ir. Soekarno dan Brigjen Bethell di Magelang pada 2 November 1945 untuk membahas mengenai gencatan senjata dan menyepakati penyelesaian pertikaian. Namun pertempuran kembali pecah pada 20 November 1945 antara TKR dipimpin Mayor Sumarto, rakyata dan pihak tentara Inggris karena perjanjian tidak disepakati.
Tanggal 21 November 1945 sekutu diam – diam mundur ke Ambarawa dan dikejar oleh resimen Kedu Tengah yang ipimpin Kolonel M. Sarbini. Sekutu tertahan di Desa Jambu karena kembali dihadang oleh pasukan Angkatan Muda pimpinan Oni Sastrofihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta. Di Ngipik, sekutu kembali dihadang oleh Batalyon I Sorjosoempeno. Sekutu kemudian mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa, dan pasukan yang berada di bawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan desa tersebut tetapi sang Letkol harus kehilangan nyawa dalam usaha tersebut. Setelah gugurnya Letkol Isdiman, Kolonel Soedirman langsung turun ke lapangan dan memimpin strategi pertempuran.
Kehadiran Kolonel Soedirman di lapangan memberikan semangat baru pada pasukan – pasukan RI. Bala bantuan berdatangan dari Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang dan lainnya. Pertempuran Ambarawa berlangsung dari 12 hingga 15 Desember 1945. Pada tanggal 14 Desember 1945 pasukan sekutu mulai mundur karena terus disudutkan oleh pasukan Indonesia sehingga persediaan logistik dan amunisi mereka mulai menipis. Pada tanggal 15 Desember 1945 pukul 17.30, sekutu benar – benar menyerah ketika Indonesia berhasil merebut Ambarawa dari pasukan Sekutu dan memukul mereka mundur ke Semarang.
Dampak Positif Pertempuran Ambarawa
- Dampak pertempuran Ambarawa yang positif adalah ketika nyali pihak Belanda menjadi ciut karena kekalahan pihak sekutu dan melemahkan kekuatan mereka sehingga posisinya semakin terdesak di wilayah Indonesia.
- Pasukan militer dan pejuang rakyat Indonesia berhasil dalam upayanya memukul mundur pihak sekutu dan NICA ke Semarang, juga berhasil merebut kembali wilayah kedaulatan Indonesia.
- Sekutu berhasil dipukul mundur ke Semarang dan melepaskan kedudukan mereka di Ambarawa.
- Dampak pertempuran Ambarawa yang berhasil tersebut membuat semangat juang di daerah – daerah lain di Indonesia juga semakin berkobar tinggi.
- Pertempuran Ambarawa berhasil menambah semangat rakyat untuk bergotong royong dan menumbuhkan semangat nasionalisme untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Mengenalkan strategi “Supit Urang” yaitu siasat dalam mengepung musuh yang dilakukan secara serentak dari dua sisi sekaligus, secara bersamaan dan langsung.
- TNI menjadikan tanggal 15 Desember sebagai Hari Infanteri atau Hari Juang Kartika sebagai dampak pertempuran Ambarawa.
- Sejarah Monumen Palagan Ambarawa dibuat untuk mengenang pertempuran tersebut. Ketahui juga mengenai sejarah museum Ambarawa yang tadinya berupa stasiun kereta api militer.
Dampak Negatif Pertempuran Ambarawa
- Banyaknya pejuang dari pihak Indonesia yang kehilangan nyawa sebagaimana yang terjadi dalam setiap pertempuran adalah dampak pertempuran Ambarawa yang negatif.
- Peristiwa gugurnya Letkol Isdiman Suryokusumo karena serangan dari pesawat Mustang, yang mengakibatkannya terluka di bagian paha dan wafat dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Ia adalah salah satu orang kepercayaan Kolonel Sudirman pada saat pertempuran itu terjadi.
- Dampak dari pertempuran Ambarawa yang negatif adalah bahwa pada saat itu keamanan rakyat setempat terancam, begitu juga dengan rakyat di Magelang dan juga memakan korban penduduk sipil.
- Terhentinya aktivitas perekonomian dan kehidupan sosial di wilayah pertempuran sebagai dampak pertempuran Ambarawa, yang bisa dilakukan oleh penduduk hanya mencari perlindungan dari pertempuran tersebut.
Taktik Supit Urang
Pada tanggal 11 Desember 1945, Kolonel Sudirman memimpin seluruh komando pasukan TKR dan laskar rakyat dan memperkenalkan rencana yang dibuatnya untuk pertempuran yaitu dengan cara yang cepat, cerdik dan serentak di segala bidang. Taktik tersebut dinamakan “Supit Urang”, atau capit urang yang dilakukan dengan gerakan pendobrakan oleh para pasukan pemukul dari arah Selatan dan Barat ke arah Timur menuju Semarang. Pendobrakan tersebut diikuti dengan penjepitan dari kanan dan kiri seperti udang sedang menjepit mangsanya, dan selanjutnya bagian supit bertemu di bagian luar Ambarawa mengarah ke Semarang. Taktik ini menggunakan empat kelompok yang terdiri dari beberapa pasukan, tujuan utamanya untuk benar – benar mengurung musuh dan memutus komunikasi musuh dengan pusat dan pasukan induknya.
Tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30 pagi, serangan dilancarkan dengan tembakan mitraliur dan disusul oleh para penembak karaben. Satu setengah jam kemudian jalan raya Semarang – Ambarawa dikuasai oleh kesatuan – kesatuan TKR. Beberapa tempat di dataran tinggi seperti Bawen, Lemahabang, Bandungan, Tuntang, Banyubiru, Ngampin, Jambu, Kelurahan dan Baran digunakan oleh Kolonel Sudirman untuk menggempur musuh. Dengan taktik tersebut sebagai dampak pertempuran Ambarawa TKR dan laskar rakyat berhasil memukul mundur pasukan sekutu dari Ambarawa dengan gemilang walaupun hanya memiliki bekal persenjataan seadanya.
Ini adalah bukti bahwa taktik yang disusun oleh Jenderal Sudirman berhasil dengan telak dan efisien sehingga beliau mendapatkan gelar Jenderal Besar Dari Presiden Soekarno. Kemenangan di Ambarawa juga merupakan kemenangan pertama pasukan Indonesia setelah kemerdekaan. Merebut Ambarawa sangat penting karena apabila Ambarawa berhasil dikuasai oleh musuh, maka tiga kota sekaligus akan terancam yaitu Surakarta, Magelang dan Yogyakarta yang menjadi markas tertinggi TKR. Ketahui juga mengenai pahlawan nasional dari Jawa Tengah , museum di Semarang dan sejarah candi gedong songo.