Bali dikenal luas sebagai surga para turis asing karena keindahan alam yang ada terutama pantai – pantainya. Selain pantai, keberadaan pura dan bangunan – bangunan tradisional Bali juga menjadi objek wisata yang sangat diminati. Mungkin sedikit yang mengetahui bahwa Bali juga menyimpan objek wisata sejarah yang menampung berbagai koleksi peninggalan budaya Bali, yaitu Museum Bali yang pastinya akan disukai para pecinta wisata sejarah. Sejarah museum Bali keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari masa penjajahan Belanda di Indonesia ketika menjajah pulau tersebut, yang dimulai dari runtuhnya kekuasaan Kerajaan Klungkung di Bali.
Kejatuhan Kerajaan Klungkung ke tangan penjajah Belanda pada 28 April 1908 telah menandakan perubahan kekuasaan di Bali menjadi daerah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Situasi ini membuat adanya perubahan dalam tata pemerintahan di Bali dari yang tadinya agak tertutup bagi bangsa luar menjadi semakin terbuka untuk bangsa Eropa terutama Belanda pada masa kolonial Eropa di Indonesia. Semua bangsa asing lainnya menjadi semakin leluasa untuk datang ke Bali.
Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang seringkali membawa buah tangan asli Bali sebagai cenderamata ketika kembali ke negaranya. Kondisi ini membuat warisan budaya Bali menjadi terancam keberadaannya, sehingga menyebabkan para ilmuwan dan budayawan serta seniman Belanda kemudian berupaya mencegah hal tersebut dan untuk melestarikan peninggalan kebudayaan Bali.
Pembangunan Museum Bali
Museum Bali pertama kali digagas oleh W. F. J. Kroon pada tahun 1909 – 1913, seorang Asisten Residen Bali di Denpasar. Ia memiliki gagasan tersebut setelah mendapatkan pencerahan dari Th. A. Resink mengenai pelestarian budaya, sehingga ingin melakukan sesuatu guna melindungi benda – benda peninggalan budaya tersebut. Perwujudan gagasannya ini adalah pendirian Gedung Arca pada tahun 1910, yang diarsiteki oleh I Gusti Ketut Kandel dari Banjar Abasan dan I Gusti Ketut Rai dari Banjar Belong, serta seorang arsitek Jerman bernama Curt Grundler yang saat itu sedang berada di Bali sebagai wisatawan peneliti.
Kroon kemudian memerintahkan untuk membuat perencanaan bersama dengan para ahli bangunan tradisional Bali tersebut, atau yang sering disebut sebagai para undagi. Para Raja dari empat kabupaten di Bali sebagai bagian dari kerajaan di Indonesia yaitu Buleleng, Tabanan, Badung dan Karangasem memberikan dukungan dana dan material proyek.
Sejarah museum Bali mencatat peresmiannya pada 8 Desember 1932 dan dikelola oleh Yayasan Bali Museum. Perbedaan pandangan antara para undagi ini yang tidak dapat mengabaikan pandangan tradisional dan aspek – aspek keagamaannya juga lontar asta kosala kosali yaitu konsep mengenai tata letak, cara dan tata bangunan di Bali, dengan Curt Grundler yang lebih menekankan fungsi dan kekuatan bangunan museum. Perpaduan desain itu menghasilkan bentuk arsitektur kombinasi antara Pura (tempat sembahyang umat Hindu) dan Puri (Istana Raja).
Bangunan museum didirikan di atas tanah yang luasnya sebesar 2600 meter persegi dengan tiga halaman, yakni halaman luar (jaba), halaman tengah (jaba tengah) dan halaman dalam (jeroan) yang dibatasi dengan tembok dan gapura. Gapura bernama Candi Bentar dan Candi Kurung berfungsi sebagai pintu masuknya, dan terdapat sebuah Balai Kulkul atau Menara Kentongan yang letaknya di sebelah Selatan dari Jaba Tengah. Pada sudut Barat Laut berdiri Balai Bengong yang digunakan pada zaman kerajaan sebagai tempat keluarga Raja beristirahat jika ingin mengamati suasana di luar istana. Sebuah beji, yaitu pemandian untuk keluarga raja ditempatkan di depan Gedung Tabanan. Atap dari ijuk hanya digunakan untuk atap pada bangunan Pura. Ada pula sejarah museum Bajra Sandhi di Bali sebagai alternatif wisata sejarah lainnya untuk dikunjungi.
Koleksi dan Bangunan di Museum Bali
Bangunan yang ada di museum ini ditata dengan menggunakan konsep Tri Mandala, yaitu Nista Mandala (Bagian luar), Madya Mandala (Bagian tengah sebelum memasuki bagian intinya) dan Utama Mandala (Bagian Inti) dan memisahkan koleksi yang bersifat sakral dengan yang bersifat tidak sakral. Ada tiga bangunan utama yang terletak di dalam kompleks museum Bali beserta isi koleksinya, yaitu:
- Paviliun Tabanan – Gedung ini dinamakan demikian karena dana untuk membangunnya berasal dari Kerajaan tabanan, sehingga mencerminkan gaya bangunan dari Bali Selatan. Di dalam gedung ini dipamerkan beberapa koleksi etnografi dan benda – benda kesenian Bali seperti kostum tari, topeng, wayang kulit, keris, juga beberapa patung kuno.
- Paviliun Karangasem – Sesuai namanya, pembiayaan pembangunan gedung ini tentu berasal dari Kerajaan Karangasem. Gedungnya berupa penggambaran seni bangunan tradisional dari bagian Bali Timur. Gedung ini memuat beberapa pameran lukisan, seni rupa, arkeologi dan beberapa benda yang berasal dari zaman pra sejarah.
- Paviliun Buleleng – Gaya arsitektur gedung yang dibiayai oleh Kerajaan Buleleng ini adalah gaya bangunan tradisional dari Bali Utara. Koleksi di gedung ini selain kostum adat Bali dan pelengkapnya, beberapa koleksi patung tanah liat yang berdesain sederhana dan primitif, alat – alat dari batu, alat rumah tangga, alat pertanian, alat yang digunakan nelayan, dan lainnya.
Paviliun terakhir terletak di pintu masuk utama, dimana terdapat kulkul atau kentongan yang tinggi dan berbagai koleksi dari zaman pra sejarah lain. Di lantai dasar juga terdapat koleksi dari benda – benda zaman pra sejarah rakyat Bali, masa Bali kuno, Bali zaman pertengahan, dan zaman Bali Baru. Sementara lantai atas dari paviliun ini berisi koleksi seni rupa tradisional Bali dan juga benda – benda perlambang puncak kejayaan budaya Bali yang berasal dari berbagai aspek kehidupan manusia.
Museum Bali Saat Ini
Setelah kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pengelolaan museum Bali diambil alih oleh Pemda Propinsi Bali. Namun karena suasana belum kondusif dan masih dalam suasana perang dengan NICA dan Jepang, maka pada 5 Januari 1985 museum diserahkan kepada Pemerintah Pusat melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sehingga menjadi museum umum propinsi dibawah nama Museum Negeri Propinsi Bali.
Pemerintah kemudian memberi perhatian lebih serius kepada museum – museum negeri propinsi dan hal ini juga masuk dalam sejarah museum Bali sejak 1969. Pada era program pembangunan lima tahun atau PELITA, museum Bali mendapatkan perluasan area ke arah selatan berupa ruang perpustakaan, auditorium, laboratorium konservasi, gudang koleksi, pameran temporer dan juga kantor yang menambah luas area museum menjadi 6000 meter persegi dengan gedung berjumlah sembilan unit.
Kemudian ketika Otonomi Daerah diberlakukan pada 2000, pengelolaan museum Bali dikembalikan kepada Pemda Propinsi Bali dengan status sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Dinas Kebudayaan Propinsi Bali atau UPTD Museum Bali. Pada tahun 2008 kembali berganti nama menjadi UPT Museum Bali. Ketahui juga mengenai sejarah museum nasional, sejarah museum angkut, sejarah museum Al Qur’an di TMII, serta sejarah museum Loka Jala Crana Surabaya.
Sejarah museum Bali barangkali akan menarik Anda untuk mengunjunginya ketika sedang berada di Bali. Terletak di Jalan Mayor Wisnu Denpasar , sebelah Timur Lapangan Puputan Badung dan sebelah Selatan Pura Jagatnatha. Museum terletak membujur pada arah Utara Selatan sepanjang 140 meter dan pintu masuknya menghadap ke Barat, di jalan Mayor Wisnu yang hanya dibuka untuk pengunjung museum. Museum bisa dicapai dengan jarak tempuh sekitar 13 km atau 45 menit dari Bandara Ngurah Rai. Harga tiketnya berkisar 10 ribu rupiah, dan bisa dikunjungi mulai hari Minggu sampai Jum’at sejak pukul 08.00 – 15.00 WITA.