Museum Sri Baduga adalah salah satu museum di Bandung yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Museum ini beralamat di Jalan BKR No. 185 Bandung, Jawa Barat. Koleksi Museum Sri Baduga meliputi benda-benda bersejarah terkait dengan peninggalan bersejarah di Jawa Barat.
Museum Sri Baduga pembangunannya mulai dilakukan pada tahun 1974, yakni dengan memanfaatkan bangunan bersejarah di Jawa Barat yakni bekas Kawedanan Tegallega. Museum ini diresmikan pada tanggal 5 Juni 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan waktu itu (Daoed Joesoef) yang didampingi oleh Gubernur Jawa Barat (H. Aang Kunaefi) dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Barat pada awalnya.
Setelah sepuluh tahun kemudian yakni pada 1 April 1990 ditambahkan dengan nama “Sri Baduga”. Nama “Sri Baduga” diambil dari gelar salah seorang Raja Pajajaran, Sri Baduga Maharaja (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Padjajaran Sri Sang Ratu Dewata) sesuai yang tertulis pada Prasasti Batutulis. Penamaan Sri Baduga pada museum ini bertujuan agar nama besar Raja Padjajaran dapat dikenang sepanjang masa oleh masyarakat Jawa Barat. Penamaan museum ini kemudian ditetapkan melalui Kepmendikbud nomor 02223/0/1990 tanggal 4 April 1990.
Museum yang menyimpan berbagai koleksi luar biasa ini berubah statusnya menjadi Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat pada Otonomi Daerah 2002. Tugas pokok dan fungsi dari balai penggelolaan tersebut adalah melaksanakan pengumpulan, penelitian, perawatan, dan penyajian benda peninggalan sejarah alam dan kebudayaan Jawa Barat serta bimbingan edukatif kultural. Baca juga tempat bersejarah di Jawa Barat, sejarah Museum Linggarjati, dan koleksi Museum Satria Mandala.
Koleksi Museum Sri Baduga
Hingga 2014, sebanyak 6.947 buah koleksi telah menjadi koleksi Museum Sri Baduga. Sekitar sepuluh persen dari koleksi tersebut dipamerkan di ruang pameran tetap. Koleksi tersebut dikelompokkan dalam sepuluh klasifikasi, yakni sebagai berikut:
- Koleksi biologi meliputi kajian tentang kehidupan, evolusi, pertumbuhan, dan persebaran manusia prasejarah.
- Koleksi geologi yakni koleksi tentang ilmu sains yang mempelajari bumi, komposisi, struktur sejarah, dan proses pembentukan Provinsi Jawa Barat.
- Koleksi arkeologi yakni koleksi mengenai kebudayaan masa lalu yang dapat dipelajari dari peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan.
- Koleksi sejarah yakni koleksi yang diambil dari berbagai peristiwa pada masa lampau.
- Koleksi etnografika yakni koleksi yang berkaitan dengan benda-benda budaya daerah. Koleksi ini dipamerkan melalui sebuah foto, miniatur, maket, dan replika.
- Koleksi filologika adalah pembelajaran bahasa dalam sumber-sumber yang ditulis dan isinya tentang sastra, sejarah, dan linguistik.
- Koleksi keramologika adalah koleksi benda-benda keramik atau gerabah yang dibuat dari tanah dan dikeraskan melalui sebuah pembakaran.
- Koleksi teknologika meliputi barang-barang untuk kelangsungan hidup manusia zaman dahulu.
- Koleksi numismatika dan heraldika meliputi koleksi mata uang yang digunakan untuk perdagangan pada masa itu.
- Koleksi seni rupa meliputi koleksi kesenian yang diciptakan oleh manusia prasejarah dan menjadi peninggalan yang harus dilestarikan.
Ruangan Museum Sri Baduga
Museum Sri Baduga terdiri dari 3 lantai bangunan dan dibangun di atas lahan seluas 8.500 meter persegi. Ketiga lantai dari museum ini beserta koleksi di setiap lantainya adalah sebagai berikut:
- Lantai satu
Lantai satu menampilkan tampilan perkembangan awal dari sejarah alam dan budaya Jawa Barat. Pada lantai ini digambarkan sejarah alam yang melatarbelakangi sejarah Jawa Barat. Hal ini misalnya dengan ditampilkannya benda-benda peninggalan buatan tangan dari masa prasejarah hingga zaman Hindu Buddha. Gambaran mengenai kehidupan manusia di Jawa Barat sudah ada sejak 600.000 tahun silam. Jejak kehidupan tersebut dibuktikan dengan temuan-temuan perkakas kuno yang tersimpan di wilayah ini. Artefak tersebut menjadi bukti adanya kehidupan prasejarah.
Pengaruh Hindu Buddha memberi pengaruh yang sangat besar pada perkembangan kebudayaan manusia di Jawa Barat dalam berbagai bidang. Bidang tersebut seperti seni rupa, aksara, sastra, seni bangunan (arsitektur), sistem kepercayaan, dan filsafat. Pada lantai satu museum ini terdapat gambaran mengenai peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di masa Plestosen Atas (sekitar 3 – 10 juta tahun yang lalau). Saat itu, Indonesia bagian barat membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia. Pembentukan daratan tersebut menyebabkan migrasi hewan purba, seperti kerbau purba/Bubalus Paleokerabau dan kuda nil.
Selain itu, ditampilkan juga penjelasan peristiwa lain yakni dampak dari letusan Gunung Sunda yang terjadi sekitar 125.000 tahun lalu yang menyebabkan aliran Sungai Citarum tersumbat. Peristiwa tersebut menyebabkan seluruh aliran sungai yang terdapat di sekeliling Cekungan Bandung terperangkat dan membentuk genangan sangat luas berupa danau yang dikenal dengan Danau Bandung Purba.
- Lantai dua
Lantai dua menyajikan materi pameran budaya tradisional berupa pola kehidupan masyarakat, perdagangan, transportasi, jenis mata pencaharian, pengaruh budaya Islam dan Eropa, sejarah perjuangan bangsa, dan lambang-lambang daerah kabupaten dan kota se-Jawa Barat.
Masuknya pengaruh budaya luar berdampak positif pada kecakapan tulis menulis. Masyarakat Sunda sudah mengenal tulisan sejak abad ke-5 Masehi. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya tulisan pada prasasti tinggalan dari Kerajaan Tarumanegara (Prasasti Tugu, Prasasti Ciaruteun, dan Prasasti Tapak Kaki Gaja). Selain itu, ditemukannya juga bukti dalam bentuk naskah dengan bahan daun lontar, daun kelapa, daun nipah, tembaga, kulit binatang, dan sebagainya.
Masuknya bangsa luar juga berpengaruh pada majunya teknologi peralatan mencari ikan, bercocok tanam, dan perdagangan. Menurut naskah Sunda Kuno Siska Kanda Ng Karesian, diduga bahwa berladang (ngahuma) adalah cara-cara bercocok tanam yang dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Orang Mataram memperkenalkan pertanian sistem sawah dengan teknologi irigasi sekitar abad ke-18 Masehi.
- Lantai tiga
Lantai tiga menampilkan koleksi etnografi yang berupa ragam bentuk dan fungsi wadah, keramik asing, dan kesenian. Lantai ini menampilkan koleksi yang dianggap unggulan karena sudah jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Koleksi tersebut misalnya bokor emas, topeng emas, teodolit, senjata peninggalan VOC, pakinangan, keramik asing, kain panjang yang pernah digunakan oleh Bupati Galuh abad ke-16 Masehi, benda yang terbuat dari kristal, dan lukisan. Selain itu, terdapat juga koleksi-koleksi mata uang yang pernah beredar sebagai alat perdagangan.
Berbagai gambaran tentang kesenian ditampilkan melalui dipamerkannya berbagai alat kesenian khas Jawa Barat. Alat kesenian yang ditampilkan antara lain angklung buhun, rebana, kecapi, karinding, taleot, rebab, gamelan ajeng, dan gamelan degung. Kehidupan kesenian di Jawa Barat berkembang sesuai dengan kehidupan pendukungnya. Awalnya kesenian di Jawa Barat diciptakan dan digunakan untuk melengkapi upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian. Misalnya, angklung buhun yang kerap kali dimainkan dalam rangka menghormati Dewi Padi atau Dewi Sri.
Inilah penjelasan mengenai koleksi Museum Sri Baduga. Baca juga koleksi Museum Zoologi Bogor, koleksi Museum Wayang, dan koleksi Museum Nasional. Semoga bermanfaat.