Gunung Merapi merupakan gunung api paling aktif di Indonesia dengan frekuensi erupsi sebanyak satu kali dalam kurun waktu lima tahun. Nama gunung Merapi merupakan singkatan dari kata ‘meru’ yang berarti gunung dan ‘api’, berdasarkan dua kata tersebut maka terbentuklah kata ‘merapi’ yang berarti gunung api. Jika dipelajari lebih mendalam, diketahui bahwa gunung ini bisa terbentuk karena adanya aktivitas pada zona Lempeng Indo-Australia yang pada akhirnya bergerak ke bagian bawah Lempeng Eurasia sehingga memunculkan aktivitas vulkanik di wilayah tengah pulau Jawa.
Baca juga: Sejarah benua Australia
Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar gunung tersebut, Merapi bukan hanya sekedar gunung, akan Merapi adalah sumber penghidupan, tanah kelahiran dan juga teman dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, para masyarakat juga menyakini bahwa Merapi adalah sebuah kerajaan. Hal ini berdasarkan dari keyakinan bahwa Merapi merupakan salah satu dari tiga kerajaan yang ada di Yogyakarta. Dua di antaranya adalah Keraton Yogyakarta dan Keraton Laut Selatan.
Ketiga kerajaan ini berada di satu garis lurus, dalam artian bahwa kerajaan Merapi dan kerajaan Laut Selatan dipercaya telah dihuni oleh makhluk dari alam lain. Berdasarkan mitos bahwa Nyai Gadung Melati diyakini mendiami gunung Merapi. Nyai Gadung Melati juga dipercaya sebagai pemimpin makhluk halus sekaligus sebagai pelindung wilayah sekitar Merapi. Sedangkan Keraton Yogyakarta merupakan kerajaan manusia dan dipimpin oleh raja.
Baca juga: Kerajaan-kerajaan di Indonesia dan sejarahnya
Selain itu, ada pula nama yang disebut-sebut sebagai Eyang Sapu Jagad yang dipercaya memiliki hubungan dan ikatan dengan penguasa Laut Selatan. Berdasarkan cerita, Eyang Sapu Jagad ini dititipkan sebuah “Telur Jagad” yang diberikan oleh penguasa Laut Selatan, Kanjeng Ratu Kidul. “Telur Jagad” tersebut merupakan bantuan dari Ratu Kidul pada saat Panembahan Senopati ingin membangun kerajaan baru. Banyak cerita yang berkembang bahwa apabila Nyai Gadung Melati hadir di mimpi masyarakat sekitar maka itu adalah pertanda bahwa akan ada bencana.
Sejarah Museum Gunung Merapi
Berdasarkan data, bahwa gunung Merapi telah Meletus sebanyak 68 kali sejak tahun 1548. Hal ini menimbulkan dampak dan risiko yang tidak sedikit, terlebih jika melihat fakta bahwa terdapat kota besar yang tepat berada di wilayah gunung Merapi, seperti Magelang dan Yogyakarta. Bahkan, pada lereng gunung Merapi masih terdapat pemukiman yang berjarak hanya sejauh empat kilometer dari puncak gunung. Berdasarkan fakta tersebut, maka pemerintah setempat berinisiatif mendirikan sebuah museum yang berisi informasi tentang bagaimana menghadapi bencana dan apa saja yang bisa dilakukan pasca bencana.
Baca juga: Sejarah Museum kota Makassar
Museum gunung Merapi dibangun sejak tahun 2005 dengan adanya kerjasama Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi Yogyakarta, dan Pemerintah Kabupaten Sleman. Akan tetapi, museum ini baru dibuka secara umum dan diresmikan oleh Purnomo Yusgiantoro, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. pada tanggal 1 Oktober 2009. Museum ini bisa menjadi tempat sebagai sarana pendidikan meliputi segala informasi tentang gunung api dan bencana geologi lainnya.
Dengan dibangunnya museum ini, maka tentu saja terdapat visi dan juga misi yang ingin dicapai. Adapun visi dari museum gunung Merapi ini adalah “Terwujudnya pengetahuan masyarakat tentang pemahaman Gunung Merapi dan ilmu kegunungapian serta kebencanaan” Sementara itu, untuk misinya adalah “Meningkatkan geowisata bernilai edukasi tentang ilmu kegunungapian dan kebencanaan di Yogyakarta”. Maka berdasarkan visi dan misi tersebut, maka didirikannya museum gunung Merapi ini bertujuan untuk menambah wawasan dan pemahaman dalam segala aspek, baik ilmiah maupun sosial budaya agar mampu meningkatkan serta mencerdaskan kehidupan masyarakat.
Baca juga: Bangunan bersejarah di Australia
Denah dan Koleksi Museum Gunung Merapi
Museum gunung Merapi yang memiliki luas tanah sekitar 3,5 hektar dengan bangunan utama seluas 4.470 meter persegi ini terletak di Jalan Boyong, Desa Hariobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Anda bisa dengan mudah menemukannya sekitar lima kilometer dari objek wisata Kaliurang. Tentu saja, sebelum pembangunan museum ini, beberapa alasan serta tujuan telah ditetapkan oleh pemerintah. Dimana tujuan tersebut diharapkan bisa membantu masyarakat untuk lebih mengenal lagi tentang gunung Merapi.
Jika melihat artsitektur bangunan museum ini maka akan terlihat bentuk bangunan yang unik yang menyerupai bentuk trapesium. Bentuk ini memiliki arti, di mana bentuk pintu utamanya mencerminkan bentuk sebuah candi, dan puncaknya mencerminkan bentuk tugu Yogyakarta. Sementara itu, denah bangunan museum ini sendiri berbentuk sentripetal yang memvisualisasikan bangunan keraton.
Pada mulanya, museum ini didirikan untuk sebuah dedikasi dalam merekam jejak gunung Merapi yang termasuk gunung api tertua di Indonesia. Dalam hal ini, jika Anda berkunjung ke museum tersebut Anda bisa melihat dan mungkin juga mengenang kejadian-kejadian yang pernah terjadi yang berhubungan dengan letusan gunung Merapi. Seperti, segala hal yang terjadi pada saat gunung Merapi erupsi, bahkan suara letusan gunung pun bisa Anda dengar melalui rekaman. Tidak salah lagi, bahwa tujuan museum ini didirikan adalah untuk memberikan edukasi dan juga mengenalkan segala hal yang mungkin saja belum diketahui tentang gunung Merapi.
Baca juga: Sejarah museum La Galigo
Terlebih, jika melihat fakta bahwa negara Indonesia berada di wilayah vulkanik bumi yang paling aktif, maka tentu saja museum ini juga akan menambah informasi tentang bencana-bencana geologi yang mungkin terjadi. Di samping itu, pemahaman tentang betapa pentingnya meminimalisir resiko dan juga kerugian yang bisa diakibatkan oleh bencana alam juga bisa didapatkan melalui museum gunung Merapi ini.
Jika dilihat lebih dalam lagi, museum gunung Merapi ini terdiri dari beberapa ruangan yang fokus kepada tujuan awal bangunan ini didirikan. Fokus tersebut bisa dilihat dari informasi tentang gempa bumi, tsunami, diorama, bencana pergerakan tanah, alat-alat survey serta film show. Semuanya bisa dinikmati dan juga bisa dipelajari didalam museum ini.
Namun, tidak terlupakan juga, bawa museum ini didirikan untuk media dokumentasi gunung Merapi itu sendiri. Misal, adanya informasi tentang tipe-tipe gunung api. Ada pula sebuah artefak letusan gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2006. Artefak tersebut berupa benda-benda yang menjadi saksi bisu betapa dahsyatnya letusan yang terjadi, seperti beberapa alat rumah tangga dan juga benda-benda lainnya. Selain itu, foto-foto yang membekukan peristiwa erupsi pada tahun 2006 juga bisa disaksikan di museum ini.