Sejarah mengenai PNI tidak dapat dipisahkan dari sejarah Indische Partij karena dari sanalah Ir. Soekarno mendapatkan ide mendirikan PNI. Memang, PNI bukan satu-satunya organisasi pergerakan yang tujuannya meraih kemerdekaan Indonesia. Namun PNI merupakan organisasi alias partai politik pertama di Hindia-Belanda yang mengurusi politik dalam rupa partai.
PNI merupakan salah satu partai paling berpengaruh di Indonesia sejak pertama kali berdiri tanggal 4 Juli 1927. Pada waktu itu, banyak organisasi pergerakan nasional yang didirikan untuk menyadarkan bangsa Indonesia akan pentingnya sebuah kemerdekaan. Salah satu organisasi tersebut adalah Perhimpunan Indonesia yang sebelumnya bernama Indische Partij.
Perhimpunan Indonesia menjalankan kegiatannya dari negeri Belanda yang jauh karena memang para pendirinya adalah kumpulan mahasiswa Indonesia yang merantau untuk belajar di Belanda. Namun kerasnya niat Perhimpunan Indonesia dalam menyebarkan semangat nasionalisme akhirnya sampai juga ke tanah air.
Artikel Terkait :
- Sejarah PETA (Pembela Tanah Air)
- Sejarah Parindra (Partai Indonesia Raya)
- Sejarah PARTINDO (Partai Indonesia)
Majalah Indonesia Merdeka yang dimiliki oleh Perhimpunan Indonesia menginspirasi para tokoh nasionalis di tanah air. Salah satunya yaitu Ir. Soekarno yang saat itu aktif berdomisili di Bandung, Jawa Barat. Bapak proklamator ini memiliki ide untuk memperpanjang pemikiran para mahasiswa Belanda agar tersampaikan kepada rakyat Indonesia. Akhirnya Ir. Soekarno membentuk sebuah klub belajar yang kegiatannya membahas isi Indonesia Merdeka. Klub ini dinamainya Algemeene Studie Club(ASC).
Selain karena semangat Perhimpunan Indonesia yang inspiratif, ternyata PNI tidak hanya berdiri atas dasar semangat kemerdekaan dari PI. Keadaan politik dan sosial yang semrawut akibat penodaan sejarah PKI yang memberontak di tahun 1926 membuat Ir. Soekarno geregetan dan ingin segera turun tangan. Beliau merasa bahwa Indonesia memerlukan cara baru lagi untuk memperoleh kemerdekaan sejati.
Awal Terbentuk
PNI lahir dari hasil rapat antara Ir. Soekarno bersama beberapa rekan seperjuangannya seperti Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Soedjadi, Mr. Budiarto, Mr. Soenarjo, dan Dr. Cipto Mangunkusumo. Merekalah yang nantinya menjadi pemimpin-pemimpin Perserikatan Nasional Indonesia atau selanjutnya berubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) di tahun 1928. Para pendiri PNI yang memang sebelumnya telah berpengalaman di bidang pergerakan nasional pun otomatis tidak mendapatkan kesulitan yang berarti untuk melebarkan sayap PNI.
Dengan cepat PNI mendapatkan massa dalam jumlah luar biasa. Ir. Soekarno yang tersohor akan kemampuan orasinya menjadi daya tarik utama partai ini. Propaganda politik yang terus disebar oleh PNI menuai kecaman keras dari Belanda. Namun tokoh-tokoh PNI tidak menghiraukannya.
Baca juga :
PNI lahir sebagai partai pembaharu yang membawa semangat dan harapan baru rakyat Indonesia setelah ISDV alias PKI melakukan aksi sepihak yang menimbulkan korban. Terlebih, ISDV ini sudah dilarang beroperasi oleh pemerintah Belanda. Sementara itu, organisasi pergerakan nasional yang lain kurang menggigit karena minim aksi nyata menuju Indonesia merdeka. Kiranya faktor-faktor inilah yang membantu PNI meraih simpati khalayak hingga menetapkan markas besarnya di Regentsweg nomor 8 kota Bandung.
Prinsip-prinsip PNI
Dalam bergerak, PNI memiliki trilogi yang lahir dari pendapat Bung Karno sebagai tumpuannya. Trilogi ini yaitu kesadaran nasional, kemauan nasional serta perbuatan nasional. Kegunaan trilogi ini dijadikan pedoman perjuangan pergerakan PNI dalam meraih tujuannya. Sementara itu, tujuan PNI untuk meraih kemerdekaan Indonesia bukanlah suatu keinginan remeh.
Kemerdekaan Indonesia harus diperjuangkan serius. Karenanya, Ir. Soekarno kembali menciptakan asas yang dijadikan landasan pergerakan PNI. Asas tersebut meliputi tekad PNI untuk berjuang secara mandiri tanpa bantuan siapapun, menolak bekerjasama dengan pemerintah Belanda dalam bentuk apapun dan bersikap antipati terhadap mereka.
Berbicara mengenai partai politik, tentunya setiap partai memiliki ideologi sendiri yang digotong. PNI membawa marhaenisme sebagai ideologi politiknya. Ideologi ini memang belum pernah ada sebelumnya. Ir. Soekarnolah yang menciptakan marhaenisme setelah terinspirasi dengan penderitaan seorang buruh tani di Bandung Selatan yang hidup bahagia, tidak pernah pernah mengeluh bahkan dapat menjadi penerang bagi orang lain meskipun dirinya sendiri sebenarnya butuh pertolongan karena terus dijajah. Petani malang tersebut bernama Marhaen. Karenanya, aliran politik Soekarno dinamakan Marhaenisme.
Perburuan Pemimpin PNI
Tidak gentarnya Soekarno beserta kawan-kawannya di PNI mengundang emosi pemerintah Belanda. Para tokoh PNI terus mempropagandakan kemerdekaan Indonesia yang harus diraih dari hasil usaha sendiri. Pemerintah Belanda pun terpaksa mengeluarkan surat penangkapan atas Ir. Soekarno dan beberapa petinggi PNI di Yogyakarta di tanggal 24 Desember 1929. Namun polisi Belanda baru berhasil menangkapnya 5 hari setelah terbitnya surat perintah tersebut.
Ir. Soekarno ditangkap bersama Soepriadinata, Maskun Sumadiredja, dan Gatot Mangkupradja yang nantinya menjadi pembuat sejarah PETA. Mulai akhir tahun 1929 ini hingga pertengahan tahun 1930, keempat tokoh PNI ini menunggu dihadapkannya mereka ke depan pengadilan. Yang paling menginspirasi dari tokoh politik tersebut adalah sikap mereka di dalam penjara.
Bung Karno menunjukkan kepada orang-orang bahwa penjara bukanlah batas yang mengurung diri dan pikiran seseorang. Ia terus bergerak aktif menelurkan ide-ide baru mengenai kemerdekaan Indonesia. Justru pemikiran brilliannya yang mendapat sambutan dunia karena gempar melihat karya Soekarno dihasilkan di balik jeruji besi selama masa menunggu pengadilan.
Baca juga :
Di dalam penjara Soekarno terus menulis dan menuangkan pikiran-pikirannya. Penjara yang sangat sempit, pengap dan bahkan harus bersatu dengan kotorannya sendiri yang tidak sempat disiram ternyata gagal menghentikan perjuangan Soekarno dari balik jeruji. Di sinilah Soekarno menghasilkan naskah pidato ‘Indonesia Menggugat’ yang terkenal itu.
Pembelaannya yang disusun dalam penjara dibacakan pula di muka pengadilan pada bulan Agustus 1930. Betapapun banyak pihak yang bersimpati dengan Indonesia Menggugat, Soekarno dan rekan-rekannya tetap dinyatakan bersalah dan dijebloskan ke penjara Sukamiskin di Bandung.
PNI Tanpa Soekarno
Karena kehilangan sosok Soekarno sementara perjuangan harus tetap berjalan, PNI memutuskan mengangkat pemimpin baru. Mr. Sartono didaulat menggantikan Soekarno pada tanggal 25 April 1931 dan mengubah PNI menjadi gerakan baru bernama Partindo. Di sisi lain, Moh. Hatta yang juga berpengaruh di PNI mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru di tahun yang sama.
Soekarno yang terus mengamati perkembangan luar dari penjara, beliau memilih menorehkan sejarah Partindo bersama Mr. Sartono. Namun di tahun 1933, beliau malah diasingkan Belanda ke Ende, pulau Flores hingga tahun 1942. Sementara itu, Moh. Hatta dengan Syahrir juga dianggap sebagai tokoh yang berbahaya jika dibiarkan hidup bebas di Jawa. Mereka pun diasingkan ke Bandaneira hingga tahun yang sama seperti Ir. Soekarno.
Baca juga :
PNI terus berkembang dan berjalan apapun yang terjadi. Hebatnya, rakyat terus percaya dengan partai ini meskipun para pemimpinnya banyak yang dijebloskan ke penjara atau justru dibuang jauh. Hingga pada akhirnya PNI menjadi pemenang dalam Pemilihan Umum tahun 1955 yang membuktikan nyatanya sejarah demokrasi di Indonesia.
Di tahun 1973, PNI menjadi payung dari 4 partai politik lainnya yang ikut Pemilu tahun 1971. Kelima partai politik ini bernafaskan nasionalisme. Mereka pun disatukan dengan nama Partai Demokrasi Indonesia. Seorang Soekarnois bernama Supeni yang pernah menjabat sebagai duta besar keliling Indonesia membangkitkan kembali PNI di tahun 1998 dan membuat PNI ikut dalam Pemilu tahun 1999.
Selanjutnya, tampuk kepemimpinan PNI kembali ke tangan keturunan Soekarno. Rachmawati Soekarnoputri menjadi penguasa PNI yang kemudian merubah namanya menjadi PNI-Marhaenisme. Sekarang ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri dianggap sebagai jelmaan PNI yang dulu didirikan oleh ayahnya.