Pemerintah gencar mengkampanyekan Pancasila sebagai asas tunggal negara sejak awal tahun 1980-an sebagai salah satu bentuk kebijakan politik orde baru pada masa itu melalui RUU Asas Tunggal Pancasila. Dengan penetapan asas tunggal tersebut, artinya semua organisasi yang ada di Republik Indonesia wajib mendasarkan diri pada asas Pancasila dan dilarang menggunakan asas yang lain. Kebijakan ini berarti siapapun yang tidak menggunakan asas Pancasila dianggap tidak sejalan dengan kebijakan politik pemerintah di masa itu dan akan dianggap anti Pancasila.
Banyak masyarakat terutama di Jakarta yang menolak penetapan Pancasila sebagai asas tunggal. Situasi di Jakarta Utara tegang akan isu politik dan keagamaan beberapa minggu sebelum peristiwa terjadi. Hampir setiap minggu para ulama di masjid – masjid menyisipkan kritik keras kepada pemerintah Orde Baru. Mereka memprotes mengenai pemaksaan Pancasila sebagai satu – satunya asas di Indonesia. Pada saat itu seorang ulama bernama Abdul Qodir Jaelani di musala As – Saadah juga kerap memberikan khotbah yang menentang Pancasila sebagai asas tunggal.
Dari kebijakan orde baru inilah muncul suatu gelombang ketidak puasan yang memuncak menjadi penyebab peristiwa Tanjung Priok. Demonstrasi yang terjadi sebagai penolakan terhadap Pancasila sebagai satu – satunya asas berawal dari aksi kekerasan dan penahanan terhadap empat orang warga yaitu Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan Muhammad Nur. Keempatnya ditahan setelah aksi pembakaran sepeda motor Babinsa, yang kemudian menjadi latar belakang peristiwa Tanjung Priok yang mengerikan tersebut.
Penyebab Peristiwa Tanjung Priok
Pemicu aksi pembakaran itu sendiri terjadi ketika masyarakat mendengar aksi provokasi yang dilakukan oleh oknum Babinsa di musala/ masjid As – Saadah dan mereka menolak penahanan tersebut. Penyebab Peristiwa Tanjung Priok sebagai salah satu peristiwa pada masa orde baru bermula dari tanggal 8 September 1984. Ketika itu seorang Bintara Pembina Desa (Babinsa) Sersan Satu Hermanu dan seorang tekannya dari Koramil tiba di Masjid / Musala As-Saadah, gang IV Koja, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Menurut kesaksian Adul Qodir Jaelani di pengadilan, mereka bertujuan untuk membersihkan spanduk dan brosur di dalam masjid tersebut yang isinya dianggap berupa dakwah menentang pemerintah. Para jamaah menolak sehingga petugas melakukannya sendiri. Tetapi kemudian isu menyebar luas bahwa para Babinsa masuk area masjid tanpa melepas alas kaki. Tindakan itu adalah sikap yang merupakan pelanggaran serius terhadap etika umum di masjid, yaitu melanggar batas suci masjid. Bahkan ada selentingan bahwa mereka membersihkan pamflet yang ditempel dengan air comberan karena tidak tersedia peralatan.
Terjadi pertengkaran antara beberapa jamaah di masjid atau musala tersebut dengan para Babinsa setelahnya yang sempat terhenti ketika kedua petugas dibawa masuk ke kantor pengurus Masjid Baitul Makmur yang tidak jauh dari situ. Namun kabar sudah tersebar dan masyarakat sudah terlanjur berdatangan ke masjid. Masyarakat menuntut kedua petugas meminta maaf atas tindakan tersebut. Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman sebagai pengurus masjid Baitul Makmur mencoba menengahi dengan bermusyawarah, namun massa yang sudah emosi membakar motor milik Hermanu. Aparat kemudian menangkap Rambe, Sulaeman, pengurus lain bernama Ahmad Sahi, dan Muhamad Nur sebagai akibatnya. Ketahui juga mengenai faktor penyebab runtuhnya orde baru.
Terjadinya Peristiwa Tanjung Priok
Masyarakat kemudian meminta bantuan kepada Amir Biki, seorang tokoh masyarakat yang dianggap mampu menjembatani massa dengan tentara di Kodim dan Koramil karena memiliki hubungan luas dengan para pejabat militer di Jakarta. Setelah itu Amir Biki mendatangi kantor Kodim Jakarta Utara, tempat ditahannya keempat orang tersebut dan bertemu dengan As Intel Kodam V Jaya, Kolonel Sampurno. Tetapi ia tidak mendapatkan respon yang baik. Tidak juga ketika berusaha bertemu dengan Pangdam Jaya Mayjen Tri Sutrisno dan tidak berhasil. Pada tanggal 12 September, Amir Biki menghubungi kantor Kodim 0502 dan menyampaikan ultimatum kepada petugas piket untuk meminta pembebasan keempat orang yang ditahan hingga pukul 23.00 WIB. Amir Biki dan beberapa tokoh agama lain kemudian mengundang umat Islam di Jakarta dan sekitarnya dalam sebuah acara tabligh akbar sambil menunggu.
Tanggal 12 September 1984 pada latar belakang peristiwa Tanjung Priok, sekitar 1500 hingga 3000 orang massa berkumpul untuk menuntut pembebasan empat orang yang ditahan. Mereka datang dari arah pelabuhan Tanjung Priok dan bergerak ke arah Kodim, sebagian menuju Polres Tanjung Priok. Massa yang menuju Polres dihadang pasukan militer bersenjata lengkap, bahkan juga alat berat seperti panser. Karena massa terus maju, tentara langsung menembak dengan senapan otomatis. Walaupun sudah jatuh korban dan ribuan orang lari dengan panik, aparat terus menembak dengan beringas dan tidak berhenti. Rombongan Amir Biki yang menuju Kodim juga mengalami nasib serupa, ditembak begitu mendekat sehingga Amir Biki langsung menjadi korban tewas. Setelah peristiwa terjadi, datanglah truk tentara yang mengangkut para korban penembakan ke RSPAD Gatot Subroto. Ketahui juga mengenai kerusuhan dalam penyebab peristiwa Aceh 1990 , sejarah peristiwa malari dan sejarah perang Ambon.
Menurut investigasi dari Solidaritas Nasional Untuk Peristiwa Tanjung Priok (Sontak) jumlah korban diperkirakan mencapai 400 orang tewas tidak termasuk yang cacat dan luka – luka. Akan tetapi menurut pemerintah, jumlah korban sama sekali tidak mencapai angka sebanyak itu. Data Komnas HAM juga hanya mencatat korban tewas sejumlah 24 orang dan 55 orang luka – luka. Hingga sekarang pun penyebab peristiwa Tanjung Priok dan latar belakangnya yang sarat dengan ciri pokok orde baru masih simpang siur terutama dalam detil peristiwanya. Bahkan konon hingga dua tahun setelah peristiwa itu, suasana di Tanjung Priok masih terasa mencekam.
Menurut Pangkopkamtib LB. Moerdani, diantara massa pada waktu itu ada yang membawa senjata tajam dan bensin sehingga memberi alasan bagi para aparat untuk bertindak brutal ketika massa tidak mau membubarkan diri.Setelah peristiwa tersebut, aparat TNI kemudian melakukan penggeledahan dan penangkapan orang – orang yang dicurigai memiliki hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Mereka menangkap para tersangka di rumah atau di sekitar lokasi penembakan. Sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur yang jelas dan surat perintah penangkapan, bahkan tanpa memberitahu keluarganya. Orang – orang yang ditangkap ditahan di Laksusda Jaya, Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis.
Penyebab peristiwa Tanjung Priok yang berakhir kepada kerusuhan dan pembunuhan brutal berlanjut pada sidang subversi, dimana sejumlah orang diadili atas tuduhan melawan pemerintahan yang sah. Abdul Qadir Djaelani ditangkap dan diadili, Salim Qadar dihukum 20 tahun penjara, Tonny Ardie selama 17 tahun penjara, dan seorang terdakwa lain bernama Ratono yang menghadapi dakwaan merongrong dan menyelewengkan ideologi serta haluan negara. AM Fatwa sebagai anggota Petisi 50 yang kerap memprotes kebijakan pemerintah orde baru juga ditahan karena kelompoknya menerbitkan penjelasan berbeda dari versi pemerintah mengenai penyebab peristiwa Tanjung Priok. Hingga saat ini keluarga korban masih banyak yang menuntut keadilan dan investigasi menyeluruh atas pelanggaran HAM besar – besaran yang terjadi, namun belum ada tanggapan yang berarti dari pemerintah.
Latar Belakang Hari Kebangkitan Nasional Setiap tanggal 20 Mei rakyat Indonesia memperingati hari kebangkitan nasional…
Latar Belakang Hari Buruh Internasional ( May Day) Demonstrasi dan orasi merupakan hak semua orang…
Mungkin banyak dari kita yang sering membaca atau mendengar istilah kolonialisme dan imperialisme. Selain dari…
Dunia ini memiliki banyak negara. Total ada Negara 193 negara yang ada di dunia ini.…
Kita sering kali mendengar istilah de facto dan de jure. Beberapa di antara kita mungkin…
Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak merupakan bagian dari sejarah kerajaan Islam di Indonesia sebagai kerajaan…