Pers dalam bahasa Belanda atau press dalam bahasa Inggris artinya adalah cetak secara harfiah. Secara makna, arti pers adalah penyiaran secara cetak atau publikasi yang dicetak. Dari segi definisi, pers adalah lembaga sosial dan sarana komunikasi massa yang menjalankan kegiatan jurnalistik yang meliputi pencarian, pemerolehan, memiliki, penyimpanan, pengolahan dan penyampaian informasi dengan segala jenis media serta saluran yang ada. Pengertian pers pada saat ini tidak hanya terbatas pada media cetak saja atau media elektronik, tetapi telah meluas kepada berbagai media informasi seperti internet dan media sosial.
Saat ini pers sejak sejarah kemerdekaan Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat baik itu dari segi media yang bisa digunakan untuk penyampaian informasi maupun cakupan wilayah penyebaran informasi yang semakin meluas. Pada era reformasi kebebasan pers kerap mengundang kontroversi di masyarakat namun jika dibandingkan dengan masa orde baru, masih ada segi positif yang bisa didapatkan oleh masyarakat dari penyampaian informasi yang terbuka dan jujur tanpa ada yang ditutupi seperti kebijakan politik pada masa Orde Baru yang melibatkan pemberangusan pers.
Peranan Pers
- Untuk memenuhi hak masyarakat akan perolehan informasi.
- Menegakkan nilai – nilai dasar demokrasi, mendorong perwujudan supremasi hukum dan hak asasi manusia, juga menghormati kebhinekaan.
- Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan juga benar.
- Mengawasi dan mengkritik, mengoreksi, memberi saran terhadap hal – hal yang berkaitan dengan kepentingan umum untuk masyarakat.
- Memperjuangkan keadilan dan kebenaran dalam pemberitaannya.
Karakteristik Pers Masa Reformasi
Runtuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 karena beberapa faktor penyebab runtuhnya Orde Baru dianggap sebagai pencerahan dan adanya harapan bagi kebebasan pers sebagai bagian dari sejarah demokrasi di dunia. Rakyat yang pada saat itu menginginkan adanya reformasi di segala bidang karena belenggu yang dirasakan pada masa orde baru, sehingga tumbuhnya pers di era reformasi menjadi hal yang menguntungkan untuk masyarakat untuk mengisi celah atau kekosongan di ruang publik antara penguasa dan rakyat yang tidak dapat mengungkap penyimpangan pada masa orde baru.
Pers sudah memegang peranan sentral untuk tujuan tersebut dengan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk menentukan sikap , memfasilitasi pembentukan opini publik untuk mencapai kesepakatan bersama atau mengontrol kekuasaan para penyelenggara negara. Pers pada masa reformasi mendapatkan kebebasan ketika Habibie naik menjadi Presiden menggantikan Soeharto. Gerakan reformasi yang terjadi pada tahun 1998 memunculkan perundang – undangan baru mengenai pers antara lain UU no. 40 tahun 1999 yang mengumumkan secara tersirat dan yang menandai kebebasan pers pada masa reformasi bahwa:
- Pers Indonesia tidak lagi menganut kebebasan dengan kontrol pemerintah melainkan menjadi pers bebas dan memiliki tanggung jawab kepada kepentingan umum.
- UU no 40 tahun 1999 mengalihkan kewenangan kepada masyarakat umum untuk mengontrol pers dan bukan lagi wewenang pemerintah.
- UU tentang pers pada masa reformasi berkaitan dengan UU no.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Dalam UU no. 40 tahun 1999 pasal 4 ayat 1 tegas menjamin adanya kemerdekaan pers sebagai bagian dari hak asasi setiap warga negara yang hakiki untuk menegakkan keadilan dan kebenaran juga memajukan dan mencerdaskan bangsa, dan pada pasal 4 ayat 2 tidak lagi mengadakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran.
- Pasal 4 ayat 2 juncto pasal 18 ayat 1 UU nomor 40 tahun 1999 menyatakan perlindungan untuk praktisi pers dengan ancaman hukuman pidana selama dua tahun penjara atau denda sebesar 500 juta bagi siapapun yang menghambat kebebasan pers dalam sejarah televisi di Indonesia dan sejarah radio di Indonesia.
- Wartawan atau pers pada masa reformasi memiliki hak untuk menolak menyebutkan identitas sumber informasi dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum untuk melindungi sumber informasinya. Namun hak tolak tersebut akan gugur bila berkaitan dengan kepentingan dan ketertiban umum dan keselamatan negara yang dinyatakan secara tegas oleh pengadilan.
- Banyaknya kemunculan penerbitan pers atau koran, majalah dan tabloid yang baru lebih dari sepuluh kali lipat karena pengurusan surat izin penerbitan yang dipermudah. Hal ini tercantum dalam pasal 9 ayat 2 UU no. 40 tahun 1999 yang menghapuskan keharusan pengajuan SIUPP untuk menerbitkan pers. UU tersebut menjadi dasar bagi kemerdekaan pers di Indonesia, yang dapat menghilangkan pembatasan surat izin penerbitan pers dan sebagainya, juga mencakup untuk seluruh pers.
- Pasal 2 UU no. 40 tahun 1999 menyatakan bahwa kebebasan pers merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip – prinsip demokrasi, keadilan juga supremasi hukum.
- Pencabutan SK Menpen no.47 tahun 1975 mengenai pengakuan pemerintah terhadap PWI sebagai satu – satunya organisasi wartawan di Indonesia sehingga PWI atau Persatuan Wartawan Indonesia tidak lagi menjadi satu – satunya organisasi penyiaran pers. Pencabutan SK ini telah mengakhiri era wadah tunggal organisasi pers dan tidak sampai satu tahun muncul sebanyak 34 organisasi wartawan baik itu cetak dan elektronik.
- Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, Departemen Penerangan dibubarkan dan membentuk Dewan Pers untuk mengawasi dan menetapkan pelaksanaan kode etik pers, menjadi mediator antara masyarakat, pers dan pemerintah.
- Kegiatan jurnalisme hingga sekarang diatur oleh Undang – undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, akan tetapi kegiatan jurnalisme yang dilakukan juga cukup banyak melanggar kode etik pers sehingga masih terjadi kontroversi di masyarakat.
Fungsi Pers
Sejak dulu hingga sekarang terlepas dari berbagai pembatasan yang pernah dialami pada masa orde baru, fungsi pers pada masa reformasi dan era lainnya tetap sama dan perlu dijunjung tinggi agar tidak menyimpang dari kaidah – kaidah jurnalistik. Berikut ini adalah beberapa fungsi pers yang perlu diketahui:
- Sebagai media informal – Pers dapat memberi serta menyediakan informasi mengenai peristiwa yang terjadi kepada masyarakat dan pembelian informasi terjadi ketika masyarakat memerlukannya.
- Sebagai media pendidikan – Pers berfungsi sebagai sarana pendidikan untuk massa dengan pemuatan tulisan – tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga dapat menambah wawasan masyarakat.
- Fungsi hiburan – Pers memuat hal – hal atau berita yang bersifat menghibur untuk mengimbangi liputan berita – berita serius serta berbobot. Misalnya cerita pendek, teka teki silang, karikatur dan lainnya.
- Fungsi kontrol sosial – pers berfungsi sebagai partisipasi sosial yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan, tanggung jawab sosial yaitu memberitakan pertanggung jawaban pemerintah terhadap rakyat, dukungan rakyat terhadap pemerintah dalam fungsi dukungan sosial, dan sebaga kontrol masyarakat akan tindakan – tindakan pemerintah dalam fungsi kontrol sosial.
- Fungsi ekonomi – Pers dapat menggunakan situasi di sekitarnya menjadi nilai jual untuk berita yang mereka ungkapkan.
Kelebihan adanya kebebasan pers pada masa reformasi membuat masyarakat bisa menyampaikan pendapatnya dengan leluasa lewat media massa, dan para wartawan bebas memilih organisasi pers mana yang ingin mereka ikuti sesuai dengan idealisme masing – masing, juga pengakuan akan keberadaan dewan pers.
Namun sayangnya pada kebebasan yang bersifat euforia ada pula sisi negatif dari kemerdekaan yang didapatkan oleh pers. Diantaranya kurangnya kontrol terhadap pertumbuhan media massa baru dan isi beritanya yang kerap bersifat menghasut, sensasional dan mengarah kepada hiburan berbau seksual, serta liberalisasi ekonomi dan budaya di media massa yang mengabaikan unsur pendidikan sehingga kurang baik untuk generasi muda.