Ternyata peninggalan masa lalu berupa sebuah kota bukan hanya bisa ditemui pada sejarah Chichen Itza (Mexico) saja. Di belahan bumi lainnya, tepatnya di Peru ada sebuah kota peninggalan peradaban maju. Bangunan unik ini dinamai Machu Pichu. Sekilas ingatan kita kembali ke sebuah kartun bernama Pikachu. Namun ternyata Machu Pichu jauh dari kata-kata lucu dan berwarna. Sebagaimana bangunan kuno lainnya yang bertahan hingga kini, sejarah Machu Pichu menyimpan cerita yang menarik.
Bahasa Peru atau Quechua mengartikan Machu Pichu sebagai Puncak Tua. Hal ini sangat berkaitan dengan letak Machu Pichu yang menduduki daerah pegunungan. Ketinggian bangunan ini diukur dari permukaan laut adalah 2.340 mdpl. Cukup tinggi bukan ? Jadi tidak semua orang memiliki kemampuan mengunjungi situs kuno bersejarah warisan Suku Inka tersebut.
Tepatnya pada 7 Juli 2007 ada sekitar 100 juta manusia di bumi memilih Machu Picchu sebagai tempat wisata layak dikategorikan 7 keajaiban dunia. Dukungan besar yang dikirim melalui short message service (SMS) dan internet tersebut menghasilkan keputusan yang ditetapkan oleh Swiss Foundation bahwa Machu Pichu memang pantas menduduki posisi tersebut.
Proses Penemuan
Penemuan perdananya dilakukan oleh seorang arkeolog asal Yale University, United States of America. Nama arkeolog peminat situs kuno itu adalah Hiram Bingham yang menemukan Machu Pichu tahun 1911 Masehi. Berarti masih merupakan situs baru dibandingkan penemuan sejarah piramida Mesir, sejarah Taj Mahal maupun sejarah kakbah.
Penemunya, Bingham menemukan warisan ini secara tidak sengaja. Berawal dari tugas kuliahnya yang membawanya melakukan ekspedisi ilmiah di pegunungan Andes. Niat awal Bingham hanyal menjelajahi dan mempelajari vegetasi-vegetasi liar di sana. Namun Tuhan menakdirkan dia sebagai perantara untuk membuka mata dunia akan kebesaran sebuah peradaban masa lalu.
Bingham membawa seorang pemandu wisata yang lebih dulu menguasai seluk beluk pegunungan Andes. Mereka bersama-sama menjelajahi bagian-bagian pegunungan Andes yang masih asing. Karena hutannya lebat, maka tangan harus ikut bermain menyibak setiap ilalang dan semak belukar yang sangat liar.
Secara kebetulan mata Bingham menatap sebuah bangunan bernuansa kuno. Saat itu bangunan megah tersebut masih sangat samar karena tertutup banyaknya pepohonan dan ilalang tinggi. Tentu saja Bingham dengan pemandunya tidak langsung mempercayai mata normal mereka. Seakan semuanya adalah pengalaman mistis yang menakutkan sekaligus menakjubkan. Tapi ternyata yang dilihatnya adalah sebuah bangunan nyata, bukan hanya imajinasinya bersama pemandu wisata.
Dengan bermodalkan kepercayaan akan makna bangunan dan pengaruhnya terhadap peradaban manusia, Bingham semakin penasaran. Ia sangat yakin bahwa bangunan yang dilihatnya adalah bangunan petunjuk untuk menguak kebesaran peradaban suku Inka di atas bumi. Banyak penelitian kemudian dilaksanakan pihak-pihak terkait di area Machu Picchu. Kabar tentang artefak bernilai mahal, pemandangan indah serta petunjuk-petunjuk kuno lainnya lalu cepat menyebar ke seluruh Amerika dan dunia.
Teori Bangunan Machu Picchu
Situs arkeologi tersebut adalah bekas bangunan yang dimiliki suku Inka pada masa sebelum Columbus menemukan benua Amerika. Lokasi tepatnya ada di bangunan reruntuhan lembah Urumbamba, Peru. Sebuah tempat 70 km sebelah barat laut Cusco merupakan kota yang dilapisi emas. Pendiri kota megah itu adalah orang yang sama dengan pendiri kerajaan Inka yang bersiri sejak tahun 1440 Masehi.
Pachacutec Yupanqui adalah raja pertama di kerajaan Inka. Beliau mendirikan Machu Pichu sebagai lambang pengabdian dan komunitas mereka yang abadi di tengah lebatnya hutan Amazon dan di hulu sungai Urubamba. Perlu diketahui bahwa hutan Amazon adalah salah satu hutan terhijau di dunia yang menyumbang banyak suplai oksigen bagi wilayah Amerika maupun dunia. Banyak satwa dan flora langka yang menempati hutan hijau tersebut.
Karena tergolong baru ditemukan, segeralah muncul banyak spekulasi mengenai bekas reruntuhan bangunan yang datang dari berabad-abad lampau. Ada banyak ahli yang mengeluarkan teori baru sekilas mengomentari penemuan kota megah di atas bukit. Beberapa di antara mereka meyakini Machu Picchu bukan sebagai kota administratif, melainkan makam dari pendiri kerajaan Inka, Pachahutec.
Artikel Terkait :
Teori yang mendukung Machu Pichu sebagai bangunan makam didasari oleh banyaknya bagian bangunan di sana yang berlapis emas. Sementara teori lain yang bersikukuh menganggap Machu Picchu sebagai Illacta (kota) administratif yang normalnya menjadi pusat ekonomi dari wilayah-wilayah kecil bawahan kerajaan Inka belum memberi bukti konkret. Orang-orang ini yakin bahwa para bangsawan Inka bertempat tinggal di Machu Pichu.
Ternyata bukan hanya dua teori saja yang mewarnai pembangunan Machu Pichu. Sebagian ahli mengeluarkan teori bahwa Machu Pichu adalah vila orang-orang berpengaruh dari kerajaan Inka. Tempat itu juga menjadi lokasi upacara observasi astrologi dan musim.
Sedikit banyak kita jadi kembali teringat dengan sejarah Chichen Itza (Mexico) yang juga terkenal dengan kecanggihan bangunannya serta hubungan erat mereka dengan ilmu astronomi. Bangunan di sana bahkan memiliki hitungan tersendiri yang semuanya berhubungan dengan ilmu pengetahuan mereka. Sementara itu, masyarakat setempat meyakini siluet gunung yang dalam bahasa mereka disebut Huayna Picchu alias gunung muda adalah hidung orang Inka yang menghadap langit.
Arsitektur Machu Picchu
Sebagaimana sejarah Colosseum mengatur tempat duduk penonton di dalam bangunan teaternya, Macchu Piccu juga memiliki tatanan sendiri dalam bangunan. Situs ini memiliki banyak tingkatan di mana setiap tingkatannya menggambarkan ketinggian kekuasaan dan kehormatan mereka di masyarakat. Jadi sudah dapat ditebak bahwa kehidupan orang Inka bertentangan dengan sejarah HAM di dunia.
Semakin orang Inka memiliki jabatan tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat duduk mereka di kota Machu Picchu. Yang perlu digaris bawahi hanyalah tingkat puncak di Machu Pichu. Masyarakat Inka menggunakan area tertinggi Machu Picchu sebagai tempat memberi penghormatan kepada matahari. Upacara ini dilaksanakan setiap hari oleh penduduk Inka.
Hasil Kebudayaan Suku Inka
Dari sini kita dapat mengetahui ternyata kebiasaan menyembah matahari yang datang dari zaman kuno bukan hanya dimiliki oleh orang-orang Jepang di timur saja. Bahkan orang kuno di daratan Amerika juga suka menyembah matahari. Mungkin karena mereka merasa kehidupan di dunia tidak akan berjalan normal bahkan mengerikan sekali jika tidak ada matahari yang berputar setiap hari.
Perbedaannya ada pada hasil budaya masyarakat Inka yang sudah tergolong maju, hampir sebagaimana suku Maya menggegerkan penelitian modern. Orang Inka di sekitaran Machu Picchu memiliki sebuah batu yang besarnya hampir sama dengan piano klasik. Batu tersebut bukan batu kuno biasa. Orang Inka menyebutnya ‘intihuatana’ yang berarti tempat tambatan matahari. Dan ternyata fungsinya adalah sebagai jam matahari, pengingat waktu bagi kehidupan orang Inka.
Kebiasaan lain suku Inka yang sama dengan suku Maya terletak pada dunia pertaniannya. Kedua suku besar ini terbiasa memelihara banyak tanah pertanian untuk digunakan sebagai tempat menghidupi keluarga. Tanaman yang dibudidayakan adalah tanaman pokok bagi mereka seperti koka, jagung serta mawar dan sayuran lain.
Masyarakat Inka menanam koka bukan berarti mereka sudah menggunakan narkoba sebagaimana olahan kokain dan beberapa jenis narkoba abad modern ini. Setidaknya kita dapat mengetahui persamaan orang kuno dengan orang modern. Sebagaimana kebiasaan penduduk adat di wilayah Papua, Indonesia mengonsumsi ganja sebagai lalapan teman nasi sehari-harinya. Tentu kita tidak dapat menyalahkan mereka begitu saja, apalagi sampai menganggap bangunan peninggalan mereka tidak penting dimasukkan sejarah hanya karena kebiasaan kuno tersebut. Ada alasan lain yang dapat dijelaskan secara ilmiah mengapa masyarakat kuno suka mengonsumsi hasil pertanian dari tanaman bahan dasar narkoba.
Machu Picchu Dikosongkan
Masih terkait dengan suku Maya, ternyata suku Inka juga meninggalkan kota megah mereka. Sebagaimana suku Maya meninggalkan Chichen Itza mereka karena pendatang baru. Orang-orang Inka juga meninggalkan Macchu Picchu karena kedatangan bangsa Spanyol di wilayah Amerika Selatan. Hal ini sudah memiliki banyak bukti berupa peninggalan benda kuno di Macchu Picchu.
Para ahli dan arkeolog memiliki pendapat berbeda dengan kenyataan di Machu Picchu. Bagi mereka, orang-orang Inka yang pergi dari kota Machu Picchu diakibatkan oleh wabah cacar yang hampir menjadi pagebluk. Ada lebih dari setengah penduduk kota yang tewas diserang cacar sekitar tahun 1527 Masehi. Wabah penyakit ini kemudian melemahkan kebesaran Inka. Ada banyak perang sesama di internal kerajaan.
Artikel Terkait :
Di manapun tempatnya, sebuah bangunan kuno yang mnemiliki riwayat berdarah akibat perang maupun penyiksaan akan selalu memberi ketakutan bagi generasi setelahnya. Selepas kerajaan Inka benar-benar hancur karena perang saudara, seorang warga negara Spanyol bernama Pizzaro baru datang ke Cuzco. Waktu itu tahun menunjukkan angka 1532 Masehi dan Machu Picchu terlanjur menjadi kota berhantu yang keindahan di atas awannya tidak patut dikuasai oleh Spanyol.
Sebenarnya hanya Machu Picchulah satu-satunya simbol kekuasaan kerajaan Inka yang pernah dikenal hampir sebesar kekuasaan suku Maya. Situs warisan budaya tersebut diakui UNESCO sebagai world heritage alias tempat warisan budaya dunia pada tahun 1982. Hanya saja penetepannya di sebagai 7 keajaiban dunia baru berhasil beberapa dekade setelah itu.
Situs Machu Picchu sempat menyedot perhatian publik bukan karena keindahannya yang menggantung di atas awan. Obyek wisata tersebut terkenal karena banyak turis yang datang bukan mempelajari sejarahnya, tetapi membekaskan banyak kerusakan di bagian situsnya. Padahal Machu Picchu adalah salah satu situs penting yang menjadi bukti betapa pada zaman dahulu banyak peradaban kuno yang memiliki seni arsitektur lebih tinggi dari seni arsitektur masa kini.
Respek Warga Amerika Terhadap Machu Picchu
Pada waktu penemunya, Hiram Bingham menjumpai situs ini untuk pertama kali, tempat ini tampak sangat menyeramkan. Pada waktu Hiram harus membuka lebatnya vegetasi pepohonan hutam Amazon yang seakan telah menjadi satu dengan situs lama tersebut selama berabad-abad. Bisa dibayangkan betapa sulitnya membuka lahan lebat di tengah hutan rimba di atas bukit dengan ketinggian menengah. Semua ini dilakukan dengan satu tujuan utama, mempelajari jejak sejarah suku Inka.
Pegunungan Andes di Peru memang menyimpan banyak misteri. Ketika para arkeolog mengetahui penemuan Bingham, mereka langsung antusias membantu karena dengan terkuaknya bangunan kuno ini maka ada peradaban besar dalam sejarah manusia yang dapat dipelajari dari bukti otentik yang ada. Sayangnya, bangunan-bangunan di rangkaian pegunungan Andes sudah terlalu lama tidak tersentuh tangan manusia.
Baca juga :
Berbeda dengan kebiasaan masyarakat kita, orang-orang Amerika begitu respek dengan kebudayaan dan sejarah mereka. Padahal sejarah Indonesia terbukti jauh lebih kaya dari sejarah bangsa tersebut. Salah satu bukti respek warga Amerika terhadap penemuan baru Machu picchu adalah ramainya pengunjung. Sekitar 2.500 orang setiap hari mengunjungi situs ini. Padahal perjalanannya tidak semulus berwisata ke daerah di dataran rendah.
Media-media di Amerika Serikat sudah sepakat menganggap Machu Picchu sebagai bangunan terpenting serta paling terpelihara di dunia yang datang dari peradaban kuno. Wajar saja jika mereka mengeluarkan pernyataan semacam ini karena mereka adalah generasi penerus Amerika.
Walaupun menjadi sumber pemasukan besar bagi pemerintahan Peru, tidak lantas pemerintah dengan senang hati terus meningkatkan iklan agar Machu Picchu semakin ramai pengunjung. Pemerintah dan para pemerhati situs arkeologi Amerika justru takut dengan banyaknya pengunjung yang berdatangan setiap hari berpotensi membuat kerusakan pada bagian bangunan situs arkeologi tua itu. Sampai sekarang pemerintah Peru terus berusaha meningkatkan perlindungan terhadap situs.