Sejarah Kerajaan Kediri, Kadiri atau juga dikenal dengan nama Panjalu merupakan kerajaan Jawa Timur di tahun 1042 sampai 1222 yang berpusat di Kota Daha yang sekarang merupakan Kota Kediri. Kota Daha sendiri sudah ada sebelum Kerajaan Kediri didirikan dan Daha merupakan singkatan dari Dahanapura yang memiliki arti kora api. Ini bisa dilihat dari sebuah prasasti Pamwatan dari Airlangga pada tahun 1042. Pada akhir tahun 1042. Airlangga secara terpaksa harus membagi wilayah kerajaan sebab perebutan tahta dari dua orang putranya yakni Sri Samarawijaya yang mendapat Kerajaan Barat Panjalu di Kota Baru Daha dan Mapanji Garasakan mendapat Kerajaan Timur yakni Janggala di Kota Lama, Kahuripan.
Baca Juga :
Sejarah Kerajaan Kediri
Sebelum kerajaan menjadi dua, kerajaan yang dipimpin oleh Airlangga sudah memiliki nama Panjalu yang ada di Daha, sehingga Kerajaan Janggala terlahir dari pecahan Panjalu, sedangkan Kahuripan merupakan nama kota lama yang ditinggalkan Airlangga lalu menjadi ibu kota Janggala.
Awalnya, nama Panjalu lebih sering digunakan dibandingkan dengan Kediri atau Kadiri yang terbukti dari beberapa prasasti raja-raja Kediri. Nama Panjalu sendiri dikenal dengan Pu Chia Lung pada kronik Cina yakni Ling wai tai ta tahun 1178. Kediri atau Kadiri berasal dari kata Khadri yaitu bahasa Sansekerta dengan arti pohon mengkudu atau pohon pace.
Artikel terkait:
- Sejarah Kerajaan Kutai Kartenagara Lengkap
- Sejarah Kerajaan Majapahit
- Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia
- Asal Usul Nusantara
- Sejarah Minangkabau
Perkembangan Kerajaan Kediri
Pada awal Sejarah Kerajaan Kediri atau Panjalu sebenarnya tidak terlalu diketahui dan pada prasasti Turun Hyang II tahun 1044 yang dibuat Kerajaan Janggala hanya menceritakan tentang perang saudara dari kedua kerajaan peninggalan Airlangga tersebut. Sejarah dari Kerajaan Panjalu baru mulai terkuak saat Prasasti Sirah keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa ditemukan. Dari beberapa raja sebelum Sri Jayawarsa hanya Sri Samarawijaya saja yang sudah diketahui, sementara untuk urutan raja sedudah Sri Jayawarsa diketahui secara jelas lewat beberapa prasasti yang akhirnya ditemukan. Kerajaan Panjalu yang berada di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya bisa menaklukan Kerajaan Janggala dengan semboyan yang ada pada Prasasti Ngantang tahun 1135 yakni Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Di maa pemerintahan Sri Jayabhaya tersebut, Kerajaan Panjalu memperoleh masa kejayaan dan wilayah kerajaan tersebut adalah seluruh Jawa dan juga beberapa buah pulau Nusantara dan juga mengalahkan pengaruh dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatra. Bukti ini semakin diperkuat dengan kronik Cina yang berjudul Ling wai tai ta dari Chou Ku fei pada tahun 1178. Dalam prasasti tersebut dijelaskan jika menjadi negeri paling kaya selain Cina secara berurutan merupakan Arab, Jawa dan juga Sumatra dan pada saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, sementara di daerah Jawa merupakan Kerajaan Panjalu dan di Sumatra adalah Kerajaan Sriwijaya,
Chou Ju Kua melukiskan jika di Jawa menganut 2 agama yang berbeda yakni Buddha serta Hindu dengan penduduk Jawa yang sangat berani serta emosional dan waktu senggangnya dipakai untuk mengadu binatang, sedangkan untuk mata uang terbuat dari campuran perak serta tembaga. Dalam buku Chu fan chi disebutkan jika Jawa merupakan maharaja yang memiliki wilayah jajahan Pacitan [Pai hua yuan], Medang [Ma tung], Tumapel, Malang [Ta pen], Dieng [Hi ning], Hujung Galuh yang sekrang menjadi Surabaya [Jung ya lu], Jenggi, Papua Barat [Tung ki], Papua [Huang ma chu], Sumba [Ta kang], Sorong, Papua Barat [Kulun], Tanjungpura Borneo [jung wu lo], Banggal di Sulawesi [Pingya i], Timor [Ti wu] dan juga Maluku [Wu nu ku]. Situs Tondowongso yang ditemukan pada awal 2007 dipercaya sebagai peninggalan Kerajaan Kediri yang dianggap bisa membantu mendapatkan lebih banyak informasi tentang Kerajaan kediri.
Artikel terkait:
- Sejarah Candi Kalasan
- Sejarah Candi Cetho
- Candi Peninggalan Agama Hindu
- Candi Peninggalan Budha
- Sejarah Situs Ratu Boko
Perkembangan Politik Kerajaan Kediri
Mapanji Garasakan memiliki lama pemerintahan yang sebentar lalu digantikan oleh Raja Mapanji Alanjung tahun 1052 sampai 1059 M lalu diganti kembali dengan Sri Maharaja Amarotsaha. Pertempuran dari Jenggala dan Panjalu masih berlangsung sampai 60 tahun dan tidak ada berita pasti tentang 2 kerajaan tersebut sampai akhirnya muncul Raja Bameswara tahun 1116 sampai 1136 M dari Kediri.
Pada masa tersebut, ibu kota Panjalu sudah dipindahkan dari Daha menuju Kediri sehingga lebih terkenal dengan sebutan Kerajaan kediri. Raja Bameswara mengenakan lencana berbentuk tengkorak bertaring pada bagian atas bulan sabit yang biasa disebut dengan Candrakapala. Sesudah Bameswara tutun tahta kemudian dilanjutkan Jayabaya yang kemudian berhasil mengalahkan Jenggala.
Karya Sastra Kerajaan Kediri
Pada masa Sejarah Kerajaan Kediri, seni sastra lebih sering digunakan dan pada tahun 1157, Kakawin Bharatayuddha ditulis Mpu Sedah yang kemudian dilselesaikan oleh Mpu Panuluh. kitab ini memiliki sumber dari Mahabharata dengan isi kemenangan Pandawa atas Korawa yang dipakai sebagai khiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala. Mpu Panuluh juga menulis Kalawin Hariwangsa serta Ghatotkachasraya dan ada juga pujangga pada jama pemerintahan Sri Kameswara yakni Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana lalu di jaman pemerintahan Kertajaya juga ada seorang pujangga lagi yakni Mpu Monaguna yang menulis Sumanasantaka serta Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Artikel terkait:
- Sejarah Candi Mendut
- Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah
- Sejarah Candi Gedong Songo
- Sejarah Kerajaan Tarumanegara
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Sistem Pemerintahan Kerajaan kediri
Pada sistem pemerintahan Kerajaan Kediri, mengalami beberapa kali pergantian kekuasaan dan terdapat beberapa raja yang berkuasa saat itu. Sri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu. Jayawarsa yang merupakan raja pertama kerajaan kediri pada prasasti berangka tahun 1104 dan dinamakan sebagai titisan Wisnu. Kameshwara adalah raja kedua Kerajaan Kediri yang memiliki gelar Sri Maharajake Sirikan Shri Kameshhwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa atau lebih dikenal dengan Kameshwara I tahun 1115 sampai 1130. Prabu Sarwaswera yang merupakan raja taat beribadah sert budaya, ia memegang teguh pada prinsip tat wam asi yang memiliki arti, Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.”
Prabu Kroncharyadipa merupakan nama dengan arti benteng kebenaran, Prabu memang sangat adik terhadap masyarakat dan juga pemeluk agama yang taat dalam mengendalikan diri saat pemerintahannya yang selalu memegang prinsip sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu),loba (rakus),mada (mabuk), masarya (iri hati).
Artikel terkait:
- Sejarah Kerajaan Singasari
- Sejarah Kerajaan Majapahit
- Sejarah Istana Al Hamra
- Sejarah Perang Kamang
- Sejarah Candi Panataran
Kehidupan Sosial Masyarakat Kerajaan kediri
Kehidupa pada masa Kerajaan Kediri sangat baik dan juga sejahtera sehingga rakyat bisa hidup dengan tenang. Ini bisa terlihat dari rumah rakyat yang baik, rapi, bersih dan juga dilengkapi lantai ubin berwarna hijau dan kuning. Sedangkan penduduknya menggunakan kain sampai bawah lutut. Kehidupan masyarakat Kerajaan Kedirisangat damai dan tenang, sehingga seni kesusastraan berkembang lebih maju adalah seni sastra dan bisa dilihat dari begitu banyak sastra sampai sekarang. Beberapa sastra tersebut sudah diulas diatas dan masih banyak lagi kitab sastra lainnya seperti Kitab Lubdaka serta Wertasancaya dari Mpu Tan Akung, Kitan Kresnayana dari Mpu Triguna serta Kitab Sumanasantaka dari Mpu Monaguna dan sebagainya.
Golongan Masyarakat Kerajaan Kediri
Masyarakat pada masa Kerajaan Kediri dibagi menjadi 3 kedudukan yakni:
- Golongan masyarakat pusat [kerajaan]: Masyarakat yang ada dalam lingkungan raja serta beberapa kerabat dalam kelompok pelayan.
- Golongan masyarakat thani [daerah]: Golongan masyarakat yang terdiri dari petugas pemerintahan atau pejabat pada wilayah thani atau daerah.
- Golongan masyarakat non pemerintah: Golongan masyarakat yang tidak memiliki kedudukan serta hubungan dengan pemerintah atau masyarakat wiraswasta.
Kerajaan Kediri juga mempunyai lebih dari 300 pejabat yang bertugas mengurus serta mencatat segala sesuatu penghasilan kerajaan. Selain itu juga ada 1000 pegawai rendahan yang memiliki tugas untuk mengurus benteng, parit kota, perbendaharaan Kerajaan serta gedung tempat persediaan makanan. Kerajaan Kediri sendiri terlahir dari pembagian Kerajaan Mataram yang dilakukan Raja Airlangga tahun 1000 sampai 1049 dan ini dilakukan supaya tidak terjadi perselisihan dari anak-anak selirnya.
Artikel terkait:
- Pertempuran Medan Area
- Sejarah Timor Timur
- Penyebab Terjadinya Pertempuran Ambarawa
- Sejarah Kota Pontianak
Kehidupan Perekonomian Kerajaan Kediri
Kehidupan perekonomian pada masa Kerajaan Kediri memiliki usaha perdagangan, pertanian serta peternakan dan dikenal sebagai penghasil kapas, beras serta ulat sutra. Ini menyebabkan kehidupan ekonomi Kerajaan Kediri terbilang makmur dan bisa terlihat dari Kerajaan yang memberikan penghasilan tetap untuk pegawai berupa hasil bumi dan ini juga didapat dari keterangan Kitab Chi Fan Chi serta Kitab Ling Wai Tai Ta.
Raja Raja Kerajaan Kediri
Berikut ini adalah daftar nama dari raja raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota dari Kediri.
- Airlangga [Daha Masih Ibu Kota Utuh]
Pendiri dari Kota Daha yang merupakan pindahan Kota Kahuripan dan saat turun tahta tahun 1042, kerajaan dibagi menjadi 2 dan Daha menjadi ibu kota Kerajaan wilayah Barat yakni Panjalu. Menurut Nagarakretagama, kerajaan yang dipimpin Airlangga sebelum dibagi menjadi dua memiliki nama Panjalu. (Baca Juga : Sejarah Candi Ratu Boko)
- Sri Samarawijaya [Daha Menjadi Ibu Kota Panjalu]
Sri Samarawijaya adalah salah satu putra Airlangga yang namanya ditemukan pada Prasasti Pamwatan tahun 1042.
- Sri Jayawarsa
Berdasarkan Prasasti Sirah Keting tahun 1104, namun tidak diketahui apa merupakan pengganti Sri Samarawijaya atau tidak. Dalam masa pemerintahannya, Jayawarsa memberikan hadiah untuk rakyat desa sebagai wujud penghargaan sebab rakyat sudah berjasa pada raja. Dalam prasasti tersebut terlihat jika Raja Jayawarsa memiliki perhatian besar pada rakyat dan ingin membuat rakyatnya sejahtera. (Baca Juga : Sejarah Kota Pontianak)
- Sri Bameswara
Berdasarkan Prasasti Padelegan I tahun 1117, Prasasti Panumbangan tahun 1120 dan juga Prasasti Tangkilan tahun 1130. Prasasti tersebut lebih membahas tentang masalah seputar keagamaan.
- Sri Jayabhaya
Raja terbesar Kerajaan Panjalu dari prasasti Ngantang tahun 1135, Prasasti Talan tahun 1136 serta Kakawin Bharatayuddha tahun 1157. Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Jayabhaya dan strateginya untuk membuat masyarakat makmur memang mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono Puro, di bawah kaki Gunung Kelud tersebut memiliki tanah yang subur sehingga berbagai tanaman bisa tumbuh dengan baik. Hasil pertanian serta perkebunan sangat berlimpah dan dibagian tengah kota membelah aliran Sungai Brantas yang sangat jernih dan menjadi tempat hidup banyak jenis ikan, sehingga makanan sumber protein bisa tercukupi. Dukungan spiritual dan juga material yang diberikan Prabu Jayabhaya juga banyak serta sifat merakyat dan tujuan yang jauh ke depan membuat Prabu Jayabhaya dikenal sepanjang masa.
- Sri Aryeswara
Berdasarkan Prasasti Angin tahun 1171. Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang mempinpin pemerintahan sekitar tahun 1171 dan nama gelar abhiseknya adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Namun, tidak diketahui dengan pasti waktu Sri Aryeswara naik tahta dan peninggalan sejarahnya yakni prasasti Angin tanggal 23 Maret 1171. Lambang Kerajaan Kediri pada masa tersebut adalah Ganesha dan Sri Aryeswara juga tidak diketahui kapan masa pemerintahannya berakhir. (Baca Juga : Sejarah Kota Semarang )
- Sri Ganda
Berdasarjan Prasasti Jaring tahun 1181. Pemakaian nama hewan pada pangkat seperti nama gajah, tikus dan kerbau dimana nama-nama itu memperlihatkan tinggi atau rendahnya pangkat orang dalam istana.
- Sri Sarwaswera
Bisa dilihat dari prasasti Padelegan II tahun 1159 serta Prasasti Kahyunan tahun 1161. Sri Sarwswera merupakan raja yang taat dalam beragama serta berbudaya dan memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti “dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”. Prabu Sri Sarwaswera berpendapat jika tujuan hidup akhir manusia merupakan moksa yakni pemanunggalan jiwatma dengan paramatma dan jalan kebenaran merupakan suatu jalan untuk kesatuan sehingga yang menghalangi kesatuan adalah hal tidak baik.
- Sri Kameswara
Berdasarkan Prasasti Ceker tahun 1182 serta Kakawin Smaradahana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182 sampai dengan 1185 Masehi, terjadi perkembangan pesat dalam sastra seperti Mpu Dharmaja yang membuat Kitab Smaradhana dan juga dikenal dengan beberapa cerita Panji seperti cerita Panji Semirang. (Baca Juga : Sejarah Gudeg )
- Sri Kertajaya
Berdasarkan Prasasti Galunggung tahun 1194, Prasasti Kamulan tahun 1194, Prasasti Palah tahun 1197, Prasasti Wates Kulon tahun 1205, Negarakretagama serta Pararaton. Raja Kertajaya dikenal dengan nama Dandang Gendis dan pada masa pemerintahannya, Kerajaan mulai mengalami penurunan yang disebabkan karena Kertajaya mengurangi hak dari kaum Brahmana. Keadaan tersebut lalu ditentang kaum Brahmana dan kedudukan mereka semakin tidak aman lalu banyak dari mereka yang lari dan minta pertolongan pada Tumapel yang pada saat itu diperintah Ken Arok. Raja Kertajaya lalu menyiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel, sedangkan Ken Arok memberikan dukungan untuk kaum Brahmana dalam melakukan serangan ke Kerajaan kediri dan kedua pasukan tersebut bertemu di dekat Ganter tahun 1222 Masehi.
Berikut ini adalah nama raja raja saat Daha ada di bawah Singasari, kerajaan Panjalu runtuh pada tahun 1222 kemudian menjadi bawahan Singasari dan nama raja raja tersebut diketahui dari Prasasti Mula Malurung.
- Mahisa Wunga Telang: Putra dari Ken Arok
- Guningbhaya: Adik Mahisa Wunga Teleng
- Tohjaya: Kakak dari Guningbhaya
- Kertanagara: Cucu Mahisa Wunga Teleng [pihak ibu] dan menjadi raja Singasari
- Jayakatwang: Keturunan Kertajaya yang merupakan Bupati Gelang Gelang dimana pada tahun 1292 melakukan pemberontakan sehingga runtuh Kerajaan Singasari dan ia membangun Kerajaan Kediri namun tahun 1293 dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit. (Baca Juga : Sejarah Benua Antartika)
Lencana Kerajaan Kediri
Setiap Kerajaan di Nusantara mempunyai lencana yang menunjukkan lambang kekuasaan dan di masa Kerajaan Kediri, masing-masing raja mempunyai lencana yang berbeda dengan arti serta pesan dari jati diri penguasa tersebut. Ada 7 buah lencana yang bisa di deteksi dan setiap lencana mewakilkan kekuasaan raja.
1. Lencana pertama Garudmukhalancana
Dengan gambar burung garuda, dimana sebelum NKRI memakai lambang garuda, Raja Airlangga yang merupakan pendiri dari Kerajaan Kediri Panjalu sudah memakai garuda sebagai lambang lecananya. Setiap prasasti dai Airlangga selalu dibubuhkan stempel Garudmukhalancana tersebut di bagian salah satu mulut Gua Selomangleng Kediri dan sampai sekarang relief tersebut masih bisa dilihat. (Baca Juga : Sejarah Benua Asia)
2. Lencana kedua Bamecwaralancana
Dengan lambang tengkorak mengigit bulan sabit yang dipakai sebagai lencana Cri Maharaja Cri Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayotunggadewa.
3. Lencana ketiga Jayabhayalancana
Dengan tanda satu avatara Dewa Wisnu yakni Narasinghavatara berwujud manusia kepala singa yang sedang mencabik perut Hiranyakasipu [Raja Raksasa]. Pada lencana tersebut terdapat tulisan Panjalu Jayati yang saat ini bentuknya sudah sulit untuk dikenali dan di simpan di Museum Nasional Jakarta.
4. Lencana keempat Sarwwecwaralancana
Digunakan oleh Cri Maharaja Rakai Sirikan Cri Sarwwecwara Janarddhanawatara Wijayagrajasama Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatungga-dewanama. Jika dilihat, pada lencana tersebut seperti 9 buah sayap dan pada bagian ujung ada lingkaran berjambul yang dikelilingi 3 lingkaran bergaris. (Baca Juga : Sejarah Benua Australia)
5. Lencana kelima Aryyecwaralancana
Dengan lambang Ganesha yang dipakai Cri Maharaja Rakai Hino Cri Aryyecwara Madhusudanawatarijaya Mukha, Sakalanhuana tustikarana niwaryya Parakramotunggadewanama.
6. Lencana keenam Kamecwaralancana
Dengan gambar kerang bersayap dan dipakai oleh Cri Maharaja Cri Kamecwara Triwikramawatara Aniwaryyawirya Parakrama Digjayotunggadewanama.
7. Lencana ketujuh Crnggalancana
Dipakai oleh Cri Maharaja Cri Carwwecwara Triwikamawatara Nindita Cringgalancana Digjayotunggadewa atau Kertajaya yang merupakan raja terakhir Kerajaan Panjalu. (Baca Juga : Sejarah Benua Amerika)
Kehidupan Beragama Masyarakat Kediri
Corak kehidupan beragama pada masa Kerajaan Kediri yang terlihat dari peninggalan arkeologi seperti Candi Gurah serta Candi Tondo Wongso memperlihatkan latar belakang keagaamaan Hindu terutama Siwa. Sedangkan petirtaan Kepung juga kemungkinan besar memiliki sifat Hindu sebab tidak terlihat unsur Budhisme pada beberapa bangunan peninggalan sejarah tersebut. Pada beberapa prasasti disebutkan jika nama Abhiseka raja memiliki arti penjelmaan Wisnu. Akan tetapi ini tidak bisa secara langsung digunakan untuk membuktikan jika Wisnuisme memang berkembang pada masa tersebut, karena landasan filosofis yang terkenal di Jawa pada masa tersebut beranggapan jika Raja Saa serta Dewa Wisnu merupakan pelindung rakyat, Kerajaan atau dunia. Jika dilihat secara luas, agama Hindu terutama pemujaan Siwa sangat mendominasi perkembangan agama pada masa Kerajaan Kediri dan ini bisa terlihat dari beberapa penemuan prasasti, arca dan juga karya sastra Jawa kuno.
Artikel terkait:
- Masa Penjajahan Belanda di Indonesia
- Sejarah Wali Songo
- Sejarah Islam di Indonesia
- Sejarah Kota Surabaya
Kesenian Masyarakat Kerajaan Kediri
Perubahan dalam bidang kesenian Kerajaan Kediri hanya terbatas pada kesenian arsitektur dan dulu banyak orang yang mempertanyakan kenapa pada masa Kerajaan Kediri tidak membuat candi seperti pada masa sebelum dan sesudahnya. Ternyata baru terbukti sesudah beberapa kemudian satu per satu kesenian dari Kerajaan Kediri mulai ditemukan. Candi Gurah yang masih tersisa memiliki pelipit sisi genta di kaki candi Perwara, sementara pada candi induk memiliki makara di bagian ujung bawah tangga dan beberapa ciri tersebut memperlihatkan gaya kesenian Jawa Tngeah di abad ke VII – x Masehi. (Baca Juga : Sejarah Benua Atlantis)
Namun, dalam beberapa arca yang sangat indah juga memperlihatkan gaya kesenian dari Singasari di abad ke XIII Masehi dan perbedaan tersebut masih belum bisa dijelaskan secara gamblang sampai sekarang. Meskipun Candi Guruh pernah diperbesar, akan tetapi dalam beberapa arca tidak berasal dari tahapan tersebut khususnya pada arca yang lebih berumur dan belum ditemukan. Dari sumuran Candi ditemukan bata yang terinkripsi dengan seni paleografi dan tulisannya berasal dari abad ke XI – XII Masehi. Inkripsi singkat tersebut bisa digunakan sebagai patokan dalam menentukan tanggal dari Arca Gurah. Soejmono juga mengatakan jika Candi Gurah merupakan mata rantai antara kesenian Jawa Tengah dengan Jawa Timut.
Keruntuhan Kerajaan Kediri
Di tahun 1222, Kertajaya sedang berseteru deengan kaum Brahmana yang lalu memohon perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel dan Ken Arok sendiri juga bercita-cita untuk membuat merdeka Tumapel yang menjadi daerah bawahan dari Kediri. Perang Kediri Tumapel tersebut terjadi di Desa Ganter, pasukan Ken Arok akhirnya berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya sehingga membuat Kerajaan Kediri runtuh dan mulai detik itu berbalik menjadi bawahan Tumapel atau Singasari. Sesudah Ken Arok berhasil untuk mengalahkan Kertajaya, Kediri lalu menjadi wilayah di bawah kekuasaan Singasari dan Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya untuk menjadi Bupati Kediri. (Baca Juga : Candi Peninggalan Agama Hindu)
Tahun 1258, Jayasabha kemudian diganti oleh outranya yakni Sastrajaya dan di tahun 1271 Sastrajaya digantikan kembali oleh putranya yakni Jayakatwang. Jayakatwang lalu melakukan pemberontakan pada Singasari yang masih dipimpin Ken Arok, sesudah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang kemudian membangun ulang Kerajaan Kediri, akan tetapi Kerajaan tersebut hanya bertahan selama 1 tahun sebab terjadi serangan gabungan pasukan Mongol dan pasukan Menantu Kertanegara, Raden Wijaya.
Baca Juga :
Demikian ulasan lengkap mengenai sejarah Kerajaan Kediri yang bisa kami berikan untuk anda lengkap dengan nama-nama raja, kehidupan politik, perekonomian, beragama sampai beberapa peninggalan Kerajaan Kediri. Semoga bisa menambah wawasan anda tentang sejarah Indonesia khususnya tentang sejarah Kerajaan.