Tokoh

Biografi Cut Nyak Dhien Singkat dan Lengkap

Cut Nyak Dhien merupakan Pahlawan Nasional wanita dari Aceh yang melakukan perjuangan di masa Sejarah Perang Aceh melawan belanda. Ketika wilayah VI Mukim diserang oleh Belanda, beliau mengungsi, sementara suaminya yang bernama Ibrahim Lamnga ikut serta berjuang melawan Belanda. Gugurnya Ibrahim Lamnga di tanah Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878 kemudian menambah semangat Cut Nyak Dhien lebih kuat  untuk melawanan Belanda. Perjuangan Cut Nyak Dien dikenang di berbagai media. Contohnya di film drama epik yang berjudul Tjoet Nja’ Dhien yang dirilis pada tahun 1988. Film ini disutradarai oleh Eros Djarot. Film ini memenangkan penghargaan sebagai Piala Citra sebagai film terbaik.

Biografi Cut Nyak Dhien : Kehidupan Sebelum Berjuang

Selain itu juga merupakan film Indonesia pertama yang mendapat kehormatan untuk tayang di Festival Film Cannes pada tahun 1989. Kemudian, pada tanggal 13 April 2014, sebuah karya seni diadakan untuk mengenang perjalanan hidup, kisah dan semangat perjuangan Cut Nyak Dhien. Karya seni ini dikemas dalam bentuk teater monolog yang disutradarai dan dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti. Kemudian teater monolog ini dipentaskan di Auditorium Indonesia Kaya Kota Jakarta.

Naskah monolog yang berdurasi empat puluh menit ini kemudian dipentaskan kembali pada 2015 di berbagai kota di Indonesia. Seperti Jakarta, Pekalongan, Semarang, Magelang dan Banda Aceh. Rencananya, teater monolong CND juga akan dipentaskan di Belanda dan Australia. Selain itu, ada sebuah kapal perang milik TNI-AL yang diberi nama KRI Cut Nyak Dhien, mata uang senilai sepuluh ribu rupiah bergambar Cut Nyak Dhien dan sebuah masjid di Aceh yang berada di dekat makamnya.

Cut Nyak Dhien terlahir dari keluarga ningrat yang memegang teguh ajaran Islam di Aceh Besar pada tahun 1848. Tepatnya Wilayah VI Mukim. Ayah Cut Nyak Dhien bernama Teuku Nanta Seutia yang menjadi sebagai hulubalang VI Mukim. Sedangkan ibunya merupakan anak dari hulubalang Lampageu. Di masa kecil, Cut Nyak Dhien ia memperoleh pendidikan pada ilmu agama dari orang tua ataupun guru agama dan ilmu rumah tangga seperti ilmu memasak, melayani keluarga dan yang menyangkut rumah tangga dari orang tuanya. Pada umur 12 tahun, Cut Nyak Dhien sudah dijodohkan oleh orangtuanya di tahun 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga. Putra dari hulubalang Lamnga XIII.

Cut Nyak Dhien Perang Aceh Melawan Belanda

Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada tanggal 26 Maret 1873. Serangan dimulai dengan menembaki meriam ke daratan Aceh dari kapal perang bernama Citadel van Antwerpen. Inilah awal dari Perang Aceh pun meletus. Pada perang tahap pertama yang terjadi 1873 hingga 1874, Aceh yang dipimpin oleh Sultan Machmud Syah dan Panglima Polim bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Di bawah pimpinan Johan Harmen, Belanda berangkat dengan kekuatan 3.198 prajurit dan mendarat pada tanggal 8 April 1873. Mereka langsung menyerang serta berhasil menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Beruntung, Kesultanan Aceh berhasil memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang berlaga di garis depan kembali dengan membawa kemenangan, sementara Köhler sendiri tewas tertembak pada bulan April 1873.

Perang tahap kedua dimulai pada tahun 1874-1880. Belanda melakukan serangan lagi di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten. Daerah VI Mukim berhasil ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1873 dan Keraton Sultan berhasil ditaklukkan pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien yang tinggal di Daerah VI Mukim dan bayinya akhirnya mengungsi bersama para ibu rumah tangga dan rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suami Cut Nyak Dhien berangkat bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim dari tangan Belanda. Tapi sayangnya, Ibrahim Lamnga yang bertempur di Gle Tarum, ia gugur pada tanggal 29 Juni 1878. Kematian suaminya ini tentu membuat Cut Nyak Dhien diselimuti kemarahan dan bersumpah akan menghancurkan para penjajah itu.

Teuku Umar, salah satu tokoh penting pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak lamaran itu tapi akhirnya menerima setelah Teuku Umar mengizinkan untuk ikut bertempur. Bergabungnya Cut Nyak Dhien berhasil meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan Belanda. Perang berlanjut secara gerilya dan berkobarlah perang fi’sabilillah. Pada tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan melakukan pendekatan dengan para Belanda dan hubungannya dengan para penjajah itu semakin kuat.

Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar yang bersam 250 orang pasukannya pergi ke Kutaraja untuk menyerahkan diri kepada Belanda. Tentu Belanda sangat senang karena musuh yang sangat berbahaya mau membantu mereka. Sehingga Belanda memberikan Teuku Umar julukan bernama Teuku Umar Johan Pahlawan. Lebih dari itu, Teuku Umar menjadi komandan unit pasukan Belanda dengan kekuasaan yang cukup besar. Teuku Umar sebenarnya merahasiakan rencana untuk menipu para Belanda, meskipun ia suduh dituduh sebagai pengkhianat oleh rakyat Aceh. Cut Nyak Dien terus berusaha menasihatinya agar kembali ke sisi rakyat Aceh untuk kembali melawan Belanda.

Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda demi mencoba siasatnya. Teukur Umar lalu mempelajari taktik dan strategi tentara Belanda, sementara perlahan tapi pasti, dia mengganti sebanyak mungkin orang Belanda di unit yang berada di bawah tanggung jawabnya. Ketika jumlah tentara Aceh yang berada di pasukan tersebut cukup, Teuku Umar menipu orang Belanda dan berencana bahwa ia ingin menyerang basis Aceh. Sebenarnya Teuku Umar hanya mencuri semua perbekalan dan logistik yang diberikan oleh Belanda. Dia berangkat kembali ke Aceh dan tidak pernah kembali.

Kejadian ini membuat Belanda sangat marah dan melakukan operasi besar untuk menangkap Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Karena sudah memiliki senjata milik Belanda, tentara Aceh berhasil mengimbanginya. Bahkan Jenderal Jakobus Ludovicus terbunuh. Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar terus menyerang semuanya bahkan banyak jenderal Belanda yang harus diganti. Pasukan elit bernama De Marsose yang dikenal tanpa ampun. Pasukan ini berhasil membuat rakyat Aceh ketakutan.

Ketakutan ini dimanfaatkan oleh Jenderal Benedcitus. Dia menyewa orang Aceh untuk menjadi mata-mata dan berhasil mengetahui rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh. Karena informasinya bocor, Teuku Umar gugur tertembak. Anak Cut Nyak Dhien menangis karena kematian ayahnya. Kini giliran Cut Nyak Dhien yang memimpin perlawanan bersama pasukan kecilnya. Hingga pasukannya hancur pada tahun 1901 setelah Belanda mempelajari cara berperang Aceh. Cut Nyak Dhien sendiri juga sudah tua dan sering terkena penyakit encok. Hingga dia berhasil ditangkap oleh Belanda. Perjuangan pun diteruskan oleh Cut Gambang.

Kehidupan Cut Nyak Dhien di Hari Tua dan Meninggal

Kekalahan Aceh membuat keadaan semakin memburuk dan Cut Nyak Dhien ditangkap. Setelah ditangkap, beliau dibawa ke Banda Aceh dan dilakukan perawatan di situ. Dua penyakitnya seperti encok dan rabun perlahan-lahan sembuh. Karena terlihat belum menyerah, Cut Nyak Dien akhirnya dibawa ke Sumedang di Jawa Barat. Karena Belanda tidak mau keberadaannya di Aceh bisa mempertahankan semangat perlawanan rakyat Aceh. Selain itu juga karena Cut Nyak Dhien terus berhubungan dengan pejuang yang masih bertekad kuat untk meneruskan perjuangan

Bersama dengan tahanan politik Aceh yang lain, Cut Nyak Dhien dibawa ke Sumedang. Dia menarik perhatian bupati Suriaatmaja dan para tahanan laki-laki juga memperhatikan Cut Nyak Dhien. Tapi identitas asli Cut Nyak Dhien tetap dirahasiakan Belanda. Ia ditahan bersama dengan seorang ulama bernama Ilyas. Ulama itu cepat menyadari bahwa Cut Nyak Dhien adalah seorang yang cukup ahli dalam agama Islam. Sehingga Cut Nyak Dhien mendapat nama julukan yaitu Ibu Perbu.

Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dhien menghembuskan nafas terakhir karena usia yang tua. Di akhir hayatnya dia lebih dikenal dengan nama Ibu Perbu dan makamnya baru ditemukan pada tahun 1959 setelah dilakukan pencarian berdasarkan permintaan Gubernur Aceh Ali Hasan yang menjabat saat itu. Ibu Perbu diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

Makam Cut Nyak Dhien

Menurut juru kunci makam, makam Cut Nyak Dhien berhasil ditemukan di tahun 1959 setelah Ali Hasan yang menjabat Gubernur Aceh pada saat itu meminta untuk melakukan pencarian. Pencarian makam Cut Nyak Dhien dilakukan setelah mendapatkan data yang ditemukan di Belanda. Masyarakat Aceh yang berada di Sumedang sering menggelar acara pertemuan. Pada acara tersebut, para peziarah berangkat ke makam Cut Nyak Dhien dengan jarak kira-kira sekitar dua kilometer. Biasanya, masyarakat Aceh yang bermukim di Bandung sering melakukan ziarah setelah hari pertama Lebaran yang dilakukan rutin setiap tahun. Selain itu, orang Aceh dari Jakarta secara rutin melakukan acara haul setiap bulan November.

Makam Cut Nyak Dhien dilakukan pemugaran pertama pada 1987. Bukti pemugaran bisa  terlihat di monumen peringatan yang berada di dekat pintu masuk. Di monumen itu tertulis peresmian makam yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Aceh Ibrahim Hasan yang menjabat saat it tepatnya pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dhien dilindungi oleh pagar besi yang digabung bersama beton dengan luas sebesar 1.500 m2. Di sebelah kiri makam ada banyak batu makam yang menjadi tempat peristirahatan terakhir keluarga ulama H. Sanusi. Di bagian belakang ada musholla yang biasa digunakan para peziarah untuk sholat.

Batu nisan Cut Nyak Dhien, dihiasi tulisan riwayat hidupnya, beberapa tulisan bahasa Arab, Surah Al-Fajr dan At-Taubah dan hikayat cerita rakyat Aceh. Jumlah peziarah makam Cut Nyak Dhien cenderung berkurang ketika waktu itu sedang heboh Gerakan Aceh Merdeka. Mereka melakukan perlawanan di Aceh untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia. Alasan lain karena aparat sering kali mengawasi daerah makam ini. Biaya perawatan makam diperoleh dari kotak amal karena pemerintah Sumedang tidak memberikan dana dan bantuan.

Demikian informasi tentang biografi Cut Nyak Dhien. Biografi Cut Nyak Dhien perlu diketahui sebagai wujud penghargaan kita kepada para pahlawan yang telah berjasa dan terus berjuang untuk membebaskan negara dari belenggu kolonialis Belanda khususnya di tanah Aceh. Selain Cut Nyak Dhien, cukup banyak pahlawan nasional yang wajib kita kenal dari berbagai wilayah Indonesia. Yaitu pahlawan nasional dari Bali, pahlawan nasional dari Sumatera Utara, pahlawan nasional dari Jawa Tengah, pahlawan nasional dari Banjarmasin, pahlawan nasional dari Jawa, pahlawan nasional dari Yogyakarta, pahlawan nasional dari Sulawesi, pahlawan nasional dari Jawa Timur, pahlawan nasional dari Riau dan pahlawan nasional dari Sumatera Barat.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Henry Hafidz

Recent Posts

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…

5 years ago

Sejarah Hari Buruh Internasional ( 1 Mei ) dan Kegiatan yang dilakukan

Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…

5 years ago

Kolonialisme dan Imperialisme – Latar Belakang dan Contoh

Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…

5 years ago

Sejarah Organisasi Internasional

Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…

5 years ago

De Facto dan De Jure – Pengertian – Perbedaan – Contoh Menerapkannya

Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…

5 years ago

Silsilah Kerajaan Demak Sebagai Kerajaan Islam Pertama

Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…

5 years ago