Peninggalan Kerajaan Kediri menjadi bukti bahwa dahulu kala berdiri kerajaan di jawa timur. Kerajaan Kediri adalah salah satu Kerajaan Hindu yang ada di wilayah Jawa Timur yang juga terkenal dengan sebutan lain yakni Panjalu dan juga Kadiri. Kerajaan Kediri berdiri dari tahun 1042 dan akhirnya runtuh pada tahun 1222 yang memiliki pusat pemerintahan di Kota Daha.
Baca Juga :
Peninggalan Kerajaan Kediri
Ada banyak bukti peninggalan sejara dari Kerajaan Kediri yang masih bisa kita lihat hingga sekarang, baik itu berupa candi, arca, prasasti dan juga berbagai kitab sastra. Untuk mengetahui secara lengkap apa saja peninggalan Kerajaan Kediri, kali ini akan kami jelaskan secara lengkap untuk anda.
1. Candi Tondowongso
Meskipun menjadi penemuan di era modern, namun sampai saat ini keadaan dari Candi Tondowongso beserta kompleks disekelilingnya masih sangat memperihatinkan dan belum mendapat perhatian dari pemerintah. Candi Tondowongso dengan luas 1 hektar ini menjadi penemuan terbesar sejarah Indonesia pada 30 tahun terakhir. Profesor Soekmono juga pernah menemukan satu buah arca pada lokasi yang sama di tahun 1957 dan penemuan situs Candi Tondowongso ini diawali dari penemuan beberapa arca oleh pengrajin batu setempat.
Artikel terkait:
2. Candi Panataran
Candi Panataran atau Candi Palah ini adalah sebuah candi bersifat keagamaan Hindu Siwaitis dan pada Kitab Desawarnana atau Nagarakretagama yang dibuat pada tahun 1365, Candi ini dikatakan menjadi bangunan suci yang sudah dikunjungi Raja Hayam Wuruk saat ia melakukan perjalanan keliling Jawa Timur.
Kompleks Candi Panataran – Kompleks Candi Panataran ini terdiri dari beberapa bangunan yang pada bagian candi utama di sisi Timur ada sebuah sungai dan kompleks candi disusun memakai pola linear dengan beberapa candi perwara serta balai pendopo yang ada di bagian depan candi utama. Pola susun candi ini agak tidak beraturan dan menjadi ciri khas dari langgam Jawa Timur yang berkembang di masa Kediri dan Majapahit. Kompleks candi ini berdiri di area seluas 12.946 meter yang dibagi menjadi 3 bagian kecuali untuk bagian tenggara dan dipisahkan oleh 2 buah dinding.
Sejarah Candi Panataran – Relief yang ada pada candi ini berbentuk medalion serta kotak panel. Nama asli Candi Panataran yakni Candi Palah tertulis dalam Prasasti Palah yang dibangun pada tahun 1194 oleh Raja Syrenngra bergelar Sri Maharaja Sri Sarweqwara Triwikramawataranindita Çrengalancana Digwijayottungadewa dengan masa pemerintahan Kediri dari tahun 1190 hingga 1200. Candi gunung digunakan sebagai tempat upacara pemujaan untuk menghindari bahaya yang disebabkan karena Gunung Kelud sering meletus. Dalam Kitab Negarakretagama yang ditulis Mpu Prapanca diceritakan tentang perjalanan yang dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk yang memerintah dari tahun 1350 sampai dengan 1389 ke Candi Palah untuk melaksanakan pemujaan pada Hyang Acalapat perwujudan Siwa sebagai Girindra. Di masa pemerintahan Jayanegara, Candi Panataran mulai mendapat perhatian dan dilanjutkan kembali oleh Tribuanatunggadewi dan Hayam Wuruk.
Artikel terkait:
3. Candi Gurah
Profesor Soekmono menduga jika Candi Gurah ada dalam satu kompleks yang sama dengan Candi Tondowongso sebab mempunyai ciri khas yang adalah gaya peralihan antara candi Jawa Tengah dengan candi Jawa Timur. Karena itu, penelitian menyeluruh untuk Candi Tondowongso sangat penting untuk dilakukan sebab sampai saat ini belum ada wujud nyata dari bentuk bangunan gaya peralihan tersebut.
4. Candi Mirigambar
Struktur candi ini terbuat dari batu bata merah, dimana pada dinding candi terdapat relief patung yang diukir. Pada bagian kanan depan terdapat relief 2 tokoh lelaki yang sedang mengapit 2 tokoh perempuan dan pada salah satu tokoh lelaki bertubuh besar dan terdapat relief seorang tokoh lelaki yang sedang berdiri. Pada bagian tepi halaman candi sebelah Utara ada tumpukan batu bata merah yang menurut cerita merupakan reruntuhan dari candi lainnya yang juga ditemukan di sekitar Candi Mirigambar tersebut. Pada bagian tepi halaman selatan juga terdapat lempengan batu andesit dan terukir tahun 1310c atau 1388 Masehi.
Artikel terkait:
5. Candi Tuban
Candi Tuban yang menjadi salah satu peninggalan dari Kerajaan Kediri ini, kini hanya menyisakan reruntuhannya saja yang terletak di 500 meter dari Candi Minigambar. Saat ini, Candi Tuban sudah tertutup dengan tanah sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun kembali. Pada saat ini, diatas timbunan Candi Tuban sudah dijadikan kandang beberapa hewan ternak.
6. Prasasti Kamulan
Dalam prasasti ini tertulis nama Kediri yang diserang Raja Kerajaan sebelah Timur dan pada tanggal yang tertulis dalam prasasti adalah tanggal 31 Agustus 1191. Ukiran yang ada pada prasasti ini masih bisa terlihat dengan jelas dan bisa anda lihat dengan mengunjungi langsung lokasi Prasasti Kamulan tersebut.
Baca Juga :
7. Prasasti Galunggung
Peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah prasasti Galunggung. Prasasti Galunggung ditemukan di Rejotangan, Tulungagung dengan ukuran 160 x 80 x 75 cm dengan memakai huruf Jawa Kuno sebanyak 20 baris kalimat. Aksara yang terdapat pada prasasti ini sudah tidak terlalu jelas terbaca karena sudah ada bagian yang rusak, akan tetapi hanya bagian tahun saja yang masih bisa terbaca dengan jelas yakni tahun 1123 Saka. Pada bagian depan prasasti ini terdapat lambang sebuah lingkaran dan pada bagian tengah lingkaran terdapat gambar persegi panjang dan juga beberapa logo atau gambar.
Artikel terkait:
8. Prasasti Jaring
Prasasti Jaring dibuat pada 19 November 1181 dengan isi yang menerangkan tentang pengabulan permohonan penduduk dukuh jaring lewat senapati Sarwajala yakni keinginan yang tidak sempat diwujudkan oleh raja sebelumnya. Prasasti Jaring ini menyebutkan jika pejabat Kediri mempunyai gelar atau sebutan dengan menggunakan nama hewan seperti Menjangan Puguh, Lembu Agra serta Macan Kuning.
9. Prasasti Panumbangan
Prasasti Panumbangan dibuat pada 2 Agustus 1120 yang dikeluarkan oleh Maharaja Bameswara dengan isi tentang penetapan Desa Panumbangan sebagai Sima Swatantra atau desa bebas pajak.
10. Prasasti Talan
Prasasti Talan ditemukan di Desa Gurit, Blitar, Jawa Timur yang dibuat tahun 1136 Masehi atau 1058 Saka. Isi dari prasasti ini adalah tentang penetapan masuknya Desa Talan ke wilayah Panumbang yang sudha terbebas dari pajak. Pada prasasti ini dilengkapi dengan pahatan Garudhamukalanca yakni pahatan berupa tubuh manusia dengan sayap dan kepala garuda.
11. Prasasti Sirah Keting
Berisi tentang pemberian tanah dari Raja Jayawarsa untuk rakyat Desa Sirah Keting berkat jasanya untuk Kerajaan Kediri.
12. Prasasti Kertosono
Berisi tentang masalah keagaamaan dari masa pemerintahan Raja Kameshwara.
13. Prasasti Ngantang
Permohonan tersebut lalu dikabulkan oleh raja sebab rakyat Hantang sudah menunjukkan baktinya yang sesungguhnya pada raja yakni dengan menyerahkan cancu tan pamusuh dan cancu ragadaha dan juga disaat ada sebuah aksi untuk memisahkan diri, mereka tetap setia dengan selalu memihak Raja Jayabhaya.
Artikel terkait:
14. Prasasti Padelegan
Prasasti ini tersimpan di Museum Panataran, Kabupaten Blitar yang dimana pada bagian atas prasasti terdapat sebuah ornamen lancana yang disebut dengan Candrakapala. Candrakapala lancana ini digambarkan dengan kepala tengkorak yang terlihat bagian tulang pipi dan dahi menonjol, bentuk mata bulat besar seperti sedang terbelalak dan senyuman yang menyeringai lebar dengan 2 buah gigi besar di bagian depan dan gigi taring di bagian kanan dan kiri sehingga terlihat sangat menyeramkan. Pada bagian dahi juga terdapat bulatan sedikit melengkung yang kemungkinan merupakan bentuk bulan sabit dengan kedua ujung yang menghadap ke bawah.
15. Prasasti Ceker
Prasasti yang berisi tentang anugrah yang diberikan raja untuk penduduk Desa Ceker yang sudah mengabdi untuk kemajuan Kerajaan Kediri.
16. Kitab Kakawin Bharatayudha
Menurut cerita, saat Mpu Sedah ingin menulis tentang kecantikan dari Dewi Setyawati permaisuri dari Prabu Salya, ia memerlukan contoh agar tulisannya bisa berhasil sehingga putri Prabu Jayabaya diberikan, namun Mpu Sedah berbuat tidak baik sehingga ia dihukum dan karyanya diberikan pada orang lain. Namun, menurut Mpu Panuluh, sesudah karya dari Mpu Sedah hampir seleai yakni saat menceritakan Prabu Salya yang berangkat ke medan perang maka ia tidak tega untuk melanjutkan ceritanya tersebut sehingga meminta Mpu Panuluh untuk meneruskan kitab tersebut dan cerita ini diungkap pada akhir kakawin Bharatayuddha.
17. Kitab Kresnayana
Artikel terkait:
18. Kitab Sumarasantaka
Kitab Sumarasantaka dikarang oleh Mpu Monaguna yang menceritakan tentang kutukan Harini yakni seorang bidadari dari khayangan yang sudah berbuat kesalahan dan ia dikutuk menjadi manusia. Harini lalu tinggal di bumi selama beberapa saat sampai kutukan tersebut selesai.
19. Kitab Gatotkacasraya
Kitab Gatotkacasraya dikarang oleh Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kisah kepahlawanan dari Gatotkaca yang sudah berhasil menyatukan Abimayu yang adalah putra dari Arjuan dengan Siti Sundhari.
20. Kitab Smaradhana
Karena panah pancawisesa tersebut, akhirnya Batara Siwa merasa rindu dengan Dewi Uma, akan tetapi saat mata ketiganya yang berada di tengah dahi mengetahui jika itu perbuatan dari Batara Kamajaya, maka ia menatap Batara Kamajaya yang membuat dirinya hancur. Dewi Ratih yang merupakan istri dari Batara Kamajaya lalu melaksanakan bela dengan menceburkan dirinya dalam api yang telah membakar suaminya dan para dewa memanjatkan ampun atas semua kejadian tersebut supaya mereka bisa dihidupkan kembali, akan tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan dan jiwa sabda Batara Kamajaya turun ke dunia lalu masuk ke hati laki-laki, sementara Dewi Ratih masuk ke jiwa wanita.
Saat Siwa duduk berdua dengan Dewi Uma, para dewa datang mengunjungi termasuk Dewa Indra beserta gajahnya Airawata yang sangat dahsyat sehingga membuat Dewi Uma ketakutan melihatnya. Dewi Uma lalu melahirkan putra berkepala gajah yang dinamakan Ganesha. Saat raksasa Nilarudraka datang ke khayangan, maka Ganesha bertanding melawannya dan membuat Ganesha terus bertambah besar dan semakin kuat sehingga musuh bisa dikalahkan dan para dewa bersukacita.
Artikel terkait:
21. Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva berasal dari Kerajaan Kediri pada abad ke-10 atau ke-11 yang sekarang ini menjadi koleksi dari Museum fur Indische Kunst, Berlin, Dahlem, Jerman.
22. Kitab Hariwangsa
Kitab Hariwangsa adalah sebuah karya sastra Jawa Kuno yang menceritakan bentuk kakawin Prabu Kresna titisan Batara Wisnu yang menikah dengan Dewi Rukmini dari negeri Kundina, yakni putri dari Prabu Bismaka dan Rukmini merupakan titisan dari Dewi Sri. Hariwangsa jika diartikan secara harafiah berarti garis keturunan Wisnu. Isi dari kitab ini menceritakan tentang Kresna yang berjalan di taman dan dikunjungi oleh Batara Narada yang mengatakan jika calon istrinya adalah titisan dari Dewi Sri, akan tetapi Prabu Jarasanda sudah ingin menikahkan dengan Raja Cedi bernama Prabu Cedya.
Prabu Kresna lalu menculik Dewi Rukmini dan pada malam sebelum pesta pernikahan, Kresna datang lalu membawwa Rukmini, sementara banyak tamu yang sudah datang. Prabu Bismaka menjadi marah dan berunding dengan raja lain yang datang dan mereka semua takut menghadapi Kresna yang sangat sakti tersebut. Jarasanda lalu meminta Yudistira dan para Pandawa untuk membantu mereka dan kemudian utusan di kirim ke Yudistira yang membuatnya menjadi bingung, sebab tugas kesatria adalah melindungi dunia serta berperang melawan hal buruk.
Kresna sendiri adalah sahabat dari para Pandawa, akan tetapi karena perbuatannya tersebut maka ia harus dihukum. Bima menjadi marah besar dan ingin membunuh utusan Jarasanda tersebut namun Arjuna mencegahnya dan tidak beberapa lama kemudian, mereka dikunjungi oleh duta Prabu Kresna yang ingin meminta bantuan. Akan tetapi karena sudah membuat janji, maka Yudistira menolaknya sambil berpesan pada duta tersebut jika Prabu Kresna tidak perlu khawatir sebab ia sangat sakti. Para Pandawa lima lalu berangkat ke negeri Karawira tempat berkuasanya Prabu Jarasanda yang lalu menyerang Dharawati, negeri Prabu Kresna.
Kresna lalu bersipa menghadapi musuh dan dibantu oleh kakanya Sang Baladewa dan mereka berdua membunuh banyak musuh termasuk Jarasanda, para korawa, Bima, Nakula dan Sahadewa, sedangkan Yudistira dibius oleh Kresna sehingga tidak mampu bergerak. Kresna lalu berperang melawan Arjuna dan hampir saja kalah, kemudian turun Batara Wisnu dari surga sehingga Kresna yang merupakan titisan Wisnu pun berubah menjadi Wisnu. Yudistira yang sudah siuman lalu meminta Wisnu agar menghidupkan semua yang tewas di medan perang dan Wisnu mengabulkannya dengan menghujani amerta sehingga semua bisa hidup kembali termasuk Jarasanda dan mereka semua datang ke pernikahan Kresna di Dwarawati. Kitab ini ditulis oleh Mpu Panuluh di saat pemerintahan Prabu Jayabaya.
Baca Juga :
Demikian ulasan yang bisa kami berikan kali ini mengenai peninggalan Kerajaan Kediri terlengkap dari mulai kitab, candi, prasasti dan juga arca. Semoga bisa bermanfaat dan menambah wawasan anda seputar sejarah kerajaan di Indonesia khususnya Kerajaan Kediri.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…